
Halal-Haram Interaksi Dengan Nonmuslim – Menjual barang kepada nonmuslim yang bisa membantu mereka membunuh kaum muslimin Seperti menjual senjata kepada nonmuslim, hal ini bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk memerangi kaum muslimin. Maka transaksi semacam ini tidak dibenarkan! Kaidah umum dalam setiap berinteraksi antara manusia adalah firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya; “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya amat berat siksa-Nya”. (QS al-Ma’idah [5]: 20)
Syaikhul Islam pernah ditanya “Apa hukumnya berinteraksi dengan kaum Tatar?Apakah orang yang berinteraksi dengan mereka dibolehkan?” Beliau menjawab, “Adapun berinteraksi dengan kaum Tatar maka dibolehkan sebagaimana dibolehkan bergaul kepada orang kafir seperti mereka, dan bisa jadi haram sebagai mana diharamkan kepada orang semisal mereka. Adapun seseorang menjual sesuatu kepada mereka dan orang lain juga ikut menjualnya, seperti menjual sesuatu yang bisa membantu mereka untuk mengerjakan keharaman, contohnya menjual kuda atau menjual senjata yang dipakai untuk memerangi dalam peperangan yang haram, maka yang semacam ini tidak boleh.’ Demikian juga, termasuk dalam masalah ini, menjual barang-barang yang bisa membantu mereka dalam merayakan hari besar mereka. Seperti membuatkan kue untuk orang kafir berkenaan dengan hari raya mereka, atau menjual pakaian untuk mereka gunakan pada hari raya mereka dan lain-lain. Semua interaksi jenis semacam ini adalah haram. Tidak boleh bagi seorang muslim membantu orang kafir dalam pengadaan makanan, pakaian, dan lain-lain yang berhubungan dengan hari raya mereka.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun seorang muslim menjual sesuatu pada hari raya orang kafir yang dapat membantu mereka dalam merayakan hari rayanya berupa makanan, pakaian, parfum, atau memberi hadiah kepada mereka, maka hal ini termasuk menolong orang kafir dalam merayakan hari besar mereka yang haram.
Ibnu Hajj Rahimahullah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang kepada ahli kitab yang dapat membantu mereka dalam hari rayanya. Dan seorang muslim tidak boleh membantu orang kafir,
2. Membeli barang yang haram dari orang kafir Perkara ini telah jelas. Tidak boleh bagi seorang muslim karena hal itu termasuk bentuk pertolongan kepada kesyirikan mereka.”
membeli barang-barang haram dari orang kafir karena hal ini termasuk tolong-menolong dalam dosa. Apabila ada yang bertanya “Bagaimana hukumnya jika kita membeli barang yang halal dari orang kafir? Bukankah hal itu juga membantu orang kafir dalam usaha mereka? Membantu mereka dalam mengembangkan harta dan ekonomi mereka, apakah hal ini juga diharamkan?” Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Harus dibedakan antara membeli dari orang kafir dengan menjual barang kepada orang kafir. Membeli barang dari orang kafir tidak mengandung bentuk ‘menolong’. Sedangkan menjual kepada orang kafir bisa jadi menolong atas kemungkaran mereka. Akan tetapi, terkadang ada yang mengatakan bahwa membeli barang dari orang kafir akan menambah mereka bahagia, mengembang kan ekonomi mereka. Karena mereka menjual barang saat kesempatan hari raya mereka, mereka menurunkan harganya. Apabila kita telah paham akan hal itu, bahwa jika kita membeli barang dari mereka saat momentum hari raya mereka akan menambah mereka bahagia, mengembangkan harta mereka, menambah pemasukan mereka, maka dalam keadaan seperti ini hal tersebut dilarang; karena hukum itu berjalan sesuai dengan sebabnya. Andaikan seluruh kaum muslimin memboikot tidak membeli dari orang kafir ketika hari rayanya, maka ketika tahun yang akan datang niscaya mereka tidak akan dapat apa-apa.”
- Menyakiti kafir Mu’ahad dan Musta’min Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang tinggal negerinya, tetapi antara kita (kaum muslimin) di dengan mereka ada perjanjian untuk tidak saling memerangi. Kaum muslimin wajib memenuhi perjanjian ini selama waktu yang ditentukan, dengan catatan orang kafir tetap mematuhi perjanjian, tidak membatalkan dan tidak mencela agama kita.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
إِلَّا الَّذِينَ عَنْهَدتُم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ هُمْ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظْهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
Artinya: “Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi per janjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (QS at-Taubah [9]: 4)
Firman Allah dalam ayat lain:
وَإِن نَّكَثُوا أَيْمَنَهُم مِّنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَتِلُوا أَبِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ
Artinya; “Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang- orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. (QS at-Taubah [9]: 12)
Sementara itu, kafir musta’min adalah orang kafir yang masuk negeri Islam dengan aman. Misalnya kafir harbi yang datang ke negeri Islam untuk berdagang. Golongan ini punya hak untuk dilindungi pada waktu dan tempat yang terbatas karena keadaan mereka yang meminta keamanan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَمَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya; “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS at-Taubah [9]: 6)
Kedua golongan kafir tersebut (mu’ahad dan musta’min) tidak boleh disakiti dalam bentuk apa pun selama mereka mengikuti perjanjian dan aturan kaum muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah memberikan ancaman yang sangat tegas bagi yang berani menyakiti orang kafir mu’ahad.
Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحُ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا يُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Artinya: “Barangsiapa yang membunuh jiwa mu’ahad maka dia tidak akan mencium bau surga. Dan sesungguh nya bau surga sudah didapati dari jarak empat puluh tahun.” (HR. Muslim)
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Kafir mu’ahad adalah yang masuk dalam perjanjian antara kaum muslimin dan kafirin. Maka orang kafir semacam ini dilindungi sampai selesainya perjanjian antara kedua kelompok tersebut. Dan tidak boleh bagi siapa pun untuk menyakiti kafir mu’ahad, sebagaimana juga tidak boleh menyakitiseorang pun dari kalangan kaum muslimin.” Mengucapkan ucapan selamat atas hari raya mereka Hari raya merupakan event (peristiwa) agamawi yang sangat tampak bagi semua umat.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَزِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” (QS al-Hajj [22]: 67)
Hari rayanya orang kafir ada dua jenis: Pertama: Hari raya yang bersifat ibadah, seperti hari raya atas lahirnya al-Masih. Jenis hari raya seperti ini adalah haram. Tidak boleh mengucapkan selamat berhubungan dengan hari raya semacam ini karena ucapan selamat kepada mereka akan hari raya ini berarti membenarkan kebatilan dan keyakinan mereka serta ikut gembira dalam ibadah yang mereka lakukan, maka ini jelas haram. Kedua: Hari raya yang berhubungan dengan momentum atau peristiwa tertentu, seperti hari kemerdekaan, hari cinta kasih (valentine’s day), hari ulang tahun anak, hari buruh. Hari raya seperti ini adalah bid’ah, tidak boleh bagi seorang muslim ikut serta dalam hari raya seperti ini.
Imam Ibnul Qayyim ak mengatakan, “Pembahasan tentang mengucapkan selamat kepada orang kafir berhubungan dengan pernikahan, lahirnya anak, menyambut tamu yang datang, sembuh dari penyakit, atau selamat dari musibah, dan selainnya, maka pembicaraan masalah ini seperti dalam masalah takziah dan menjenguk orang sakit, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Akan tetapi, perlu diwaspadai apa yang terjadi pada sebagian orang jahil dari ucapan-ucapan yang menunjukkan ridha kepada agama mereka, seperti ucapan sebagian mereka: ‘Semoga Allah memberi kenikmatan dengan agamamu’. Adapun ucapan selamat yang berhubungan dengan syi’ar kekufuran khusus mereka, maka hukumnya haram dengan kesepakatan ulama.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Mengucapkan selamat berhubungan dengan hari raya natal atau lainnya dari hari raya agama orang kafir hukumnya haram berdasarkan kesepakatan ulama. Mengapa ucapan selamat semacam ini hukumnya haram? Sebagaimana penjelasan yang dituturkan oleh Ibnul Qayyim, bahwa hal itu dilarang karena ada sisi pengakuan terhadap syi’ar orang-orang kafir, ridha terhadap mereka, sekalipun yang mengucapkan tidak ridha secara langsung. Akan tetapi, haram bagi seorang muslim untuk ridha terhadap hal tersebut.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْفُرَ وَإِن تَشْكُرُ وأَ يَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tulak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya, dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu”. (QS az-Zumar [39]: 7)
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دينا
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Ma’idah [5]
Mengucapkan selamat atas hal itu adalah ha ram baik dengan ikut serta merayakannya atau tidak. Kadangkala timbul pertanyaan, jika seseorang bekerja di tempat orang kafir, lantas mereka orang kafir mengucapkan selamat hari raya kepada kita kaum muslimin, apakah tidak boleh kita juga membalas ucapan selamat ketika hari raya mereka sebagai respons (timbal balik)? Jaw abnya: Bila mereka mengucapkan selamat kepada kita maka kita tidak membalas ucapan selamat kepada mereka. Alasannya, pertama: karena itu bukan hari raya kita, kedua: karena merupakan hari raya yang tidak diridhai oleh Allah. Maka seorang muslim menjawab ucapan selamat orang kafir berhubungan dengan hari raya mereka adalah haram, karena dengan mengucapkan selamat berarti kita ikut serta terhadap hari raya yang sedang mereka rayakan.” Tasyabbuh Tasyabbuh adalah menyerupai orang kafir dengan sesuatu yang menjadi kekhususan mereka, seolah-olah itu adalah ciri khas mereka, tidak ada seorang pun yang menyamainya. Artinya, bila seseorang meniru atau menyerupai gaya orang kafir, dan perkara yang ditiru tersebut adalah ciri khas orang kafir, seperti memakai pakaian yang tidak dipakai kecuali oleh orang kafir saja, maka ini disebut tasyabbuh. Bila sebagian umat Islam ada yang menyerupai musuhnya dalam berpakaian dan selainnya, maka hal itu pertanda lemahnya akhlak dan komitmen mereka terhadap agamanya sendiri.” Karena itu, syari’at ini telah menegaskan haramnya menyerupai orang-orang kafir. Sangat banyak dalil-dalil yang menerangkan kaidah yang agung ini di antaranya:
- Al-Qur’an
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَ آءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلِّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Artinya; “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS al- Ma’idah [5]: 48)
Syaikhul Islam Ibnu Rahimahullah Taimiyyah berkata, “Ketahuilah, sangat banyak di dalam al-Qur’an larangan tentang tasyabbuh kepada umat-umat yang kafir dan juga kisah-kisah penuh hikmah untuk meninggalkan jalan dan perbuatan mereka.”
- Al-hadits
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرٍ ضَبُّ لَا تَّبَعْتُمُوهُمْ … قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ
Artinya: “Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga bila mereka masuk lubang dhab (sejenis biawak) niscaya kalian akan mengikutinya.” Kami bertanya, “Apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?!” (shahih, HR. Bukhari da Muslim)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah melarang menyerupai ahli kitab dan selain mereka dari kalangan orang-orang kafir dalam beberapa tempat yang banyak sekali, karena menyerupai mereka dalam perkara yang lahir (tampak) akan membawa pada penyerupaan dalam hal batin. Jika mengikuti suatu jalan maka akan menjadi seperti jalan itu, hingga hati akan menyerupai hatinya juga.”
REFERENSI:
Majalah Al Furqon, DITULIS OLEH: Abu Abdillah Syahrul Fatwa Bin Lukman
JUDUL: Halal Haram Interaksi Nonmuslim
DIRINGKAS OLEH: Ashilah Zahra
BACA JUGA :
Ajukan Pertanyaan atau Komentar