PERKARA HALAL DAN HARAM SUDAH JELAS
Di antara perkara yang harus kita benar-benar memahaminya dalam kehidupan kita sehari-hari adalah halal haram nya sesuatu. Di zaman yang sudah modern dan canggih seperti sekarang ini ternyata semakin banyak pula hal-hal baru yang bisa membuat kita bingung atas hukum suatu tersebut. Akan tetapi kita tetap harus mengetahui perkara-perkara tersebut adapun jika memang tidak ditemukan atau masih terdapat kesamaran atas hukum suatu hal tersebut untuk kehati-hatian sebaiknya kita berlepas diri dari itu karena itu merupakan syubhat atau perkara yang samar-samar.
Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang perkara halal, haram dan syubhat.
عَنِ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ، لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ )). رواه البخاري ومسلم، وهذا لفظ مسلم.
Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya. Barangsiapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan (undangundang). Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim).
Segala sesuatu dibagi menjadi tiga hukum, yaitu:
Pertama. Jelas-jelas diperbolehkan. Seperti: makan yang baik-baik, buah-buahan, binatang ternak, menikah, berpakaian yang tidak diharamkan, makan roti, berbicara, berjalan, jual beli dan lain-lain.
Kedua. Jelas-jelas dilarang. Seperti: makan bangkai, darah, daging babi, menikah dangan perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, riba, judi, mencuri, mengadu domba, minum khamr, Ana, memakai sutera dan emas untuk laki-laki dan lain-lain.
Ketiga. Syubhat, yakni tidak jelas boleh atau tidaknya. Karena itu, banyak orang yang tidak mengetahuinya. Adapun ulama bisa mengetahui melalui berbagai dalil al Qur`an dan as-Sunnah, maupun melalui qiyas. Jika tidak ada nash dan juga tidak ada Ijma’, maka dilakukan ijtihad.
Meskipun demikian, jalan terbaik adalah meninggalkan perkara syubhat. Seperti: tidak bermu‘amalah dengan orang yang hartanya bercampur dengan riba. Adapun perkara-perkara yang diragukan disebabkan bisikan-bisikan setan, maka hal itu bukanlah perkara syubhat yang perlu ditinggalkan. Misalnya: Seseorang tidak mau menikah di suatu negeri karena khawatir bahwa yang menjadi istrinya adalah adiknya sendiri yang sudah lama tidak bertemu. Atau tidak mau menggunakan air di tengah tempat terbuka, karena dikhawatirkan mengandung benda najis.
Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul-Nya dan menjelaskan di dalamnya untuk ummat tentang halal dan haram yang mereka butuhkan, seperti difirmankan oleh Allah Ta’ala:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (al Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS.an-Nahl: 89)
Mujahid dan lain-lain berkata: “Maksudnya, yaitu menjelaskan hal-hal yang diperintahkan kepada kalian, juga hal-hal yang dilarang kepada kalian”.
Allah Ta’ala berfirman di akhir surat an-Nisa`; di dalamnya Allah menjelaskan tentang hukum-hukum harta kekayaan dan pernikahan.
يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوْا وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلَيْمٌ
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya kalian tidak sesat, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.an-Nisa’:176).
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلاَّ تَأْكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيكُمْ إِلاَّ مَاضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
Kenapa kalian tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang terpaksa kalian memakannya. (al-An’am:119).
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَّا يَتَّقُوْنَ، إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.at-Taubah:115).
Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan al Qur`an. Dia berfirman:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan Kami turunkan kepadamu al Qur`an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.an-Nahl:44).
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama ini untuk beliau dan ummat beliau. Karena itu, Allah Ta’ala menurunkan ayat berikut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di ‘Arafah beberapa waktu sebelum beliau wafat:
اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagi kalian. (QS.al-Maidah:3).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meninggal dunia hingga beliau menjelaskan kepada ummat Islam tentang apa-apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah kepada mereka. Beliau bersabda:
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا بَعْدِي إَلاَّ هَالِكٌ
Sungguh telah aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih bersih; dimana malamnya seperti siangnya, dan tidaklah berpaling darinya melainkan orang yang binasa. (Kutubus-Sittah dan Musnad Imam Ahmad).
Tentang halal dan haram, ada sebagiannya yang lebih jelas dari yang lainnya. Masalah yang paling jelas dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah masalah tauhid (mentauhidkan Allah, beribadah hanya kepada Allah saja, tidak kepada selain-Nya, mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, mengikuti dan ittiba’ kepada manhaj mereka). Begitu juga apa-apa diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya telah jelas.
Allah dan Rasul-Nya mengharamkan berbuat syirik, menyekutukan Allah dengan sesuatu, berdo’a, meminta, istighatsah kepada selain Allah. Allah dan Rasul-Nya mengharamkan bid’ah, mengikuti hawa nafsu, mengikuti golongan-golongan yang sesat. Allah dan Rasul-Nya mengharamkan murtad (keluar dari agama Islam), membunuh orang kecuali dengan jalan yang haq, memakan harta orang lain, merusak kehormatan orang, dan lainnya.
Perkara-perkara yang sudah jelas halal dan haramnya dan diketahui oleh ummat Islam, maka tidak ada udzur bagi seseorang atas ketidaktahuannya tentang itu, bila ia hidup (tinggal) di tengah-tengah kaum Muslimin. Ada juga perkara-perkara yang tidak diketahui kecuali oleh para Ularna, dan tersembunyi (tidak diketahui) oleh umumnya kaum Muslimin.
Macam-macam syubhat.
Ibnul Mundzir membagi syubhat menjadi tiga.
Pertama. Sesuatu yang haram, namun kemudian timbul keraguan karena tercampur dengan yang halal. Misalnya ada dua kambing, salah satunya disembelih orang kafir, namun tidak jelas kambing yang mana yang disembelih orang kafir tersebut. Dalam hal ini tidak diperbolehkan memakan daging tersebut, kecuali jika benar-benar diketahui mana kambing yang disembelih orang kafir dan mana yang disembelih orang mukmin.
Kedua. Kebalikannya, yakni sesuatu yang halal, namun kemudian timbul keraguan. Seperti: seorang istri yang ragu, apakah ia telah dicerai atau belum. Atau seorang yang habis wudhu merasa ragu, apakah wudhunya sudah batal atau belum. Keraguan yang demikian ini tidak ada pengaruhnya.
Ketiga. Sesuatu yang diragukan halal haramnya. Dalam masalah ini lebih baik menghindarinya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kurma yang beliau temukan di atas tikarnya, beliau tidak memakan kurma tersebut karena kekhawatiran akan kurma shadaqah. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika masuk rumah, aku mendapati kurma di atas tikarku. Aku ambil untuk aku makan. Akan tetapi aku membatalkannya, karena takut korma itu berasal dari shadaqah”. (Al Wafi, Syarah Arba’in, halaman 37).
References from :
Majalah AS-Sunnah Edisi 12/X/1428H/2007M/Hal14-17
Created By:
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas
Edited by:
Hatta Yandika Putra
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply