Di Antara Bukti Keimanan Seseorang – Iman yang sempurna merupakan sesuatu terkumpul dari tiga hal, yaitu diyakini di dalam hati, di ucapkan dengan lisan dan di amalkan dengan anggota badan. iman pada asalnya sesuatu yang di imani di dalam hati manusia dan menetapkannya, hanya saja tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan amal shalih, baik berkaitan dengan amalan lisan maupun berkaitan dengan amalan anggota badan. Selain itu iman bisa naik dan bisa turun, iman bisa naik dengan melakukan ketaatan kepada Allah, namun iman juga bisa turun dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Dalam sebuah hadits Dari Abu Hamzah Anas bin Malik rodiyyallahu ‘anhu pelayan Rasulullah shaallahu ‘alahi wasallam dari Nabi shaallahu ‘alahi wasallam, beliau bersabda:
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Artinya: “Tidak beriman (secara sempurna) salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya.’’ (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Penjelasan:
Sabda beliau لا يؤمن أحدكم,” “Tidak beriman salah seorang dari kalian, artinya tidak sempurna keimanan salah seorang dari kita. Bentuk peniadaan dalam hadist ini dalam hal kesempurnaan dan kecukupan, bukan peniadaan pokok keimanan. Jika salah seorang berkata, “ Apa dalil penafsiran kalian yang menyelewengkan makna dari lafadzh aslinya?’’
Jawabnya kita katakan: Dalil kami, bahwa perbuatan tersebut tidak menyebabkan seseorang keluar dari keimanan, dan pelakunya tidak dianggap telah murtad, hanya saja ini adalah bentuk dari nasehat, maka peniadaan di sini dalam hal kesempurnaan iman (bukan iman secara mutlak).
Perbedaan antara Takwil dan Tahrif:
Jika seseorang bertanya: “ Bukankah kalian telah mengingkari takwil dari orang-orang yang suka menakwil?
Jawabnya: kami tidak mengingkari takwil dari orang yang suka menakwil, hanya saja kami mengingkari takwil mereka yang tidak di dasari dalil dari al-Qur’an maupun sunnah, karena penakwilan yang tidak didasari dengan dalil akan mengakibatkan tahrif (penyelewengan), dan tidak lagi sebagai takwil. Adapun takwil yang didasari dalil, maka hal itu termasuk penafsiran makna, sebagaimana Nabi shaallahu ‘alahi wasallam mendo’akan Ibnu ‘Abbas rodiyyallahu ‘anhuma:
اللهم فقهه في الدين وعَلِّمْهُ التأويل
Artinya: ‘’Ya Allah, anugerahkanlah kepadanya kefahaman dalam ilmu agama dan ajarkanlah kepadanya takwil.’’ (HR. Al-Bukhori. No:143, kitab al-Wudhu).
Secara umum kita tidak mengingkari takwil, kita hanya mengingkari takwil, kita hanya mengingkari takwil yang tidak didasari dalil, sehingga kita menyebutnya tahrif (penyelewengan)
Pengertian iman:
Iman menurut bahasa yang benar adalah: penetapan hati terhadap segala yang harus ditetapkannya, bukan pembenaran (tashdiq). Namun terkadang, iman juga bermakna pembenaran jika ada penyerta (qarinah), seperti firman Allah Ta’ala:
فأمن له لوط
Artinya: ‘’Makna Luth membenarkan (kenabian ) nya (kenabian Ibrahim).’’ (QS. Al-Ankabut: 26)
Hal ini berdasarkan salah satu dari dua pendapat, meskipun mungkin saja dikatakan: ‘’ Maka Luth mengimaninya: ”dalam arti tunduk dan patuh kepada Nabi Ibrahim dan membenarkan dakwahnya.
Adapun pengertian iman secara syar’i telah kita bahas ketika mendefinisikannya secara bahasa. Maka barang siapa yang menetapkannya tanpa disertai sikap patuh dan tunduk, ia tidak dikatakan sebagai orang yang beriman. Berdasarkan hal ini, orang-orang Yahudi dan Nasrani bukan orang yang beriman, karena mereka tidak menerima dan tidak tunduk kepada Islam.
Dahulu Abu Thalib (paman Nabi shaallahu ‘alahi wasallam) mengakui kenabian beliau dan mengumumkannya seraya berkata:
لقد علموا أن ابننا لا مكذّب ….. لدينا ولا يعنى بقول الأباطيل
Mereka telah meyakini jika anak kami (Muhammad) tidak pernah berdusta terhadap kami dan tidak pernah dikatakan olehnya perkataan orang-orang yang berdusta.
Selanjutnya ia berkata:
ولقد عملت بأن دين محمد …… من خير أديان البرية دينا
لو لا الملامة أو جذار مسبة ……. لرأيتني سمحا بذاك مبينا
Dan aku telah menyadari bahwa agama Muhammad adalah sebaik-baik agama yang ada di muka bumi.
Kalaulah bukan karena cacian dan celaan niscaya, engkau pasti melihatku menerimanya dengan nyata.
Ini adalah pengakuan yang sangat jelas dan pembelaan terhadap Rasulullah shaallahu ‘alahi wasallam, namun dia bukan seorang yang beriman, karena tidak adanya sikap penerimaan dan kepatuhan, dia tidak menerima dakwah Nabi shaallahu ‘alahi wasallam dan tidak pula menaati perintah beliau, dan akhirnya dia masuk ke dalam neraka. Na’uudzubillaah.
Dan tempat berpangkalnya iman adalah di hati, lisan dan anggota badan. Keimanan ada di dalam hati, lisan dan anggota badan, artinya bahwa perkataan lisan disebut iman, begitu pula amalan anggota badan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وما كان الله ليضيع إيمانكم
Artinya: ‘’Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.’’ (QS. Al-Baqarah: 143)
Dan Nabi shaallahu ‘alahi wasallam bersabda:
الإيمان بضع وسبعون شعبة فأعلاها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
Artinya: ‘’Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang, yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah (amalan lisan), dan yang paling rendah adalah membuang gangguan dari jalan yang dilalui manusia (amalan anggota badan) dan malu adalah cabang dari keimanan (amalan hati)” (HR. Muslim, kitab al-Iimaan, (no: 35 (58))
Adapun pertanyaan bahwa iman tempatnya hanya di hati, dan orang yang menetapkannya (dengan hati) ia telah menjadi orang yang beriman, maka pernyataan ini tidak benar.
Sabda beliau, حتى يحب (Hingga ia mencintai),’’ kata menunjukkan kepada tujuan, يحب لأخيه artinya sampai ia (mencintai untuk saudaranya).’’ Adapun kata يحب (rasa cinta), tidak perlu dijelaskan lagi, karena penafsiran yang panjang akan menyebabkan maknanya menjadi kurang jelas dan malah akan tersamar. Cinta adalah cinta, dan kata ini tidak perlu diperjelas.
Sabda beliau, لأخيه ‘’ (Untuk saudaranya),’’ yang mukmin, ‘’ ما يحب لنفسه (apa yang dicintainya untuk dirinya),’’ berupa kebaikan, menolak keburukan, menjaga kehormatan dan lain-lain.
Disebutkan dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
من أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر، واليأت إلى الناس ما يحب أن يؤتى إليه
Artinya: “Barang siapa yang ingin dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, hendaklah ia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah berbuat kepada manusia dengan apa yang ingin ia perbuat untuk dirinya sendiri”. (HR. Muslim (no. 1844))
Dalil untuk pembahasan kita dari hadits ini adalah sabda nabi, yang artinya: Dan hendaklah berbuat kepada manusia dengan apa yang ingin ia perbuat untuk dirinya sendiri.”
Mungkin itu saja untuk artikel yang saya ringkas, kurang lebihnya saya minta maaf, Semoga bermanfaat ringkas artikel ini baik untuk saya pribadi maupun yang membacanya.
Wassalamu’alaikum
Referensi:
Diringkas dari kitab terjemah “Syarah Arba’in An-Nawawi”, penulis: Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Peringkas: Nensi Lestari Ummu Salma (Pengajar ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits Oku Timur)
BACA JUGA:
Leave a Reply