Puasa tidak hanya meninggalkan makan, minum dan jima’, akan tetapi puasa juga meninggalkan perkataan dan perbuatan yang kotor dan keji. Maka dari itu seseorang yang melakukan puasa hendaknya menjaga lisannya dan juga pebuatannya dari perkara keji dan mungkar. Puasa juga di syari’atkan kepada umat-umat terdahulu, dan telah di praktekkan dikalangan para Nabi dan Rasul, serta dikalangan umat-umat mereka.
Allah Subhanahu Wata’ala telah mewajibkan puasa kepada umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam Sebagaimana Dia mewajibkannya kepada umat-umat sebelumnya.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
يا أيها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Perintah yang mewajibkan puasa ramadhan ini turun pada hari senin, bulan Sya’ban, tahun kedua setelah hijrah. Adapun puasa yang disyari’atkan sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam diantaranya;
- Puasa Nadzar
Bahkan puasa ini bisa kita lihat didalam Al-Qur’an dalam surat Maryam, hanya saja puasa Nadzar yang dilakukan oleh Maryam tata caranya berbeda, tidak hanya puasa dari makan dan minum, tapi juga puasa diam dari berbicara kepada manusia.
Allah Subhanahu Wata’aala berfirman;
إني نذرت للرحمن صوما فلن أكلم اليوم إنسيا
yang artinya:
“Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu, jika kamu melihat seorang manusia maka katakanlah; Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.”(QS. Maryam: 26)
Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan, minum, dan berbicara, maka ketika Maryam ditanya tentang siapa Ayah dari putera yang ada di gendongannya. Maka dari itu Maryam tidak menjawab pertanyaan mereka. Maryam hanya menunjuk kepada Nabi Isa Alaihis Salam, anaknya itu, maka nabi Isa yang masih bayi itu pun yang manjawab semua pertanyaan kaumnya.
Sebagaimana dalam lanjutan ayat 28-30 dari surat Maryam; yang artinya:
يا أخت هارون ما كان أبوك امرا سوء وما ماكانت أمك بغيا (28) فأشارت إليه، قالوا كيف نكلم من كان في المهد صبيا (29) قال إني عبد الله، آتاني الكتاب وجعلني نبيا (30)
Artinya:
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat, dan Ibumu bukanlah sekali-kali orang yang berzina, maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.” (QS. Maryam; 28-30)
- Puasa Dawud
Puasa Dawud ini disyari’atkan sejak nabi Dawud Alaihis Salam dan terus berlanjut hingga dalam syari’at nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.Dalam hadits yang shahih, Dari Abdullah bin Amru bin Ash RAdhiyallahu Anhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda;
إن أحب الصيام إلى الله صيام داود وأحب الصلاة إلى الله صلاة داود كان ينام نصف الليل ويقوم ثلثة وينام سدسه، وكان يصوم يوما ويفطر يوما
yang artinya:
Sesungguhnya puasa sunnah yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Dawud, dan Shalat sunnah yang paling dicintai oleh Allah adalah shalatnya Dawud, Beliau tidur separo malam, lalu shalat di sepertiganya, lalu tidur lagi di seperenamnya. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.”(Shahih, HR. Bukhari)
Selain itu, juga ada hadits lainnya yang menegaskan pensyari’atan puasa Dawud; Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Ash:
صم يوما وأفطر يوما، فذلك صيام داود وهو أفضل الصيام
“Puasalah sehari, dan berbukalah sehari, itulah puasanya Nabi Dawud, dan itulah puasa yang paling utama.Abdullah bin Amr berkata:
أني أطيق أفضل من ذلك
“Aku lebih mampu lebih dari itu”, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
لا أفضل من ذلك
“Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu.” (Shahih, HR. Bukhari (6277), Muslim (1159))
- Puasa Asyura
Puasa Asyura termasuk puasa yang diwajibkan ketika di awal islam, bahkan termasuk puasa yang dikerjakan oleh nabi Musa Alaihis Salam.Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga pernah mengerjakannya dan menyuruh kepada para sahabatnya untuk melakukannya.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية وكان رسول الله يصومه فلما قدم المدينة صامه وأمر بصيامه
“Dahulu Quraisy berpuasa Asyuro’ pada masa jahiliyyah, dan Nabipun berpuasa pada masa itu, Tatkala beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa Asyuro’ dan memerintahkan manusia agar untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhan telah diwajibkan, beliau berkata: Bagi yang hendak berpuasa maka silahkan puasa, bagi yang tidak mau puasa, maka juga tidak mengapa.” (Shahih, HR Bukhari (2002) dan Muslim (1125))
Dalam hadits lain, Bahwa Nabi Musa juga berpuasa Asyuro’ sebagai wujud Syukur kepada Allah atas diselamatkannya Bani Isra’il dari kejaran Fir’aun dan Bala Tentaranya. Dari Ibnu AbbasRadhiyallahu Anhuma pernah berkata:
قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم يوم عاشوراء فقال ماهذا، قالوا هذا يوم صالح هذا يوم نجى الهل بني إسرائيل من عدوهم فصامه موسى شكرا، قال فأنا أحق بموسى منكم نحن نصومه تعظيما له
Ketika Nabi tiba di Madinah, dan beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa Asyuro’. Nabi bertanya: Puasa apa ini?, Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah telah menyelamatkan Bani Isra’il dari kejaran musuhnya (Fir’aun dan tentaranya), Maka Musa berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah, ( dan kamipun ikut berpuasa)”. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Kami lebih berhak terhadap Musa dari pada kalian, maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (Shahih, HR Bukhari (2004) dan Muslim (1130))
Rujukan:
Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an Karya Imam Al-Qurthubi
Minhajul Muslim Karya Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri
Penulis: Lilik Ibadurrahman, S.Ud (S1 Alumni STDI Imam Syafi’i Jember)
sangat bermanfaat terimakasih