Bertaubat Sebelum Terlambat (Part 1)

bertaubat sebelum terlambat

Bertaubat Sebelum Terlambat (Part 1)

Hakikat Taubat

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulilah, wa ba’da.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Ta’ala Rabb semesta alam, Dzat yang Maha Esa tidak ada sekutu baginya, Dzat yang memilki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia, Ialah yang telah menciptakan segala sesuatu dan mengistimewakan sebagiannya dari sebagian yang lainnya, sebagaimana Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan yang lainnya. Shalawat dan salam kita haturkan kepada suri tauladan kita Nabi yang mulia Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang telah menyampaikan risalah dari Allah, mengajarkan Al-Qur’an dan hikmah, tidak ada jalan yang menghantarkan ke surga-Nya kecuali telah Beliau perintahkan, dan tidak ada jalan yang menghantarkan ke neraka kecuali telah Beliau peringatkan.

Taubat Menurut Makna Bahasa:

At-Taubah التوبة diambil dari توب satu kalimat yang menunjukkan kepada makna ‘kembali dari maksiat. Kata تَابَ وَ آتَاب berarti ‘berhenti berbuat dosa’. At-Taubah التوبة berarti kembali kepada Allah dengan cara menghentikan kebiasaan bermaksiat dari hati, kemudian melaksanakan semua hak-hak Allah. Kata at-taubah التوبة  dan at-taub الثوب memiliki satu makna, yaitu meninggalkan dosa dengan cara yang paling baik. Oleh karena itu, taubat adalah puncak permohonan maaf dan ampunan untuk menuju kepada kesuksesan.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur:  31).

Kembalilah kalian kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena, itulah konsekuensi keimanan kalian agar kalian sukses di dunia dan akhirat.

Taubat Menurut Istilah Syar’i

Taubat adalah menyesali dosa-dosa masa lalu, bertekad untuk tidak mengulanginya, memperbaiki kewajiban yang telah disia-siakan, menunaikan hak-hak orang lain yang terkait dengan harta benda, menguruskan badan yang gemuk dari harta haram dan harta syubhat dengan kesedihan dan tangisan sehingga badan tinggal tulang-belulang. Kemudian, tumbuh daging baru dari harta yang halal dan badan merasakan perihnya ketaatan sebagaimana dahulu merasakan lezatnya kemaksiatan. Taubat bisa juga diartikan suatu kondisi yang jauh dari Allah kemudian dekat kembali kepadaNya. Itulah yang dimaksud dengan penyesalan sebagaimana hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

النَّدَمُ تَوْبَةً

Artinya: “Penyesalan adalah taubat. ” (shahih, HR. Ibnu Majah dalam sunannya)

Yaitu hati merasa tersayat ketika teringat maksiat, dan keinginan untuk tidak kembali kepada dosa, melepaskan diri dari dosa, menyesali apa yang telah terjadi pada masa lalu, dan keinginan kuat untuk tidak melakukannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Ibnu Qayyim, taubat adalah berlepas diri dari segala bentuk yang dibenci Allah baik secara lahir maupun batin menuju kepada apa yang dicintai Allah baik secara lahir maupun batin yang terangkum dalam Islam, iman dan ihsan. Taubat merupakan proses meninggalkan apa yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai Allah. Bukan hanya meninggalkan apa yang dibenci Allah, karena kalau hanya sekedar meninggalkan apa yang dibenci Allah tanpa kembali kepada apa yang dicintai Allah belum dikatakan bertaubat, sehingga taubat adalah kembali, menghadap dan inabah bukan hanya sekedar meninggalkan apa yang dibenci Allah.

Hakikat Taubat

Taubat berawal dari perbuatan hati sebelum ucapan lisan, dimulai dengan merenungkan keindahan surga beserta pahalanya dan neraka beserta siksaannya. Kemudian menumbuhkan rasa takut kepada Allah, berharap akan Ridha-Nya dan mencintai apa saja yang dicintai-Nya, menyesali dosanya, menahan diri dari maksiat, bertekad kuat untuk tidak mengulangi dosanya dan menutupi kesalahannya dengan berbagai macam ketaatan, Allah Subhanahu Wata’ala:

فَأَمَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَن يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ

Artinya: “Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga Dia Termasuk orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Qashash:  67).

Abu Bakar Ad-Daqqaq berkata, “Hendaknya orang yang bertaubat mengembalikan suatu yang dizalimi, meminta dihalalkan dari pemiliknya dan terus menerus berbuat ketaatan. ” Dan terus bertaubat hingga rasa takut dan harapnya menguat serta berdoa kepada Allah dengan penuh harap dan cemas agar taubatnya diterima, dosanya dihapuskan, dan salahnya dimaafkan. Dia menghayati makna taubat dengan cara menjauhi apa yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia tidak kembali lagi kepada dosanya sebagaimana air susu tidak mungkin kembali lagi ke putingnya. Menyesali semua kesalahan sepenuh hatinya, memohon ampunan secara lisan, menahan anggota tubuh dari berbagai pelanggaran, merealisasikan ketakwaan, berbuat ketaatan dengan berlandaskan cahaya ilmu, mengharap pahala dan takut akan siksa Allah, dan berharap kepada Sang Perkasa, yaitu Allah agar melindunginya dari kejahatan hawa nafsu.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”  (QS. Hud:  112).

Menurut Ibnu Mubarak dan Dzan Nun, taubat memiliki enam tanda:

Pertama, menyesali kesalahan masa lalu.

Kedua, bertekad bulat untuk tidak mengulangi.

Ketiga, menunaikan kewajiban agama yang ditelantarkan.

Keempat, mengembalikan hak-hak yang telah dirampas- nya kepada pemiliknya baik berupa harta atau kehormatan, atau berdamai dengannya.

Kelima, menguruskan badan yang selama ini darah dan dagingnya tumbuh dari barang haram dengan tangisan dan kesedihan, hingga daging dengan kulit lengket kemudian tumbuh daging yang bagus hingga gemuk kembali.

Keenam, dia mencicipkan badan dengan perihnya ketaatan yang sebelumnya telah kenyang dengan lezatnya kemaksiatan.

Siapa yang berbuat maksiat, segeralah bertaubat dengan menyesal, melepas ikatan maksiat, takut berbuat maksiat, dan bertekad secara jujur untuk tidak mengulangi kembali dalam rangka mengagungkan Allah, ikhlas kepadaNya dan takut siksaannya. Jika dosa terkait dengan kezaliman terhadap sesama manusia, ia harus mengembalikan hak-haknya atau meminta dihalalkan dengan menyatakan kepadanya “Maafkan wahai saudaraku, bebaskan wahai saudaraku dari hak-hak ini”. Karena nabi bersabda yang artinya : “Siapa yang mempunyai hutang kedzaliman bagi saudaranya hendaklah minta dihalalkan sekarang sebelum datang suatu hari yang tidak ada dinar atau dirham, jika ia memiliki amal shalih maka diambilkan dari kebaikannya seukuran kedzalimannya, kalau tidak memiliki kebaikan maka diambil keburukan penagihnya dan ditimpakan kepadanya. ” Junaid bin Muhamad berkata, “Taubat mempunyai tiga arti, pertama menyesali dosa seperti sabda Nabi, taubat adalah penyesalan, yaitu dari sikap terus menerus berbuat maksiat secara hati, meninggalkan amalan tercela menuju amalan terpuji, kedua, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya larangan dan melanjutkan maksiat yang ada, dan ketiga mengembalikan segala bentuk kezaliman, baik berupa harta dan darah. ” Oleh sebab itu setiap Muslim wajib memiliki perhatian besar untuk membebaskan diri dari sangkutan hak saudaranya dengan cara mengembalikan atau minta dihalalkan. Jika bentuknya kehormatan, mintalah agar dimaafkan sebisa mungkin, jika tidak memungkinkan atau takut dampak buruknya, maka sebaiknya memintakan ampunan kepada Allah untuknya, mendoakannya, dan menyebut-nyebut kebaikannya yang dia ketahui di majelis tempat ia dulu menyebut keburukannya. Tujuannya, agar keburukan masa lalu menjadi netral dan bersih dengan kebaikan yang terakhir.

Hukum Bertaubat

Setiap Muslim wajib bertaubat dari segala dosa dan maksiat. Bahkan para ulama berijma’ bahwa segera bertaubat dari segala dosa baik dosa besar maupun kecil hukumnya wajib, karena dosa kecil yang diteruskan tanpa taubat bisa berubah menjadi dosa besar.  Imam al-Qurthubi berkata, “Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa taubat hukumnya wajib bagi kaum mukminin. Imam Ibnu Qudamah berkata, “Ijma telah tetap bahwa taubat hukumnya wajib, karena dosa-dosa menghancurkan dan menjauhkan seorang hamba dari Allah sehingga dia wajib segera lari darinya. ” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Seorang hamba senantiasa berada dalam kenikmatan yang perlu disyukuri dan perbuatan dosa yang membutuhkan istighfar. Kedua perkara tersebut lazim bagi seorang hamba untuk selamanya. ” Adapun akibat dosa di akhirat tidak diragukan lagi. Bermacam-macam siksaan dan murka Allah serta api Neraka Jahanam yang menyala-nyala menanti setiap pelaku dosa.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا

Artinya: “Sesungguhnya Neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai.” (QS. An-Naba: 21).

Siapa meninggalkan dosa tanpa diiringi dengan penyesalan, tidak memutuskan mata rantai penyebab dosa, dan tidak beramal dengan amalan yang dicintai Allah, ia dianggap pendusta. Sebagaimana yang dikatakan Fudhail bin Iyadh, bahwa beristighfar tanpa memutuskan mata rantai pemicu maksiat tergolong taubatnya para pendusta.

Dan dia termasuk ke dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Artinya: “Dan siapa berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha:  124)

Ibnu Qayyim berkata, “Siapa yang berpaling dari peringatan-Nya (al-Qur’an) ia akan mengalami sempitnya dada, sulitnya maisyah, ketakutan, tamak, beratnya hidup di dunia dan takut kehilangan dunia baik sebelum maupun sesudah mendapatkan. “

Keutamaan Taubat

Taubat adalah suatu proses awal kembali kepada Allah, Dzat yang menutupi aib dan mengetahui yang ghaib, langkah awal bagi kelompok yang ingin menempuh jalan yang lurus, modal utama orang-orang sukses, jalan pembuka bagi para hamba yang ingin meniti hidayah, kunci pembuka istiqamah di atas kebenaran, pintu masuk kalangan awam menuju derajat Muqarrabin, terutama Nabi Adam dan seluruh utusan Allah. Dan sungguh sangat terpuji bila anak cucu bisa mengikuti jejak para pendahulu mereka, dengan tulus mengakui dosa-dosanya dan bersungguh-sungguh berdoa memohon ampunan, Allah mengajarkan kita sebuah doa di dalam al-Qur’an,

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَسِرِينَ

Artinya: “Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Araf: 23).

Taubat menghantarkan seorang hamba kepada keutamaan, kemuliaan, ketinggian derajat, dan pahala yang sangat besar. Taubat menghapus segala macam dosa. Taubat menuntun pelakunya ke jalan yang lurus untuk menggapai ridha dan cinta Allah, membuka pintu rezeki, menurunkan hujan, dan limpahan berkah dan karunia. “Dan (dia berkata), ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52).

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya beristighfar karena dengan istighfar dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Siapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rezekinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman, ‘Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu.”

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Abu Nujaid Imran bin al-Hushain al-Khuza’i bahwa sesungguhnya ada seorang wanita dari Juhainah yang hamil karena zina dan mendatangi Rasulullah. Dia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah melanggar hukuman had, maka tegakkanlah hukuman atas diriku!” Nabi memanggil wali wanita tersebut dan berkata, “Perlakukanlah dia dengan baik, jika telah melahirkan datangkanlah kepadaku!” Dia melaksanakannya. Kemudian Rasulullah memerintahkan wanita tersebut agar merapatkan pakaiannya dan memerintahkan agar wanita tersebut dirajam. Kemudian beliau menyalatinya. Umar berkata kepada Rasul, “Wahai Rasulullah, engkau menyalatinya, sedangkan dia telah melakukan zina?” Rasul menjawab “Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Jika taubatnya dibagi kepada tujuh puluh penduduk Madinah, maka akan cukup bagi mereka. Apakah kamu menemukan orang yang lebih mulia daripada orang yang secara serius ingin membersihkan dirinya semata-mata karena (mencari ridha Allah)?” Hadits ini memberi pengertian betapa luhurnya taubat di hadapan Allah. Kalau bukan karena taubat, Rasulullah tidak akan menyolati wanita tersebut dan beliau tidak akan mengungkapkan bahwa taubatnya cukup dibagi untuk tujuh puluh penduduk Madinah.

Renungkanlah, dosa apa yang telah diperbuat oleh lisanmu, tanganmu, kakimu, telingamu dan matamu. Bertaubatlah dengan taubat nasuha. Koreksilah dirimu sekarang juga, daripada engkau dikoreksi pada Hari Kiamat, Allah berfirman, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18).

Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata: “Timbanglah diri kalian sebelum (amal) kalian ditimbang, hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Jika kalian mengoreksinya sekarang, akan lebih mudah bagi kalian di Hari Penghisaban nanti. Berbekallah untuk menghadapi ‘ardhul akhbar (pada hari Allah mengajak bicara semua hamba-Nya). Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يَوْمَيذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنكُمْ خَافِيَة

Artinya: “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al- Haqqah: 18).

Saudaraku tercinta, ingatlah, dosa sekecil apapun pasti membawa dampak buruk, menghancurkan harga diri dan merugikan pelakunya baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dampaknya sangat jelas, yaitu terhalang dari ilmu, terhalang dari ketaatan, jauh dari taufik; dekat dengan kehinaan, hilang rasa malu, su’ul khatimah, lenyapnya barokah, bimbang, bingung, sempitnya dada, kegundahan dalam hidup, mengundang musibah, gersangnya hati dan turunnya laknat Allah.

Demikian, semoga bermanfaat.  Wallahu a’lam

Referensi :Ya Allah Ampuni Aku, Bertaubat Sebelum Terlambat, Pustaka Imam Nawawi, Cetakan pertama, Desember 2015 M.

Di ringkas oleh  : Ulfa Salimatun Nisa (Pengabdian Ponpes DQH Oku Timur)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.