Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Akhirnya Diapun Mengucapkan Syahadat

oleh: Ust. Mukhtar Arifin Lc.

Kebahagiaan adalah perkara yang selalu dicari di mana saja. Semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia seluruhnya untuk mencapai kebahagiaan.

Bahkan tidak sedikit pula yang menempuh jalan-jalan yang menyelisihi syariat dan menyimpang dari agama demi untuk menggapai apa yang disebut kebahagiaan.

Untuk itulah maka sudah sepantasnya untuk mengetahui di antara jalan kebenaran yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan yang tidak semu semata.

  • Tauhid adalah sumber kebahagiaan.

     Salah satu di antara jalan menuju kebahagiaan yang haqiqi adalah dengan menguatkan tauhid yang ada dalam hati. Alloh berfirman:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Alloh dengan sesuatu yang Alloh sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imron : 151).

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Qurthubi berkata: “Firman Alloh “Disebabkan mereka mempersekutukan Alloh” adalah sebuah alasan, yaitu bahwa sebab ditimpakannya rasa takut ke dalam hati-hati mereka adalah kesyirikan mereka” (Al-Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân, V/357).

Dengan demikian, maka hilangnya kesyirikan dari dalam hati adalah merupakan sumber keamanan dan pangkal kebahagiaan seseorang.

Surat Al-Fatihah adalah surat yang senantiasa diperintahkan untuk dibaca setiap roka’at dalam sholat. Bahkan apabila seseorang melakukan sholat akan tetapi dia sengaja meninggalkan bacaan surat ini, maka sholatnya tidak sah.

Dalam surat tersebut terdapat firman Alloh subhanahu wa ta’ala :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Tunjukilah Kami jalan yang lurus, . (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah : 6-7).

           Salah satu faidah dan pelajaran yang terkandung dalam dua ayat yang terakhir dari surat ini adalah bahwa orang yang berada di atas jalan Alloh, berada dalam kenikmatan dan kebahagiaan.

           Syaikh Utsaimin berkata: “Dalam firman Alloh subhanahu wa ta’ala ini:

صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menempuh jalan ini, berada dalam kenikmatan, kebahagiaan, dan kelapangan hati. Hal itu ditunjukkan oleh firman Alloh subhanahu wa ta’ala :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً، وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl: 97).

         Barangsiapa yang termasuk dalam golongan orang-orang yang menempuh jalan itu, maka dia berada dalam kenikmatan, meskipun dalam kesempitan ditinjau dari kehidupan duniawinya dalam hal kenikmatan badan. Hal itu karena kenikmatan agama ini menjadikan seseorang selalu dalam kelapangan dada dan ketenangan hati”. (Ahkâm min Al-Qur’an Al-Karîm, hal. 37-38).

Oleh karena itu, tidaklah heran tatkala Syaikhul Islam berkata:

“Apakah yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Aku, surgaku dan tamanku berada di dadaku. Apabila aku pergi, maka ia bersamaku, tidak terpisah dariku. Sesungguhnya penjaraku (yaitu apabila aku dipenjara-pen) itu adalah kholwah (menyendiri), terbunuhku adalah (diharapkan) mati yang syahid dan diusirnya aku dari negeriku adalah merupakan tamasya.” (Al-Wabilush Shoyyib, hlm. 46).

       Rasulullah telah menjelaskan bahwa dunia adalah penjara bagi kaum mukminin. Hal itu telah dijelaskan dalam hadits:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ.

“Surga itu adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir”. (HR. Bukhori dan Muslim).

     Berkaitan dengan hadits ini, Imam Al-Munawi mengatakan: “Dunia” maksudnya yaitu kehidupan dunia, “Penjara bagi orang mukmin” yaitu dibandingkan dengan kenikmatan abadi yang telah Alloh persiapkan di akhirat. “Surga bagi orang Kafir” yaitu dibandingkan dengan adzab neraka jahim yang telah berada di depan mereka”. (Faidhul Qadîr III/546).

         Para ahli sejarah menjelaskan bahwa Al-Hafizh Ibnu Hajar ketika beliau menjabat sebagai pimpinan para Qadhi (hakim), beliau pada suatu hari melewati sebuah pasar dalam iring-iringan yang besar dan dalam keadaan yang indah. Lalu ada seorang Yahudi yang menghadang beliau. Orang itu adalah seorang penjual minyak panas sedangkan pakaiannya berlumuran dengan minyak. Keadaannya sangat jelek dan menjijikkan, lalu dia memegang tali kendali keledainya.

Orang itu berkata: “Wahai Syaikhul Islam, engkau mengaku bahwa Nabimu telah mengatakan:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Surga itu adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir”.

Penjara apakah yang sedang engkau jalani sekarang ini dan surga apakah yang sedang aku alami sekarang ini?”

  • Al-Hafidz menjawab: “Aku dibandingkan dengan kenikmatan yang telah disiapkan oleh Alloh di akhirat adalah seakan-akan aku sekarang sedang berada di penjara. Sedangkan engkau, dibandingkan dengan adzab yang pedih yang disiapkan oleh Alloh pada hari akhirat adalah seakan-akan engkau sedang berada di dalam surga”.

Mendengar jawaban dari Al-Hafidz ini, maka orang yahudi ini pun masuk Islam. (Faidhul Qodîr III/546). (Kisah ini juga telah dinukil oleh Jasim Al-Fuhaid Ad-Dausari dalam pendahuluan tahqiq kitab Ma’rifatul-Khishôlul Mukaffiroh Li Adz-Dzunûb Al-Muqoddamah wa Al-Mu-akhkhoroh, karya Al-Hafidz, hlm. 14 dan Syaikh Utsaimin dalam kitab Al-`Ilmu, hlm. 41-42 ).

Semoga Alloh memberi kita semua taufiq untuk dapat meraih kebahagiaan dan kemenangan di dunia dan di akhirat. Amiin Ya Robbal lamîn.

 

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 03 Tahun 02

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.