BENARKAH RASULULLAH INGIN BUNUH DIRI ?

benarkah rasulullah ingin bunuh diri

Benarkah rasulullah ingin bunuh diri – Dari Ibnu Abbas bahwasannya setelah Rasulullah menerima wahyu di gua Hiro’, beliau tidak lagi melihat Jibril beberapa lama. Beliau pun sangat sedih. Sesekali beliau berangkat ke bukit Tsabir dan kali lainnya ke gua Hiro’. Sampai-sampai beliau ingin bunuh diri dengan melemparkan dirinya dari atas bukit. Saat seperti itu terdengarlah suara dari langit, beliau pun pingsan saat mendengar suara tersebut, begitu siuman, beliau melihat ke atas. Ternyata di sana ada Jibril yang sedang duduk bersila di atas kursi antara langit dan bumi seraya berkata: “Wahai Muhammad, engkau adalah benar-benar utusan Allah subhanahu wata’ala dan saya adalah Jibril. Rasulullah pun pergi dengan tenang, lalu setelah itu turunlah wahyu secara berurutan pada beliau.

DERAJAT KISAH INI

Kisah ini bathil.

TAKHRIJ KISAH INI

Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobagot Kubro. Beliau berkata: “Telah mengkabarkan kepada kami Muhammad bin Umar berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin Muhammad bin Abi Musa dari Dawud bin Hushoin dari Abu Ghothfan bin Thorif dari Ibnu Abbas lalu beliau menyebutkan kisah di atas.

SISI KELEMAHAN KISAH INI

Sisi kelemahan kisah ini dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sanad dan matan:

  1. Sisi Sanad

Dalam sanad kisah ini terdapat dua cacat:

Pertama: Muhammad bin Umar al-Waqidi.

  • Zakariya as-Saji berkata: “Dia tertuduh berdusta”
  • Imam Syafi’i berkata: “Semua kitab al-Waqidi dusta”
  • an-Nasa’i rohimahullah berkata: “Orang yang dikenal sebagai pendusta atas nama Rasulullah ada empat, yaitu: al-Waqidi di Madinah….”
  • Ibnu Adi rohimahullah berkata: “Hadits-haditsnya tidak dikenal, sisi lemahnya adalah dari dia.”
  • Ibnul Madini rohimahullah berkata: “Dia mempunyai dua puluh ribu hadits yang tidak ada asal usulnya.”
  • Ishaq bin Rohawaih rohimahullah berkata: “Menurutku dia pemalsu hadits.” (Lihat Tahdzibut Tahdzib oleh al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahullah)
  • Imam adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal berkata: “Ulama bersepakat atas kelemahan al- Waqidi.”

Kedua: Ibrohim bin Muhammad bin Abu Musa.

Dia juga tidak jauh berbeda dengan al-Waqidi, bahkan lebih parah. Di antara perkataan ulama atasnya sebagai berikut:

  • al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Dia orang yang ditinggalkan haditsnya.” Dan dalam Tahdzib Tahdzib beliau juga menyebutkan ucapan para ulama Jarh wat Ta’dil yang mencelanya, sehingga hampir merupakan kesepakatan mereka bahwa dia seorang pendusta.
  • Bisyr bin Mufadhol berkata: “Aku bertanya kepada ulama Madinah tentang dia, mereka semuanya menjawab bahwa dia seorang pendusta.”

Lalu bagaimana dengan riwayat ini yang terdapat dalam shohih al-Bukhori pada kitab Ta’bir setelah beliau menyebutkan kisah awal mula turun nya wahyu pada Rasulullah yang insya Allah kita sebutkan di akhir pembahasan:

وَفَتَرَ الْوَحْىُ فترَةً حَتَّى حَزِنَ النَّبِيُّ فِيمَا بَلَغَنَا حُزْناً غَدَا مِنْهُ مِرَارًا كَيْ يَتَرَدَّى مِنْ رُءُوسِ شَوَاهِقِ الْجِبَالِ، فَكُلَّمَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ لِكَيْ يُلْقِيَ مِنْهُ نَفْسَهُ، تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ حَقًا.  جَأْشُهُ وَتَقِرُّ نَفْسُهُ فَيَرْجِعُ، فَإِذَا طَالَتْ عَلَيْهِ فَتْرَةُ الْوَحْيِ هَذَا لِمِثْلِ ذَلِكَ، فَإِذَا فَيَسْكُنُ لِذَلِكَ أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ

Artinya:

“Dan terputuslah wahyu sehingga Rasulullah merasa sedih sesuai dengan apa yang sampai kepada kami beliaupun pergi beberapa kali untuk menjatuhkan diri dari puncak gunung. Sesampainya beliau di puncak gunung untuk menjatuhkan diri, Jibril pun nampak seraya berkata: “Sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah Rasulullahpun kembali tenang dan beliau pulang kembali. Namun setiap kali wahyu terputus lama, maka beliau berbuat yang sama, sehingga saat sudah di puncak gunung Jibril pun nampak lagi dan mengatakan yang sama seperti sebelumnya.”

Untuk menjawab masalah ini, marilah kita simak keterangan Syaikh Ali Hasyisy dalam majalah at-Tauhid Mesir dalam rubrik Kisah Tak Nyata dengan diringkas-:

Banyak yang salah dalam memahami kisah ini, sehingga ada sebagian orang yang naik mimbar untuk mencela Imam al-Bukhori. Sebabnya, kenapa beliau memasukkan kisah ini dalam kitab shohihnya. Orang semacam ini sama sekali tidak mengetahui kedudukan Imam al-Bukhori rohimahullah.

Suatu ketika Imam Muslim rohimahullah datang kepada Imam al-Bukhori lalu mencium kepala beliau, kemudian bertanya tentang beberapa hadits dan disebutkan cacatnya, setelah itu Imam Muslim berkata: “Tidak ada yang membencimu kecuali orang yang hasad, wahai gurunya para guru, wahai penghulunya ahli hadits, wahai tabib cacatnya hadits. Lalu bagaimana permasalahan yang sebenarnya?” Jawabnya, sebenarnya yang beliau lakukan dengan mencantumkan kisah tersebut adalah untuk menunjukkan kelemahannya. Karena kisah ini banyak disisipkan oleh sebagian orang pada kisah yang sebenarnya. Hal ini telah dibahas dengan sangat bagus oleh al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahullah merangkan hadits ini.”

Syaikh al Albani rohimahullah saat membantah al-Buthi dalam Fiqh Sirohnya berkata: “Dari keterangan di atas diambil kesimpulan bahwa tambahan (maksud beliau tambahan kisah keinginan buruh diri, yang terdapat dalam shohih al-Bukhori rohimahullah punyai dua cacat:

Pertama: Hanya Ma’mar yang meriwayatkannya, padahal tidak diriwayatkan oleh Yunus dan Aqil. Karenanya ini adalah riwayat yang syadz (aneh).

Kedua: Riwayat ini mursal dan terputus dua rowi sekaligus (mu’dhol) karena yang mengatakan dari apa yang sampai kepada kami adalah az-Zuhri. Sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahullah.

Inilah yang tidak diketahui oleh al-Buthi, dengan kebodohannya dia menyangka bahwa setiap huruf yang terdapat dalam shohih al-Bukhori itu sesuai dengan syarat imam al-Bukhori untuk tidak memasukkan ke dalam kitab beliau kecuali yang shohih saja. Dia tidak membedakan antara riwayat imam al-Bukhori yang bersambung sanadnya dengan yang tidak.

  • Sisi Matan

Adapun jika ditinjau dari sisi matan kisah, maka akan semakin jelas kelemahannya. Bagaimana mungkin Rasulullah berfikir dan berusaha bunuh diri, padahal Beliau adalah seorang yang ma’shum dan terjaga dari kesalahan, sedangkan bunuh diri adalah sebuah dosa yang sangat besar. Dsebutkan dalam hadits nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمَّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

Artinya:
“Dari Abu Huroiroh berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebilah besi, niscaya besi tersebut nanti akan dia gunakan untuk menusuk-nusuk perutnya di neraka jahanam selamanya, barang siapa yang meminum racun untuk bunuh diri, niscaya dia pun akan meminumnya di neraka jahanam selamanya, barang siapa yang menjatuhkan diri dari gunung untuk bunuh diri, niscaya dia pun akan jatuh dari gunung di neraka jahanam selamanya.” (HR. al- Bukhori dan Muslim)

KISAH YANG SEBENARNYA

Kisah ini berhubungan dengan asal mula turun- nya wahyu pada Rasulullah tanpa tambahan di atas.

Imam al-Bukhori dan imam Muslim rohimakumallah meriwayatkan dari Aisyah rodhiallahu’anha berkata: “Wahyu Rasulullah yang pertama kali adalah mimpi yang baik saat tidur, tidaklah beliau mimpi melihat sesuatu kecuali menjadi kenyataan saat pagi harinya. Kemudian beliau dijadikan senang menyendiri, beliaupun menyendiri di gua hiro’ beberapa waktu untuk beribadah dan pulang untuk mengambil bekal. Sehingga datanglah malaikat saat beliau di gua hiro’ seraya berkata: ‘Bacalah.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab: ‘Saya tidak bisa membaca.’ Malaikat itu pun mendekapku sampai aku merasa capek, baru dilepaskan. Dia pun berkata lagi: ‘Bacalah.’ ‘Saya tidak bisa membaca.’ Jawab Rasulullah lagi. Malaikat itu pun mendekapku kedua kalinya sampai aku merasa capek, baru dilepaskan. Lalu dia berkata:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Robbmu yang men- ciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Robbmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuin- ya.” (QS. al-‘Alaq [96]: 1-5)

Rasulullah pun pulang gemetaran. Beliau masuk menemui Khodijah rodhiallahu’anha binti Khuwailid seraya berkata: “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Khodijah rodhiallahu’anha pun menyelimuti beliau sehingga hilang rasa takutnya. Lalu beliau mengabarkan kepada Khodijah rodhiallahu’anha peristiwa yang terjadi. Beliau berkata: “Saya takut pada diriku sendiri.” Khodijah rodhiallahu’anha menimpali: “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu. Engkau menyambung tali silaturrohim, menanggung beban orang lain, membantu orang miskin, memuliakan tamu, menegakkan kebenaran.”

Khodijah rodhiallahu’anha pun membawa beliau menemui Waroqoh bin Naufal, saudara sepupunya. Pada zaman jahiliah, beliau (Waroqoh) seorang Nasrani, serta biasa membaca kitab berbahasa Ibrani dan pernah menulis injil dengan bahasa Ibrani. Saat itu beliau sudah sangat tua dan buta. Khodijah rodhiallahu’anha  berkata kepadanya: “Wahai saudara sepupuku, dengarkanlah apa yang disampaikan oleh anak saudaramu.” Waroqoh berkata: “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat? Rasulullah pun menyampaikan apa yang beliau lihat. Waroqoh berkata: “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Musa ‘alaihis salam. Andai saja saya masih hidup saat kaummu mengusirmu.” Rasulullah pun bertanya: “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab: “Tidak ada seorang pun yang membawa apa yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Jika saya menemui saat itu sungguh saya akan membelamu dengan gigih.” Ternyata tidak selang lama Waroqoh pun meninggal dunia.” (Silsilah adh Dhoifah: 1052, Difa’ an Hadits Nabawi al- Albani: 1/42, Tahdzirud Da’iyah min Qoshosh Wahiyah oleh syaikh Ali Hasyisy).

Wallohu ‘alam.

Sumber :

Majalah Al-Furqon Edisi. 7 Tahun ke 9Shofar 1431 H (Januari/Februari 2010)

Baca Juga:
Webinar Pendidikan Ponpes DQH Santri Tangguh, Berani Berubah dan Siap Sukses!
Tonton juga:
Nasihat untuk Para Pendidik – Ust Said Yai Ardiansyah, M.A.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.