
Bermuamalah yang baik kepada sesama manusia, sekalipun kepada non-Muslim sudah menjadi karakter seorang muslim. Ia akan menjadi kawan yang amanah bagi teman-temannya, tetangga yang baik bagi para tetangganya, mitra yang jujur terhadap rekan-rekan bisnisnya, sosok yang baik bagi siapa saja yang sudah lama ia kenal maupun orang yang baru saja ia temui dalam kehidupannya. Ia ringan tangan dalam membantu orang lain. Ia orang yang menjaga kepercayaan orang lain. Dan ia orang yang menyenangkan orang-orang yang bergaul dengannya.
Ada sebuah perkara sangat esensial dan penting, yang dilalaikan oleh kebanyakan orang dari kita saat bermuamalah yang baik kepada sesama, padahal kebutuhan kita terhadap hal tersebut mendesak dan tidak bisa diabaikan sama sekali. Apakah hal tersebut? Jawabannya ialah ikhlas karena allah azza wajalla ketika seseorang melakukan kebaikan dan bersikap baik kepada sesama. Alangkah masih banyak orang yang suka berbuat ihsan (baik) kepada sesama dengan berbagai jenis bentuk kebaikan. Namun, sebagian dari mereka lalai untuk menata niatnya terlebih dahulu, supaya kebaikan yang ia perbuat bagi orang lain karena motivasi lillahi ta’ala.
Ikhlas dalam berbuat baik kepada sesama manusia merupakan salah satu syarat diterimanya perbuatan baik seseorang kepada sesama. Sebab, sesungguhnya allah azza wajalla tidak menerima sebuah amal kebaikan kecuali bila diniatkan untuk mengharap wajah-nya, mencari pahala dari sisi-nya. Hanya di sisi-nyalah, segala kebaikan, keutamaan, pahala dan kebajikan.
Maka, hendaklah setiap muslim mengetahui bahwa ia sangat perlu untuk menyadari bahwa apa-apa yang ada di sisi allah azza wajalla lebih bermanfaat dan lebih berguna daripada apa yang ada di sisi manusia.
Allah azza wajalla berfirman:
من كان يريد الحيوة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعملهم فيها وهم فيها لا يبخسون 15 أولئك الذين ليس لهم فى الأخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وبطل ما كانوا يعملون 16
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Hud/11:15-16)
Dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ bersabda, yang artinya:
Barang siapa dunia menjadi fokus pikirannya, Allah akan menceraiberaikan urusannya, dan menjadikan kemiskinan berada di antara dua matanya, serta tidaklah dunia datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa akhirat adalah motivasi niatnya, maka Allah akan satukan urusannya, dan dia menjadikan kecukupan dalam hatinya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan hina (HR. Ibnu Majah no.4105. Lihat ash-shahihah no.950)
Dua dalil di atas bersifat umum. Sedangkan contoh dalil khusus yang berkenan dengan pembahasan sekarang, di antaranya firman Allah azza wajalla:
لا خير فى كثير من نجوىهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلح بين الناس
Artinya: “tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara mereka.” (QS. An-Nisa/4:114)
Apa yang disebutkan ayat, yaitu sedekah,amar ma’ruf dan mendamaikan manusia adalah amalan-amalan besar. Allah azza wajalla telah menyebutkan sebuah syarat diterimanya amal-amal tersebut dan adanya pahala bagi orang yang melakukannya melalui panggalan ayat selanjutnya. Allah azza wajalla berfirman:
ومن يفعل ذلك ابتغاءمرضات الله فسوف نؤتيه أجرا عظيما
Artinya: “dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan allah, maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-nisa/4:114)
Ayat di atas dengan jelas memuat pelajaran penting bahwa allah azza wajalla memberikan pahala dan ganjaran perbuatan baik yang bermanfaat bagi manusia ketika dikerjakan dengan niat mengharapkan keridhoan allah azza wajalla. Maka, cukuplah ayat ini sebagai landasan dalil disyaratkannya ikhlas dalam melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain dan berbuat baik kepada sesama.
Pada ayat lain, allah azza wajalla berfirman tentang orang-orang mulia yang menghuni surga:
ويطعمون الطعام على حبه مسكينا ويتيما وأسيرا
Artinya: “dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan/76:8)
Amalan yang disebutkan dalam ayat tersebut amalan baik yang dirasakan oleh orang lain. Mengapa mereka melakukan itu?. Allah azza wajalla mengabarkan bahwa mereka mengatakan:
إنما نطعمكم لوجه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا
Artinya: “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insan/76:9)
Jadi, seorang muslim bila melakukan kebaikan bagi orang lain dengan penuh ikhlas karena allah azza wajalla dalam melakukannya, maka allah azza wajalla akan memberikan balasan pahala, mengangkat derajatnya, memudahkannya istiqomah dan menambahkan keutamaan dan karunia baginya.
Kebikan yang diperbuat seseorang dengan motovasi lillah ta’ala kepada kedua orang, saudara-saudara, pasangan hidupnya, anak-anaknya, teman, dan tetangga bahkan kepada orang kafir sekalipun dengan harapan ia dapat hidayah dari allah azza wajalla, maka orang tersebut akan dibalas dengan kebaikan dan pahala oleh allah azza wajalla.
Dan sebaliknya, jika syarat asasi ini lenyap dari hati kaum muslimin, maka perbuatan-perbuatan baik mereka kepada sesama rusak lagi tertolak di sisi allah azza wajalla, walaupun mereka sering melibatkan diri dalam even-even yang bermanfaat bagi manusia. Orang yang berbuat baik bukan terdorong oleh niat baik untuk mengharap pahala dari allah azza wajalla, akan tetapi untuk mendapatkan imbalan duniawi semata, mendongkrak citranya, dan motivasi-motivasi dunia lainnya, maka hal demikian ini termasuk perkara yang menyebabkan terjadinya kerusakan dalam kehidupan, tersulutnya api fitnah dan datangnya berbagai musibah. Semoga allah azza wajalla melindungi kita semua dari ancaman itu.
Ada sebagian anak yang menampakkan dirinya perhatian kepada kedua orang tuanya. Ia tampak sangat berbakti kepada mereka. Ia memenuhi
Kebutuhan sandang pangan orang tua. Bahkan terkadang sampai menghalangi saudaranya untuk mengambil bagian dalam birrul walidain itu. Namun, ia tidak melakukannya dengan tulus ikhlas karena allah azza wajalla. Ia melakukannya guna mencari muka dihadapan orang tua, agar mendapat warisan khusus dalam pembagian harta warisan, misalnya. Betapa buruk niatnya dan alangkah meruginya anak tersebut
Contoh lainya, dalam menangani anak-anak yatim dan berbagi dengan mereka. Anak-anak yatim mendapat perhatian ajaran islam. Al-qur’an dan hadits Nabi ﷺ memuat pesan-pesan untuk memperlakukan mereka dengan baik, menangani urusan mereka, mendidik mereka dan memelihara harta benda mereka. Maka berdirilah panti-panti anak-anak yatim. Sebagian orang pun mendaulat diri sebagai orang tua asuh bagi anak-anak yatim. Seorang kerabat mengambil tanggung jawab pendidikan anak yatim dari keluarga besarnya.
Akan tetapi, dalam pengamatan dan penelusuran, ada indikasi tindakan kezoliman terhadap anak-anak yatim yang berada di bawah pengawasan mereka. Seperti, memanfaatkan anak-anak yatim bagi kepentingan pengurus panti atau wali-walinya, dengan memperlakukan mereka seolah-olah pembantu, menyalah gunakan wewenang dalam mempergunakan harta anak yatim, makan harta anak yatim, atau menyunat uang santunan dan subsidi yang diperuntukkan anak-anak yatim, memukuli mereka karena sebab remeh, apalagi bila bermasalah dengan anak-anak kandung nya sendiri.
Sikap dan perlakuan buruk wali-wali anak yatim tersebut muncul karena tidak adanya muraqabah kepada allah azza wajalla dan rasa takut kepadanya serta tidak ikhlas dan tulus dalam mengurus mereka. Mereka lupa firman Allah azza wajalla berikut:
ويسئلونك عن اليتمى قل إصلاح لهم خير وإن تخالطوهم فإخونكم ولله يعلم المفسد من المصلح
Artinya: “Dan mereka bertanya kepada mu tentang anak yatim, katakanlah, “mengurus mereka secara patut adalah baik,dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan’.” (QS. Al Baqoroh/2:220)
Allah azza wajalla berfirman:
إن الذين يأكلون أمول اليتمى ظلما إنما يأكلون فى بطونهم نارا وسيصلون سعيرا
Artinya: “sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zolim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.”(QS. An-nisa/4:10).
Ini sekedar contoh perampasan hak orang lain dengan mengatasnamakan tolong menolong. Kehidupan manusia syarat dengan rekayasa, niat buruk, pungutan liar, pemaksaan kehendak dalam kerangka berbuat baik dan menolong orang lain serta meringankan beban sesama, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah azza wajalla.
Realita lain yang memprihatinkan dan sekaligus aneh, apa yang dilakukan oleh calon-calon wakil rakyat, baik tingkat daerah atau pusat, dengan mendatangi daerah kantong-kantong orang-orang miskin sambil membawa paket-paket sembako dan bantuan sosial lainnya untuk mengambil hati masyarakat. Mereka bertujuan mendapatkan simpati dan dukungan,dan pada gilirannya masyarakat mau memberikan suara bagi calon-calon wakil rakyat tersebut.apabila ajang pilihan wakil rakyat usai, usai sudah empati terhadap masyarakat miskin. Dalam konteks ini, orang-orang miskin hanya menjadi komoditas bagi kepentingan golongan tersebut.
Marilah kita sadari, betapa wajibnya kita menjalin hubungan baik dengan sesama sesuai dengan panduan syariat Allah azza wajalla dengan berharap pahalanya, ridhonya dan mengharap dia berkenan menjadikan kita hamba-hambanya yang dekat dengannya serta menyelamatkan kita dari berbagai keburukan di dunia dan akhirat, tanpa menunggu rasa terima kasih mereka ataupun pujian dan sanjungan manusia. Wallahu a’lam.
Diringkas : Atina Hasanah (khidmah ponpes Darussalam Tanjung telang)
Referensi : Majalah As-sunnah edisi 10/Thn. XX Jumadil Awal 1438 H/Februari 2017M
Baca juga artikel:
Leave a Reply