Adab-Adab Orang Yang Berhutang – Sebelum meminjam barang atau uang kepada orang lain, maka orang yang berhutang harus mengetahui adab-adab dalam berhutang sehingga muamalahnya dengan orang lain menjadi baik dan tidak ada pihak yang dirugikan. Di antara adab tersebut ialah sebagai berikut:
1. Orang yang berhutang harus meluruskan niat dan tujuannya dalam berhutang
Orang yang berhutang harus memiliki niat yang baik dan benar dalam tujuannya berhutang tersebut, misalnya ia berhutang dengan tujuan membayar biaya rumah sakit untuk merawat anaknya. Atau ia berhutang karena tidak sanggup membayar iuran sekolah anaknya. Atau ia tidak mampu memberi nafkah karena memang pada waktu itu ia tidak mempunyai uang. Maka yang seperti ini tidak apa-apa.
2. Tidak berhutang kecuali dalam kondisi darurat
Ada juga orang yang berhutang tujuannya tidak baik. Misalnya ia memiliki hutang kepada si A lalu ia pinjam lagi ke si B untuk menutupi hutangnya kepada si A. Ini tidak benar. Seharusnya ia mau bersusah payah bekerja dan mencari nafkah untuk membayar utangnya. Bukan mencari utang dari orang lain untuk menutupi utangnya, yang diistilahkan dengan “Gali lobang tutup lobang”. Seharusnya ia melunasi utang yang pertama dan bersunguh-sungguh mencari nafkah untuk keluarga dan melunasi hutang-hutangnya. Dan ia harus berniat untuk tidak berhutang lagi kepada orang lain.
Ada sementara orang yang berhutang kepada temannya yang kaya yang tujuannya supaya dibebaskan, Ian mengharapakan belas kasihan dari temannya yang lain kaya tersebut, yang akhirnya si temannya itu mau membebaskan hutangnya. Hal ini tidak dibenarkan dalam Islam.
Seorang mukmin tidak boleh mencari belas kasihan dari manusia, akan tetapi dia mengharap rahmat,kasih sayang, hanya kepada dari Allah Ta’ala, karena ia diciptakan oleh Allah Ta’ala dalam keadaan merdeka dan mulia, jangan sampai dihinakan oleh orang lain. Jadi jangan sampai kita berhutang kepada orang lain, agar orang lain itu merasa belas kasihan kepada kita.
Terkadang ada orang yang berteman dengan orang kaya agar diberi uang oleh temannya yang kaya itu. Dan terkadang ia pura-pura pinjam, dia berharap supaya nantinya dibebaskan. Orang seperti ini tidak mempunyai ‘izzah (kemuliaan) dan bahkan ia menghinakan diri. Orang Islam itu mulia dan tidak boleh menghinakan diri kepada orang lain. Dan sangat disayangkan hal ini terjadi juga pada penuntut ilmu, dan juga pada sebagian da’i, di mana ia hanya senang bergaul dengan orang kaya dengan tujuan agar dapat mudah meminjam uang atau bahkan agar diberikan uang secara cuma-cuma.
Sikap yang mulia ialah kita meminjamkan kepada orang lain dalam kondisi darurat (terpaksa) dan kita menggantinya dengan hasil usaha kita sendiri karena Islam menganjurkan kita untuk berusaha, tidak boleh mengharapkan sesuatu kepada manusia. Karena meminta-minta kepada manusia dalam syariat Islam hukumnya haram, kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa).
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
لا يزال الرجل يسأل الناس، حتى يأتي يوم القيامة ليس في وجهه نزعة لحم
Artinya: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.”(Muttafaqun ‘alaihi: HR. Al-Bukhari(no.1474) dan Muslim(no.1040(103-104)).
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
من سأل الناس أموالهم تكثرا، فإنما يسأل جمرا فايستقلوأو ليستكثر
Artinya: “Barangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.” . ”(Shahih :HR. Muslim(no.1041),Ahmad(II/231),Ibnu Majah(no.1838), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf(no.10767), al-Baihaqi(IV/196), Abu Ya’la(no.60610), dan Ibnu Hibban (no.3384-at-Ta’liiqaatul Hisaan).
Diantara contoh tujuan yang tidak baik dalam berhutang, yaitu seseorang yang berhutang dengan tujuan untuk bersenang-senang. Padahal ia memiliki uang, barang, dan segala macamnya, tetapi ia sengaja pinjam kepada orang lain atau dengan istilah lain “Nambah Modal” akhirnya uang orang tidak kembali. Atau berhutang dengan tujuan untuk bermewah-mewah, seperti orang-orang yang berhutang mobil sepeda motor, atau yang lainnya padahal dia belum membutuhkannya dan juga kondisinya tidak mampu untuk membayarnya.
Seorang muslim harus hidup qana’ah (merasa puas dengan rezeki yang ada). Jika barang dagangan masih ada kita teruskan dagangan kita, jangan tambah modal kemudian menjadi tambahan beban utang kita. Sebab, kalau kita mati, jiwa kita tergantung dan ahli waris kita menjadi terbebani dengan utang kita. Begitu juga dengan masalah kendaraan dan lainnya, kalau sangat terpaksa maka boleh berhutang.
Oleh karena itu, janganlah seseorang berhutang kecuali untuk suatu kebutuhan yang sangat mendesak bagi kehidupannya. Jangan berhutang untuk sesuatu yang bukan kebutuhan pokok dan dan jangan pula berutang untuk meraih maksud yang diharamkan dalam syari’at.
3. Berniat melunasi hutangnya
Jika orang yang berhutang mempunyai tekad dan niat untuk membayar hutang, niscaya Allah ta’ala akan membantunya untuk melunasi hutang tersebut. Jika tidak, maka Allah pun tidak akan membantunya untuk membayar hutangnya. Orang yang berhutang dan berniat tidak membayarnya maka ia telah berdosa, usahanya akan hancur, dan tidak diberikan keberkahan oleh Allah سبحانه وتعالى .
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه،ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله
Artinya: “Barangsiapa meminjam harta orang lain dengan niat melunasinya niscaya Allah akan melunasinya, untuknya. Dan barang siapa meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya (tidak melunasinya) niscaya Allah akan memusnahkan dirinya.” (Shahih: HR. Al-Bukhari (no.2387), dari Abu Hurairah).
4. Berusaha untuk berutang kepada orang yang kaya/ mampu dan baik
Apabila seseorang berutang kepada seorang yang kaya atau mampu dan baik, niscaya dirinya akan merasa tenang karena terhindar dari penghianatannya. Orang itu tidak akan merusak nama baik orang yang berhutang atau menyebarkan hutang tersebut, atau mengungkit-ungkit pemberiannya. Sementara apabila seseorang berhutang kepada seorang yang tidak baik, maka ia tidak akan merasa aman dari sikap-sikap tersebut.
5. Berutang sesuai kebutuhan
Seorang muslim janganlah meremehkan masalah hutang karena bisa jadi seseorang meninggal dunia dalam keadaan berhutang. Itu artinya masih ada hak orang lain yang masih ia pikul dan harus dibayar. Oleh karena itu, usahakan untuk meminimalkan utang, yaitu berutang sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Contohnya, apabila seseorang membutuhkan uang sebesar Rp10.000, maka jangan berutang Rp15.000 atau Rp20.000 sebab hal itu lebih ringan untuk dipikul dan lebih memungkinkan untuk dilunasi.
6. Wajib memenuhi janji dan berkata jujur serta baik kepada orang yang meminjamkan uang atau barang kepada kita
Orang yang telah memberikan pinjaman uang kepada kita dengan cara yang baik maka kita harus membayarnya dengan cara yang baik pula. Karena sangat banyak terjadi di dimana orang yang mendapatkan kesulitan dan kesusahan ekonomi lalu datang kepada temannya untuk meminjam uang dan temannya memberikan kemudahan dengan memberikan pinjaman uang tersebut, tetapi pada saat datang masa pembayarannya dan temannya menagih maka ia sangat susah sekali ditagih dan tidak pernah tepat kalau berjanji bahkan sering bohong.
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
ياأَيُهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوۤا۟ أَوفُوا۟ بِٱلعُقُودِۚ
Artinya: “Orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji…” (QS. Al-Maidah: 1)
7. Wajib membayar hutang tepat waktu dan tidak menundanya
Orang yang berhutang maka wajib membayar utangnya tersebut tepat pada waktunya dan tidak menundanya, baik kepada saudara, karib kerabat, teman dekat, atau yang lainnya. Jangan sampai mempunyai pemikiran karena ia pinjam ke teman dekat maka ia tidak usah membayarnya. Ini tidak boleh. Sekecil apapun utangnya harus dibayar. Dan membayar utang adalah amanah, sedangkan Allah ta’ala mewajibkan kita menunaikan amanah dan janji.
Allah berfirman صلى الله عليه وسلم :
يآ أَيُهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَوفُوا۟ بِٱلعُقُودِۚ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji…” (QS. Al-Maidah: 1)
إِنَّ ٱللَّهَ يأمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰۤ أَهلِهَا وَإِذَا حَكَمتُم بَينَ ٱلنَّاسِ أَن تَحكُمُوا۟ بِٱلعَدلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يعِظُكُم بِهِۦۤۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَا بَصِيرا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu mu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58).”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لو كان لي مثل أحد ذهبا ما يسرني أن لا يمر علي ثلاث وعندي منه شيء إلا شيء أرصده لدين
Artinya: “Seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, maka tidak membuatku senang berlalunya 3 hari atas ku, sedangkan pada ku ada sedikit darinya, kecuali sedikit yang aku persiapkan untuk membayar hutang.” (Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2389)).
Hutang wajib dibayar dengan segera, tidak ditunda-tunda karena kalau tidak dibayar maka jiwanya akan tergantung, meskipun orang tersebut mati syahid.
Jika ada orang yang tidak mau bayar hutang dan susah pada saat ditagih padahal dia mampu, maka langkahnya sebagai berikut:
1. Ditagih dan terus ditagih serta diingatkan dengan cara yang baik.
2. Jika belum juga dapat membayar maka di ingatkan dengan ancaman dan boleh juga disita barangnya.
3. Boleh juga dirusak nama baiknya, dipenjara, dan dikatakan bahwa ia adalah orang yang dzolim dan jelek adabnya dalam melunasi hutang.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
مطل الغني ظلم
Artinya: “Menunda-nunda (pembayaran utang) dari orang yang mampu adalah kedzoliman.” (Shahih: HR.Al-Bukhari (no. 2287) dan Muslim (no.15.64)).
Hadits diatas memberikan pelajaran kepada kita bahwa:
1. Haram hukumya bagi orang yang kaya dan mampu, menunda-nunda pelunasan hutang yang harus dilunasi ya, karena itu termasuk kedzoliman.
2. Wajib hukumnya melunasi hutang meskipun kepada orang kaya. Statusnya sebagai orang kaya bukanlah alasan untuk menunda-nunda pembayaran haknya.
3. Penangguhan hutang dari orang mampu menyebabkan ia berhak dicela dan dikecam serta dijuluki sebagai orang dzolim dan buruk pelunasannya, dan hal itu tidak termasuk ghibah.
8. Memberi kabar kepada orang yang memberi hutang jika belum mampu membayar
Hendaklah orang yang berutang memberi kabar kepada orang yang memberikannya utang, apabila telah jatuh tempo dan ia belum sanggup membayarnya dan meminta agar dapat memberikannya tempo lagi dan bersabar menunggu sampai yang berhutang ada kemampuan untuk membayar atau melunasinya. Sama seperti pertama kali ia meminjam jam dengan sangat berharap dan menghubunginya lewat telepon atau SMS atau yang lainnya, maka pada saat tidak mampu membayar dalam memberi tahu u kepada orang yang mengutangkan. Ketika pinjam mendatangi rumahnya, dan ketika tidak mampu bayar pun harus datang ke rumahnya untuk memberi kabar bahwa ia belum mampu membayar dan ucapkan kalimat yang baik, sopan, dan beradab, atau kalau jauh di luar kota ia berusaha untuk menelponnya dengan cara yang baik.
Dengan cara demikian pemberi utang akan mengetahui kondisi orang yang berutang sehingga ia berkenan memberikan tenggang waktu lagi. Tidak boleh berpura-pura lupa karena dapat menimbulkan mudharat (bahaya) untuk dirinya sendiri dan orang yang memberikan utang. Bisa jadi orang yang memberi pinjaman mempunyai prasangka yang jelek atau ia menagih dengan paksa titik terkadang pula ia mengeluhkan kepada orang lain perbuatan orang yang menunda pembayaran utang tersebut titik yang berakibat namanya menjadi jelek.
9. Orang yang berhutang harus mencari jalan keluar untuk melunasi utangnya
Hutang adalah amanah yang wajib dibayar. Yang terbaik ialah musyawarahkan dengan istrinya atau keluarganya untuk mencari jalan keluar agar dapat melunasi utangnya tersebut disamping ia tetap memohon kepada Allah ta’ala, agar ia dapat melunasi utangnya.
Utang tetap utang meskipun orang yang meminjamkan tidak menagih, tetap statusnya adalah Ya harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya yang terus-menerus berdoa siang dan malam agar Allah memberikan jalan keluar dan karunia-Nya yang luas agar ia dapat segera membayar utang-utangnya. Seorang hamba harus ingat bahwa Allah maha kasih dan sayang kepada hamba-hamba-Nya dan mengabulkan doa hamba-Nya.
Seorang muslim tidak boleh putus asa dari rahmat Allah yang sangat luas. Tidak boleh ia melarikan diri dari tanggung jawab hutangnya titik putus asa dalam hidup ini tidak ada manfaatnya bahkan dosa besar. Ingat, putus asa adalah dosa besar dan sesat.
Allah ta’ala berfirman :
(قَالَ وَمَن يقنَطُ مِن رَّحمَةِ رَبِّهِۦۤ إِلَّا ٱلضَّاۤلُّون)
Artinya: “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56).”
Diantara doa yang di ajarkan Nabi صلى الله عليه وسلم agar kita dapat melunasi hutang ialah:
اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن، والعجزوالكسل، والبخل والجبن، وضلع الدين، وغلبة الرجال
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kesusahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, sifat kikir, pengecut, lilitan utang, dan dikuasai orang lain.” (Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6363)).
اللهم اكفني بحلالك عن حرامك، وأغنني بفضلك عمن سواك
Artinya: “Ya Allah, aku dengan rezeki-Mu yang halal (hingga aku terhindar) dari yang haram. Cukupilah aku dengan karunia-Mu (hingga aku tidak minta) kepada selain-Mu.” (Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 35630 dan Ahmad (1/153) dari ‘Ali bin Abi Thalib).
10. Mendoakan kebaikan untuk orang yang meminjamkan sesuatu kepada kita dan berterima kasih kepadanya
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
من صنع إليكم معروفا فكافئوه، فإن لم تجدوا ما تكافئونه، فادعواله له حتى تروا أنكم قد كافاتمه
Artinya: “Barang siapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu titik jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo’alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.” (Shahih: HR. Ahmad (II/99), Abu Dawud (no. 1672) dan ini lafazhnya, an-Nasa-I (V/82), al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 216), Ibnu Hibban (no. 2400-at-Ta’liqaatul Hisaan), al-Hakim (1/412), dan ath-Thayalisi (no. 2007), dari Ibnu ‘Umar).
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda,
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
Artinya: “Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.“(Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4811), at-Tirmidzi (no. 1954)).
Nabi صلى الله عليه وسلم ketika membayar dan melunasi utang, beliau mendoakan kebaikan dan barakah kepada orang yang meminjamkan kepada beliau.ketika membayar utang beliau membaca doa صلى الله عليه وسلم
بارك الله لك في أهلك وما لك، إنما جزاء السلف الوفاء والحمد
Artinya: “Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu dan pada keluarga dan hartamu. Sesungguhnya balasan salaf (pinjaman) itu adalah pelunasan (dengan sempurna) dan pujian.” (Hasan: HR. An-Nasa’I (VII/314), Ibnu Majah (no. 2424), dan Ahmad (IV.36)).
Diringkas oleh : Dewi Sartika (pengajar di ponpes Darul Qur’an Wal Hadits)
Penulis/Penggarang : Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Judul Buku : “Ruh Seorang Mukmin Tergantung pada Utangnya hingga Dilunasi.”
BACA JUGA :
Leave a Reply