Urgensi At-Tafaqquh fid Diin. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang masih memberikan kepada kita nikmat sehat wal afiat sehingga kita bisa terus mengaplikasikan rasa syukur kita kepada-Nya, dengan bentuk selalu melaksanakan apa yang Allah dan Rasul-Nya perintah kan kepada kita dan menjauhi serta menahan diri dari apa yang di larang oleh Allah dan Rasul-Nya. Sholawat dan Salam tak lupa kita haturkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi utusan Allah Subhanahu wa ta’ala, penyampai risalah kenabian Islam. Beliau telah menyampaikan amanat ini dengan sebaik-baiknya, dan telah berjuang di jalan Allah dengan tekad yang tak terkisahkan.
Semoga Allah selalu menganugerahkan kepada kita semangat untuk menuntut ilmu dan mendalami agama Islam ini. Karena kita berharap ini merupakan tanda bahwasanya Allah menghendaki kebaikan kepada kita, sebagaimana sabda Rasul-Nya:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِي الدِّيْنِ
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, maka Allah akan menjadikannya paham terhadap agama.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Ya Ayyuhal Ikhwati filllah! Tidak diragukan lagi bahwa agama ini diturunkan kepada Muhammad bin Abdillah sebagai suatu perkara yang agung dan besar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
قُلۡ هُوَ نَبَؤٌاْ عَظِيمٌ (٦٧) أَنتُمۡ عَنۡهُ مُعۡرِضُونَ (٦٨)
“Katakanlah: “Berita itu adalah berita yang besar, 68. yang kamu berpaling daripadanya.” (Shaad: 67-68)
Dan juga firman-Nya,
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ (١) عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلۡعَظِيمِ (٢)
“Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar.” (An-Naba’:1-2)
Maka Al-Quran adalah berita yang besar, agama Islam ini adalah berita yang besar dan pengutusan Muhammad adalah berita yang besar pula. Dan karena itulah wajib bagi semua yang berakal dan memiliki hati nurani yang mengetahui mana yang baik bagi dunia dan akhiratnya, untuk mengetahui poko-pokok agama ini, dan berpartisipasi di dalamnya. Sebagaimana generasi pertama para sahabat juga berpartisipasi.
Dan generasi pertama ketika diperintah mereka langsung patuh, dan ketika dilarang untuk melakukan sesuatu langsung berhenti dan menahan diri. Maka hati mereka diterangi cahaya iman. Dan jiwa mereka dimakmurkan oleh tauhid.
ooo00ooo
Agama ini dijaga melalui sistem periwayatan, yaitu penukilan orang-orang yang adil dari orang-orang yang semisalnya sampai kepada para sahabat generasi pertama yang menimba ilmu dari Nabi yang merupakan penyampai risalah Islam ini. Maka jadilah agama ini suatu warisan yang diwariskan secara turun-temurun, karena warisan para nabi itu adalah ilmu agama, sebagaimana sabdanya,
إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درعما وإنما ورثو العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر.
Jadi, ilmu agama itu adalah warisan para nabi, hal ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama. Bahwa ia adalah sesautu keagungan bagi penuntutnya. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala pun telah mewajibkan kaum muslimin untuk menuntutnya dalam firmannya,
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَٮٰكُمۡ (١٩)
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Muhammad:19)
Dan juga firmanya,
۞ وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ ڪَآفَّةً۬ۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٍ۬ مِّنۡہُمۡ طَآٮِٕفَةٌ۬ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ (١٢٢)
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(At-Taubah:122)
Dan tidaklah diragukan lagi bahwa kekalnya agama ini dan lestarinya, dengan adanya ilmu agama dan penyampainya yaitu para ulama. Jika para ulama tidak ada, maka itulah tanda kehancuran agama ini. Sebagaiamana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنّ اللهَ لاَ يَنْتَزِعُ العَلْمَ انتزاعا- يَنْتَزِعُهُ مِنْ صُدُورِ العُلَمَاءِ لكِنْ يَقْبِضُ العَلْمَ بِمَوْتِ العَُلمَاءِ حَتىَ إِذَا لمَ ْيَبْقَ عَالمِاً اِتّخَذَ نَاسٌ رُؤُوسًا جُهَّالا فَسُئِلُوْا فُأُفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلّوا وَأَضَلّوْا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali cabutan dari dada-dada para ulama. Tapi dengan diwafatkannya ulama. sampai jika tidak bersisa lagi seorang ulamapun maka manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai rujukan. jika ditanya sesuatu mereka berfatwa tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan.”
Oleh karena itu ketika Ibnu Abbas ditanya oleh seseorang ,”Wahai Ibnu Abbas, aku ingin berjihad di jalan Allah.” Maka beliau menjawab,”Bangunlah masjid dan belajarlah dan ajarkanlah ilmu faroidh dan sunnah. Itu lebih afdhol.”
Para ulama pun berpendapat yakni mayoritas dari mereka bahwa menuntut ilmu itu jihad yang paling afdhol, bahkan lebih afdhol dari jihad sunnah yang tidak wajib bagi setiap muslim. karena menjaga agama itu ada dua cara/bentuk:
- Jihad melawan musuh yang menyerang dengan jiwa raga kita.
- Jihad menangkal serangan pikiran dan makar para musuh Allah dan Rasul-Nya yang berusaha menghilangkan ilmu karena dengan hilangnya lmu maka mewabahlah kebodohan dan kesesatan yang menjebar dengan berbagai macam bentuknya.
ooo00ooo
Dan Agama bukan hanya terkait urusan halal dan haram, namun attafaqquh fid din tidak terbatas pada mempelajari fiqh saja. Tapi lebih dari sekedar itu al-fiqh itu memahami, mendapatkan dan belajar agama Allah yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan agama ini memiliki cabang-cabang ilmu yang ulama membaginya menjadi beberapa macam yang kesemuanya masuk ke dalam ilmu agama. Pembagian ini ditujukan untuk menpermudah para penuntut ilmu dalam mengapainya.
Namun, firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُۗ وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ (١٩)
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (Ali Imron: 19)
Dan firman-Nya,
۞ وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ ڪَآفَّةً۬ۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٍ۬ مِّنۡہُمۡ طَآٮِٕفَةٌ۬ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ (١٢٢)
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(At-Taubah : 122)
Yaitu kata ad-diin dan Islam mencangkup semua ilmu yang datang dari Al-Quran dan As-Sunnah. Maka masuklah disitu ilmu tauhid, dan ilmu aqidah. Juga ilmu fiqih terkait halal dan haram. Ilmu akhlaq dan sosial, ilmu hati dan jiwa. Yang semua ilmu itu membuat terhormat orang yang menuntutnya dan menjadikkannya kuat.
Jadi belajar rukun-rukun Islam termasuk ke dalam tafaqquh fid diin, begitu juga belajar rukun-rukun Iman yaitu aqidah termasuk juga tafaqquh fid diin dan sebagainya.
Oleh karena itulah ketika Rasululllah ditanya Malaikat Jibril mengenai perkara Islam, Iman, dan Ihsan. Beliau bertanya kepada Umar mengenai penanya tersebut, kemudian Rasullulah berkata,
إنه جبريل أتاكم يعلمكم أمر دينكم
“Sesungguhnya di adalah Jibril, datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada kalian.”
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa menutut ilmu agama itu merupakan sesuatu yang penting bahkan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Sampai-sampai Malaikat Jibril datang untuk mengajarkan kepada kita rukun Islam, rukun Iman dan Ihsan yang itu adalah aqidah kita yang harus bersumber dari kitab Al-Quran, As-Sunnah dan apa-apa yang ulama sepakat atasnya. Dan mencakup juga mengilmui apa-apa yang dengannya seorang hamba menjadi baik, seperti permasalahan fiqih Ibadah dan sebagainya. Juga meliputi permasalah akhlaq dan sosial.
Oleh karena itulah tafaqquh fid diin diperintahkan, Allah dan Rasul-Nya memotivasi kita untuk mencarinya. Jadi, jika sudah jelas perkara ini maka kita akan menuju pembahasan berukitnya.
oo00oo
Para ulama membagi ilmu agama menjadi beberapa macam demi mempermudah kita dalam mempelajarinya. karena setiap orang memiliki perbedaan dalam hal kebutuhan dan prioritas. Seorang yang sudah berkeluarga berbeda dengan yang masih bujang. Seorang pemimpin berbeda debgan rakyat dan sebagainya.
Maka dari itu, perlulah kita mengetahui pembagian ilmu agama ini. Agar kita bisa medapatkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kita. Karena menutut ilmu itu bukan terkhusus untuk para ulama. Juga bukan hanya untuk para penuntut ilmu saja. Tapi menuntut ilmu agama itu suatu keharusan bagi setiap orang.
Para ulama membagi ilmu agama berdasarkan prioritasnya menjadi dua.
Pertama, ilmu agama yang hukumnya fardhu ‘ain wajib dituntut oleh setiap orang. Yaitu ilmu tentang keyakinan (aqidah) yang tidak ada agama kecuali dengannya. Wajib bagi kita memahami makna dua kalimat syahadat dan tahqiq (realisasi) makna tauhid kepada Allah, baik itu Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa Shifat. Dan mempelajari Rukun Iman secara global pada perkara yang memang tidak dirinci dan secara rinci pada perkara yang memang dirinci pada setiap setiap apa yang dikhabarkan oleh Allah dari perkara-peraka ghoib dan apa-apa yang Allah wajibkan bagi seorang hamba untuk meyakininya dalam hal zat Allah atau nama-nama-Nya atau shifat-shifat-Nya dan beberapa perkara ghoib.
Dan kitab “Tsalatsatul Ushul” karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab adalah diantara kitab yang dapat kita pelajari, karena penulisnya merangkum perkara-perkara yang seorang muslim tidak boleh bodoh terhadapnya dalam hal aqidahnya, juga beberapa hal yang berhubungan dengan pengetahuan seorang hamba akan agamanya dan Nabinya.
Begitu juga dalam perkara ibadah ada hal-hal yang menjadi wajib ‘ain dipelajari setiap Muslim. Wajib bagi mereka mempelajari bagaiman cara sholat dan bersuci untuk sholat. Karena sebagian orang dalam perkara ini hanya berpedoman pada kebiasaan yang mereka dapati di masyarakat. Mereka melihat masyarakat melakukan A lalu ikut melakukan A. Dan terkadang didapati sebagian mereka bermudah-mudah dalam berwudhu dan tidak memperhatikan rukun dan syaratnya. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran untuk memahami hal ini karena perkara ini termasuk dalam hal yang wajib dipelajari. Selama Sholat itu hukumnya wajib atas kita, maka wajib juga mempelajari tata caranya.
Begitu juga bagi yang memiliki harta, maka wajib baginya memahami hukum zakat. Agar dia bisa terlepas dari tanggungan zakatnya. Puasa juga demikian, bagi yang sudah cukup umur maka wajib baginya berpuasa. Oleh sebab itu haruslah dia mempelajari bagaimana cara berpuasa. Dan haji juga demikian.
Lalu beralih pada fiqh muamalat pada bab jual-beli dan sebagainya. Kita juga perlu belajar cara bertransaksi yang benar sesuai dengan aturan syariat, agar terbebas dari perkara yang diharamkan. Dan inilah merupakan keistimewaan seorang muslim, selalu memperhatikan hal-hal yang bisa membawanya menuju ridho Rab-nya.
Dari sini nyatalah urgensiya ilmu agama bagi setiap Muslim. Jadi jika majlis ilmu berada dekat dengan tempat tinggal seseorang. Namun, dia masih dalam keadaan tidak tahu perkara agama yang wajib dia ketahui atau bahkan tidak menoleh sedikitpin pada majlis itu, justru berpaling darinya. Tidak diragukan lagi bahwa dia telah melakukan kesalahan dan akan berdosa atas perbuatannya itu. Dikarenakan dekatnya ilmu dan tidak adanya usaha dari dia untuk mencari ilmu tersebut, yang jika dia mencarinya pasti akan mendapatkannya.
Termasuk yang perlu dipelajari, masalah perkara-perkara yang membinasakan, dan diantaranya tujuh perkara yang disebutkan Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti syirik, sihir, membunuh jiwa yang haram dibunuh dan selainnya yang ulama bersepakat bakwa itu termasuk perkara yang membinasakn juga. Maka perkara-perkara ini wajib juga dipelajari oleh kita.
Bersambung……
Diterjemahkan secara bebas dari Muhadhoroh Syaikh Sholeh Alu Syaikh dengan judul Dhorurotut Tafaqquhi fid diin.
oleh Muhammad Syarifuddin, S.Ud. (Pengajar Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
Leave a Reply