
Judi Online Menurut Pandangan Islam – Di antara dampak negatif yang lahir dari perkembangan digital adalah perubahan praktik judi yang sangat marak dipromosikan secara online sehingga mudah diakses kapan pun dan di mana pun. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mewaspadai masalah ini, dengan mengenalnya lebih dalam dan cara pencegahannya. Dalam bahasa Arab, judi disebut dengan qimar, yang secara etimologi berarti pertaruhan. Adapun secara terminologi, judi adalah setiap permainan yang mempertaruhkan harta antara dua kelompok atau lebih, yang akan diambil si pemenang dari yang kalah.
Ulama sepakat bahwa qimr termasuk kategori maisir sebab dalam bahasa Arab, kata maisir mencakup empat makna: qimar, jazur (daging unta yang dipakai berjudi), siham (anak panah yang dipakai berjudi), dan nard (dadu). Selain itu, berdasarkan nukilan dari para ulama kata maisir lebih luas maknanya daripada qimar.
Berikut ini perbedaan antara judi online dan judi offline:
a. Akses bebas
Judi online dapat akses permainan kapan pun dan di mana pun tanpa adanya batasan ruang dan waktu. Adapun pada judi offline para pemainnya harus berkumpul terlebih dahulu di sebuah tempat saat akan melakukan permainan.
b. Keuntungan lebih besar
Judi online memiliki keuntungan lebih besar yang bisa didapatkan pemain judi daripada judi offline sebab cakupan permainan online lebih luas.
c. Variasi permainan
Variasi permainan judi online lebih banyak dibandingkan judi offline sehingga para pecinta judi memiliki banyak pilihan untuk melakukan pemasangan taruhan.
d. Sistem keamanan
Judi online memiliki sistem keamanan yang lebih terjamin dibandingkan dengan judi offline.
e. Bebas memilih jenis permainan
Judi online menyajikan banyak jenis permainan sehingga pemain bebas memilihnya atau memainkan semuanya. Hal tersebut berbeda dengan judi offline yang terbatas permainannya sehingga tidak bisa demikian.
Dari berbagai sumber yang menjelaskan sejarah perjudian, belum bisa dipastikan secara tepat awal mula perjudian mulai dikenal oleh manusia: ada yang mengatakan terjadi pada tahun 1500 SM di mesir dan ada yang mengatakan 3500 SM berdasarkan penggalian arkeologi di Mesir. Data ini secara tidak langsung membantah sebagian pendapat yang mengatakan bahwa bangsa yang pertama melakukan praktik perjudian adalah bangsa Persia. Cerita tentang judi paling banyak ditemukan pada kebudayaan Asia, termasuk Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Cina, dan India.
Pada masa jahiliah terdapat berbagai macam bentuk permainan judi dan praktik tersebut dianggap sangat lumrah, sebab mereka memandangnya sebagai ekspresi kedermawanan. Sejarawan Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri menjelaskan, saking tingginya sifat dermawan masyarakat jahiliyah, ketika rumah mereka didatangi tamu padahal kondisi ekonomi keluarga sedang sangat memburuk, mereka akan tetap menghormati tamu tersebut dengan jamuan hidangan terbaik, bahkan andaikan hanya memiliki satu ekor unta, mereka akan menyembelihnya untuk disuguhkan pada si tamu.
Salah satu ekspresi kedermawanan ini adalah kebiasaan meminum khamar dan berjudi. Mengonsumsi khamar bagi mereka merupakan simbol kedermawanan karena di sinilah mereka bisa menghambur-hamburkan uang. Sementara dalam praktik judi, biasanya keuntungan hasil permainan ini akan disedekahkan untuk fakir miskin.
Judi bisa dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu;
a. Undian yaitu dalam bentuk lotre, loto, porkas, togel dan sebagainya yang dapat dimainkan cukup dengan memiliki nomor tertentu. Judi ini adalah judi massal yang bisa diikuti oleh jutaan orang di mana pun mereka berada.
b. Taruhan untuk judi ini biasanya dikaitkan dengan analisis pengetahuan dari si penjudi, misalnya balapan kuda, anjing, sabung ayam, boksen, maupun sepak bola.
c. Judi antar sesama penjudi lainnya, seperti permainan domino, poker, dadu, dan lain-lain.
d. Judi antar manusia dan mesin, misalnya main jackpot, mickey mouse, dingdong, pachinko, maupun permainan komputer lainnya.
Judi dalam bentuk offline maupun online adalah praktik yang terlarang dan diharamkan dalam Islam, berdasarkan dalil-dalil berikut:
1) Firman Allah ﷻ,
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Akan tetapi, dosanya lebih besar daripada manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah: 219)
2) Sabda Nabi ﷺ,
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْخَمْرَ، وَالْمَيْسِرَ، وَالْكُوبَةَ، وَقَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Artinya: Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian semua khamar, judi, dan gendang.” Beliau H juga bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram. (HR. Ahmad no. 2625 dan 3274. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Sanadnya shahih.”)
Dalam Islam, pelaku judi dikenakan sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang tidak ada ketentuannya dalam syariat, tetapi diserahkan jenis dan ukuran saksi tersebut kepada waliyul amr (pemimpin), sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Beliau berkata, “Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk jarimah ta’zir. Pidana perjudian termasuk ke dalam jarimah ta’zir sebab setiap orang yang melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat harus di-ta’zir, baik perbuatan maksiat itu berupa pelanggaran atas hak Allah atau hak manusia.”
Maraknya perjudian dilatarbelakangi oleh berbagai faktor:
a. Faktor sosial dan ekonomi
Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah, perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
b. Faktor situasional
Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, di antaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian.
c. Faktor belajar
Faktor “belajar” memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Hal yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi.
d. Faktor persepsi tentang probabilitas kemenangan
Persepsi yang dimaksud disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang.
e. Faktor persepsi terhadap keterampilan
Penjudi yang merasa dirinya sangat terampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah hasil dari keterampilan yang dimilikinya.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari judi sangat besar baik terhadap pelakunya maupun lingkungannya, di antaranya:
Dari sisi agama, Bentuk maksiat kepada Allah. Menghalangi orang dari mengingat Allah dan memalingkan dari melaksanakan shalat yang telah diwajibkan. Memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Dari sisi sosial masyarakat, Menimbulkan kebencian dan permusuhan di antara orang-orang yang berjudi. Menimbulkan tindak kriminal di lingkungan masyarakat. Merusak hubungan dalam keluarga.
Dari sisi ekonomi, Membiasakan seseorang berlaku malas dengan mencari rezeki melalui cara untung-untungan. Harta hilang sia-sia, padahal harta termasuk perkara yang dijaga dalam syariat.
Bagi sebagian orang, menjauhi judi tidaklah mudah, sehingga perlu dilakukan upaya maksimal dalam menjauhinya. Upaya tersebut dibagi menjadi dua: preventif dan kuratif.
Upaya preventif (pencegahan).
1. Senantiasa berdoa agar dijauhkan dari maksiat, seperti judi. Rasulullah ﷺ bersabda,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit utang. (HR. Bukhari no. 832 dan 2397 dan Muslim no. 589)
2. Menjauhi harta yang bathil (Lihat QS. An-Nisa’: 29).
3. Mencari teman yang baik (Lihat HR. Bukhari no. 5108 dan Muslim no. 2628).
4. Jangan terbuai dengan angan-angan kosong (Lihat QS. An-Nisa’: 119).
5. Jaga dan awasi keluarga dari berbagai sarana yang menghantarkan kepada judi (Lihat QS. At-Tahrim: 6).
6. Perkuat iman dan perbanyak mengingat Allah (Lihat QS. Ar-Ra’d: 28).
Upaya kuratif (penyembuhan).
1. Pahami bahwa sekedar mengajak berjudi sudah terkena dosa dan diperintahkan untuk membayar kafarah (penebus dosa) dengan bersedekah, apalagi mereka yang sudah terlanjur berjudi. (Lihat HR. Bukhari no. 4860 dan Muslim no. 1647).
2. Meminta kepada Allah agar disembuhkan dari penyakit perbuatan buruk judi dan maksiat lainnya. (Lihat QS. Asy-Syu’ara’: 80).
3. Jangan kembali mendekati judi dan jauhilah godaan para setan yang merugikan di dunia dan di akhirat. (Lihat QS. Fathir: 6).
4. Bertobat kepada Allah. (Lihat QS. An-Nur: 31).
5. Senantiasa berbuat kebaikan (Lihat QS. Hud: 114).
Demikian yang bisa jelaskan tentang masalah judi offline dan online dalam islam. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua dan membuahkan amal di kemudian hari. Akhir kata, kami memohon kepada Allah ﷻ dengan segala nama dan sifat-Nya agar memberkahi dan meridhai tulisan ini. Wabillahi taufiq ila aqwamith thariq.
Referensi: Ditulis oleh : Abdullah Yahya An-Najaty, Lc.
Majalah HSI Edisi 68 Safar 1446 H
Diringkas oleh : Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply