TATA CARA MENGUSAP KHUFF
بِسْم اللَّهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
Penting bagi kita untuk mempelajari agama ini, karena tidaklah Allah adakan agama Islam ini kecuali untuk memberikan kemudahan bagi pemeluknya, sebagimana firman-Nya :
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعَسُرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”[Al-Baqarah : 185]
Mengusap khuff sangat membantu sekali bagi kita, terutama ketika kita sedang bekerja atau sedang safar, dengan mengetahui ilmu tentang mengusap khuff ini, maka kita akan dengan mudah menjalankan dan mengamalkan agama ini, terutama ketika kita hendak bersuci untuk mengerjakan shalat. Jangan sampai karena kemalasan kita untuk belajar membuat kita susah, berat dalam menjalankan dan mengamalkan agama Islam ini.
Sebagai seorang muslim kita harus pupuk semangat belajar, karena belajar menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Rasulullah صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebagaimana sabdanya :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضةٌ عَلَ كُلِّ مُسْلِمِ
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”[1]
- DEFINIS MENGUSAP KHUFF
Al-Khuff adalah sandal dari kulit yang menutupi dua mata kaki (mata kaki adalah dua tulang yang menonjol di kiri dan kanan kaki bagian bawah).
Al-mash secara bahasa adalah masdhar dari kata masaha, yang artinya mengusapkan tangan pada sesuatu. Yang dimaksud dengan mengusap khuff adalah membasahi khuff yang khusus, pada tempat tertentu dan waktu tertentu sebagai ganti dari mencuci kaki di dalam wudhu.[2]
- HUKUM MENGUSAP KHUFF
Imam an-Nawawi رَحِمَهُ الله menjelaskan : “Ulama yang diperhitungkan dalam ijma’ (mu’tabar) telah sepakat tentang bolehnya mengusap khuff ketika safar maupun mukim. Bahkan diperbolehkan bagi seorang wanita yang selalu berada di dalam rumahnya. Demikian pula orang yang lumpuh yang tidak bisa berjalan.
Al-Hasan al-Bashri رَحِمَهُ الله berkata : “Aku diberitahukan oleh 70 orang sahabat Rasulullah bahwa beliau صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengusap kedua khuff.[3]
[1] [HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Albani]
[2] Sifat Shalat & Wudhu Nabi (122), karya Ustad Yazid bin Abdul Qadir Jawas
[3] Syarah Shahih muslim (III/164)
- DALIL – DALIL DISYARIATKAN MENGUSAP KHUFF
- Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dari Saád bin Abi Waqqash رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, dari Nabi صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اِنَّهُ مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ
“Bahwa beliau صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengusap kedua khuff”[4]
- Dari Hammam bin Al-Harits, ia berkata : “Jarir buang air kecil, kemudian dia berwudhu dan mengusap khuffnya. Ketika ditanya : ‘Engkau melakukan hal itu ?’ Ia menjawab : ‘Ya, aku pernah melihat Rasulullah صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ buang air kecil, kemudian beliau berwudhu dan mengusap khuffnya.’”
Al-A’masy berkata : “Ibrahim berkata : ‘Hadits ini membuat mereka bergembira karena keislaman Jarir terjadi setelah turunnya surat Al-Maidah.’”[5]
Imam An-Nawawi رَحِمَهُ الله berkata : “artinya, Allah صُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman dalam surat Al-Maidah :’…maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan basuh kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.’ Jika keislaman jarir lebih dulu dari turunnya surat Al-Maidah, maka haditsnya tentang mengusap khuff bisa jadi Mansukh (dihapus hukumnya) oleh ayat dalam surat Al-Maidah tadi. Namun, ketika kenyataanya keislaman Jarir lebih akhir, maka kita dapat mengetahui bahwa haditsnya dapat di amalkan karena ia berfungsi sebagai penjelas bahwa maksud ayat tersebut bukanlah bagi pemakai khuff. Maka, sunnah menjadi pengkhusus bagi keumuman ayat tersebut. Wallahu a’lam.”[6]
- Dari Ja’far bin Amr, dari Ayahnya رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, ia berkata :
رَأيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى عِمَا مَتِهِ وَخُفَّيْهِ
“Aku melihat Rasulullah mengusap bagian atas sorbannya dan dua khuffnya.“[7]
- SYARAT – SYARAT MENGUSAP KHUFF
Disyaratkan bagi diperbolehkannya mengusap khuff ialah orang yang mengenakan khuff tersebut dalam keadaan suci atau telah berwudhu. Para ulama bersepakat bahwa barangsiapa yang menyermpurnakan thaharahnya lalu memakai khuff, kemudia ia berhadats, maka ia boleh mengusap bagian atas khuffnya itu.[8]
Al-Mughirah bin Syu’bah رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَ berkata : “Pada Suatu malam aku pernah Bersama Nabi صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam suatu perjalanan. Kutuangkan setimba air untuk beliau, kemudian beliau membasuh wajah dan kedua tangannya lalu beliau mengusap kepalanya. Kemudian aku jongkok untuk melepaskan kedua khuff beliau, lalu beliau berkata :
دَعْهُمَا, فَاءِنِّيْ أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ
‘Biarkanlah keduanya, karena aku memasukan keduanya dalam keadaan suci.’ Beliau lalu mengusap keduanya.”[9]
- BATAS WAKTU MENGUSAP KHUFF
Syariat telah menentukan batas waktu mengusap khuff selama tiga hari tiga malam bagi musafir dan sehari semalam bagi orang yang bermukim, dan ini adalah pendapat jumhur ulama.
Dari Ali bin Abi Thalib رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, ia berkata :
جَعَلَ رُسُوْلُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيْمِ
“Rasulullah صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم menentukan tiga hari tiga malam bagi musafir dan sehari semalam bagi yang mukim.”[10]
[4] Shahih HR. Al-Bukhari (no. 202)
[5] Shahih HR. Al-Bukhari (no.387), Muslim (no. 272)
[6] Syarah Shahih Muslim (III/164-165)
[7] Shahih HR. Al-Bukhari (no. 205)
[8] Lihat Al-Ijma’ (no. 15)
[9] Shahih HR. Al-Bukhari (no. 206), Muslim (no. 274 [79])
[10] HR. Muslim (no. 276) dan an-Nasai (I/84)
- PERMULAAN BATAS WAKTU MENGUSAP KHUFF
Dalam hal ini terdapat perselisihan di kalangan para ulama, semua pendapat itu اِنْ شَاءَاللَّهُ benar berdasarkan keilmuan yang mereka miliki dan tidak menyimpang dari syariat. Kita sebagai seorang penuntut ilmu tinggal memilih pendapat ulama mana yang lebih mudah untuk kita amalkan.
Pendapat pertama : “Permulaan awal waktu mengusap khuff dumulai setelah usapan yang pertama setelah hadats. Ini adalah pendapat paling rajih (kuat) berdasarkan zhahir sabda Nabi صَلَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : “Musafir mengusap” dan Orang yang mukim “mengusap”. Tidak mungkin dikatakan “mengusap” kecuali ia benar – benar telah mengusapnya, dan tidak boleh berpaling dari zhahir makna hadits ini dengan tanpa dalil. Wallahu a’lam.”[11]
Sedangkan pendapat yang kedua : “Untuk menghindarkan diri dari keragu – raguan dan lebih berhati – hati, maka sebaiknya kita ambil diawal waktu ketika batal wudhu. Ini bertujuan agar pada saat perhitungan waktunya, kita tidak melewati waktu yang ditentukan. Wallahu a’lam”[12]
Pendapat yang kedua dilandasi dari pendapat Imam As-Safe’i : “Awal waktu mengusapnya ketika ia berhadas setelah memakai kedua khuff, jika dia mengusap dalam keadaan tidak bersafar kemudian dia bersafar atau dia mengusap ketika safar kemudian dia mukim, maka dia sempurnakan orang yang mukim yaitu satu hari.”[13]
Cara menghitung berdasarkan pendapat yang pertama, menghitung waktunya yaitu jika seseorang berwudhu pada shalat zhuhur lalu ia menggunakan khuffnya pada jam 12.00, misalnya ia tetap suci sampai jam 15.00 Ashar, kemudian ia berhadats tidak berwudhu kecuali pada jam 16.00 setelah ashar dengan mengusap khuffnya, maka ia boleh mengusap khuffnya hingga jam 16.00 esok hari jika ia mukim atau hari keempat jika ia musafir. [14]
Cara menghitung berdasarkan pendapat yang kedua, misal seseorang bersuci dari jam 08.00, setelah bersucinya sempurna kemudian ia menggunakan khuffnya, kemudian jam 10.00 ia batal wudhunya dan berwudhu jam 12.00 diwaktu akan melaksanakan shalat zhuhur. Maka cara menghitungnya dimulai dari jam 10.00 samapai jam 10.00 esok harinya jika dia bermukim, jika dia bersafar maka habis waktunya jam 10.00 di hari ketiga .[15]
- BAGIAN YANG DIUSAP DAN TATA CARANYA
Bagian yang disyariatkan untuk diusap adalah bagian atas khuff.
Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, ia berkata :
لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالَمَسْحِ مِنْ أَعْلَامُ, لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى طَاهِرِ خُفَّيْهِ
“jikalau perkara agama ini diputuskan dengan akal maka bagian bawah khuff lebih layak untuk diusap daripada bagian atasnya. Sungguh, aku pernah melihat Rasulullah صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengusap bagian atas khuff beliau.”[16]
Yang wajib dilakukan tentang cara mengusap ialah melakukan apa yang dinamakan mengusap secara umum.
- MENGUSAP KAOS KAKI DAN SANDAL
أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى الْجَوْرَبَيْنِ وَالنَّعْلَيْنِ
“Bahwasannya Nabi صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengusap bagian atas kedua kaos kaki”.[17]
Kaos kaki yang digunakan hendaknya menutupi sampai diatas mata kaki atau area wajib dibasuh dari kaki.[18]
[11] Sifat Wudhu & Shalat Nabi (126) karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
[12] Ustadz Said Yai Ardiyansah, dalam kajian kitab Matan Abi Syuja’
[13] Matan Abi Syuja’
[14] Sifat Wudhu & Shalat Nabi (126) karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
[15] Ustadz Said Yai Ardiyansah, dalam kajian kitab Matan Abi Syuja’
[16] Shahih HR. Abu Dawud (no.162)
[17] Shahih HR. Abu Dawud (no. 159)
- HAL – HAL YANG MEMBATALKAN MENGUSAP KHUFF
Mengusap bisa batal dengan salah satu dari tiga keadaan berikut ini :
- Habisnya waktu mengusap
Karena mengusap memiliki batas waktu yang telah ditentukan, maka tidak boleh memperpanjang waktu yang telah ditentukan.
- Junub
Berdasarkan hadits dari Shafwan bin Asal رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, ia berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا سَفَرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَا لِيَهُنَّ, إلَّا مِنْ جَنَابَةٍ لكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ
“Nabi menyuruh kami jika kami malakukan safar agar tidak melepaskan khuff kami (selama) tiga hari tiga malam karena buang air besar atau kencing atau tidur, kecuali karena janabat.”[18]
- Melepaskannya
Jika ia melepaskan khuffnya sebelum berakhir batas waktunya kemudian ia berhadats, maka ia tidak boleh memakainya kembali untuk mengusap. Karena pada saat itu ia tidak memakainya dalam keadaan suci.[19]
- CARA MENGGUNAKAN KHUFF
Adapun cara menggunakannya adalah sebagai berikut ini :
- Setelah thaharanya sempurna. Tidak boleh setelah membasuh kaki kanan lalu bersepatu kemudian membasuh kaki kiri dan memaki sepatu yang kiri, karena wudhu atau thaharanya belum sempurna.
- Khuffnya harus suci, tidak boleh mengangah / berlobang terlalu besar, sehingga memungkinkan kotoran masuk ke dalam khuffnya
- Kedua khuffnya memungkinkan untuk berjalan diatas keduanya, artinya ketika dipakai untuk berjalan tidak mudah lepas.[20]
Baca Juga Artikel:
Jenis Hasad Haqiqi dan Hasad Majasi
[18] Hasan : HR. Ahmad (IV/239, 240)
[19] Sifat Wudhu & Shalat Nabi (128), Karya Ustad Yazid bin Abdul Qadir Jawas
[20] (dari 1 sd 3) Ustad Said Yai Ardiyansah, dalam kajian kitab Matan Abi Syuja’
Referensi:
- Sifat Wudhu & Shalat Nabi (128), Karya Ustad Yazid bin Abdul Qadir Jawas
- Dalam kajian kitab Matan Abi Syuja’, Ustad Said Yai Ardiyansah,
- Syarah Shahih muslim, Karya imam Nawawi
Disusun Oleh : Ferawan
Leave a Reply