Terbelakang Dengan Tumbal & Sesaji – Sesungguhnya segala pujian hanyalah milik Allah semata. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan, juga meminta ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami.
Saya bersaksi bahwa tidak terdapat Ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya.
Mengajak orang berpikir maju ternyata sulit. Sampai sekarang, di zaman super modern dan di era informasi super canggih, orang masih sulit meninggalkan kepercayaan tahayul. Masih banyak yang keberatan meninggalkan sesajian dan persembahan kepada jin atau yang dipercaya sebagai penguasa tempat tertentu. Dan itu bukan hanya dilakukan orang-orang kampung dari desa-desa tertinggal, tetapi juga dilakukan orang-orang kota yang berpendidikan tinggi.
ketika ada kasus berat yang sulit di atasi, mereka tidak mengembalikannya kepada apa yang diyakini sebagai kekuatan-kekuatan ghaib selain Allâh . Padahal hampir semua lembaga pendidikan, mulai dari TK sampai perguruan tinggi, selalu menanamkan cara berpikir logis. Bahkan terkadang berlebihan hingga mengabaikan kepercayaan terhadap keberadaan berkah dan rahmat Allah yang oleh sebagian kaum pengagum logika, pada kepercayaan kepada hal-hal yang irasional dan jauh dari logis, misalnya tahayul, mistik serta hal-hal yang bertentangan dengan kemajuan. Orang-orang tempat-tempat sepi, kuburan-kuburan dan benda benda mati yang dikeramatkan pun tidak pernah sepi lagi tentang tumbal dan sesaji, selalu saja orang takut kualat untuk tidak memenuhinya.
Sebenarnya tradisi sesaji, tumbal dan persembahan kepada berhala, roh halus atau yang diyakini sebagai penguasa tempat tertentu, sudah ada semenjak zaman dahulu kala, ketika secara teknologi orang masih terbelakang, dipelopori oleh orang-orang musyrik para penyembah berhala.
Telah dipahami bahwa orang pertama yang merubah agama Nabiyyullah Ibrahim dan Nabiyyullah Ismâ’il dari agama tauhid menjadi agama watsaniyah (paganisme) yang syirik adalah ‘Amr bin Luhay al-Khuza’i, pembesar dan cikal bakal suku Khuza’ah di sekitar Baitullah, Mekah dan sekitarnya.”
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya membawakan riwayat dengan sanadnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasûlullâh bersabda kepada Aktsam bin al-Jaun:
يا أكثم، رأيت عمرو بن لحي بن قمعة بن خندف يجر قصبه في النار، فما رأيت رجلاً أشبه برجل منك به ولا به منك. فقال أكثم : أخشى أن يضرني شبهه يا رسول الله ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: “لا إنك مؤمن وهو كافر، إنه أول من غير دين إسماعيل وبحر البحيرة، وسيب السائبة، وحتى الحامي
Artinya: “Wahai Aktsam, aku melihat ‘Amr bin Luhay bin Qama’ah bin Khindaf menarik-narik isi perutnya di dalam neraka. Aku belum pernah melihat ada seseorang yang mirip dengan orang lain dibanding engkau dengan dia dan dia dengan engkau”. Aktsam berkata, “Ya Rasulullah, aku khawatir jika keserupaan itu akan membahayakanku.” Rasulullah bersabda, “Tidak, sesungguhnya engkau orang Mu’min, sedangkan dia orang kafir. Sesungguhnya (ont dia adalah orang pertama yang mengubah agama Nabi Isma’il, orang pertama yang mengadakan persembahan kepada berhala berupa bahirah, sa’ibah dan hami.”
Hadits ini dibahas di dalam Silsilah Ahadits Shahihah karya Syaikh al-Albâni “Beliau menjelaskan bahwa hadits itu juga diriwayatkan oleh jah Ibnu Abi ‘Ashim, dan isnad-nya Hasan. Imam al-Bukhari juga meriwayatkan, dari az-Zuhri, dari Urwah, sesungguhnya Aisyah berkata bahwa Rasûlullâh Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
رأيت جهنم يحطم بعضها بعضا، ورأيت عمرا يجر قضبة في النار، وهو أول من شيب الشوائب
Artinya: “Aku melihat neraka jahannam sebagiannya saling membakar sebagian yang lain (apinya berkobar-kobar), dan aku melihat ‘Amr (bin Luhay al-Khuza’i) menarik narik isi perutnya di dalam neraka. Dan dia adalah orang pertama yang memberikan persembahan berupa sa’ibah kepada berhala”. (HR. al-Bukhari)
Dari sekelumit kisah di atas, dapat diketahui bahwa persembahan sesajian berupa hewan-hewan tertentu kepada berhala-berhala, sudah dikenal semenjak dahulu, zaman yang terkenal dengan sebutan zaman jahiliyah (zaman kebodohan). Pada waktu itu, beberapa bentuk persembahan berupa hewan hidup dikenal dengan sebutan Bahîrah, Sâ’ibah, Washilah dan Hâmi.
Tentang Bahirah, Sâ’ibah, Washîlah dan Hâm ini, terdapat sedikit perbedaan penafsiran di antara para Ulama, tetapi pada intinya berujung pada titik yang hampir sama. Yaitu persembahan berupa hewan hidup kepada berhala dan thaghut. Di antaranya adalah penafsiran Sa’id bin al-Musayyib seperti yang dibawakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya”: Bahwa Imam al-Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin al-Musayyib, ia mengatakan, “Bahirah ialah hewan (onta) yang tidak boleh diperah air susunya, sebagai persembahan kepada thaghut-thaghut (setan/berhala yang disembah selain Allah). Maka tidak boleh seorangpun memerah air susunya.
Sedangkan sa’ibah ialah hewan (ada yang mengartikan onta dan ada yang mengartikan kambing) yang dilepaskan oleh orang-orang jahiliyah Arab sebagai persembahan bagi berhala berhala mereka. Maka tidak boleh ada seorangpun yang memberi beban apapun pada hewan ini. Kemudian Sa’id bin al-Musayyib mengatakan bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasûlullâh Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
رأيت عمروبن عامر الخزاعي يجر قضبه في النّار، كان أول من شيب الشوائب
Artinya: “Aku melihat ‘Amr bin ‘Amir al-Khuza’i” menarik-narik isi perutnya di dalam neraka. Dia adalah orang pertama yang mengadakan persembahan kepada berhala dengan sa’ibah.” (HR. Muslim)
Selanjutnya Sa’id bin al-Musayyib menerangkan lagi, “Washîlah ialah anak onta berjenis kelamin betina yang dilahirkan pertama, lalu disusul oleh anak keduanya yang juga betina tanpa diselingi anak onta yang jantan. Onta ini dilepaskan untuk persembahan bagi thaghut-thaghut mereka. Sedangkan hâm adalah onta jantan yang berkali-kali membuntingi onta betina, jika sudah tuntas, maka mereka lepaskan onta jantan ini sebagai persembahan bagi thaghut-thaghut dan tidak boleh dibebani apapun. Mereka namakan ini sebagai hâmî.”
Pada keterangan lain, dari Ibnu Abbas bahwa bahirah adalah onta yang sudah melahirkan sebanyak lima kali. Orang-orang musyrik Arab zaman dahulu akan melihat, jika anak kelima ini adalah jantan, maka mereka menyembelihnya dan dimakan oleh kaum laki-laki saja, tidak oleh perempuan. Jika anak kelima adalah betina, maka mereka menyobek telinganya. Inilah yang disebut bahirah (lalu dilepas sebagai persembahan kepada berhala-), Bahiirah ini haram ditunggangi menurut mereka, dan dihormati.”
Sementara sa’ibah ada yang menafsirkan dengan onta yang sudah beranak sepuluh ekor semuanya betina, lalu induknya dilepas, tidak boleh dijadikan tunggangan, dan tidak boleh diperah air susunya kecuali untuk tamu.) Itu semua untuk maksud persembahan kepada berhala.
Begitu juga washilah, ada penafsiran lain tentangnya, tetapi intinya sama yaitu hewan hidup yang dihormati sebagai persembahan bagi berhala.
Persembahan kepada berhala, jin dan makhluk yang diyakini sebagai penguasa tempat tertentu pada zaman jahiliyyah, tidak saja berupa hewan- hewan hidup yang kemudian dianggap suci, tetapi juga daging-daging dari hewan sembelihan atau darahnya.
Berhala lata, ‘uzza dan manat adalah di antara berhala-berhala yang selalu menerima sesajian berupa darah, daging atau lainnya. Karena itu ada sebagian Ulama yang mengatakan bahwa berhala Allah berfirman: manat disebut manat disebabkan banyaknya darah hewan qurban yang dialirkan sebagai persembahan kepadanya untuk maksud ngalap berkah)
Rasûlullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
لعن لله من ذبح لغيرلله
Artinya: “Allah melaknat orang yang menyembelih hewan untuk maksud selain Allah”. (HR. Muslim).
Sesembahan selain Allah. Itulah kebiasaan orang musyrik di zaman jahiliyah dahulu. Dan ternyata sekarang tradisi itu banyak bermunculan kembali, setelah pada zaman Nabi dan para Sahabat sempat terhenti. Bahkan kini dilakukan oleh banyak kaum Muslimin yang tidak sedikit memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan hidup di zaman super canggih. Dan itu tentu merupakan cermin komunitas masyarakat terbelakang, meskipun membawa seabreg gelar pendidikan.
Bahirah, sa’ibah, washilah dan hâm memang tidak ada lagi, tetapi muncul dengan nama dan. istilah baru, misalnya larung, ingkung, penanaman kepala kerbau dan bentuk-bentuk sesajian lain yang dipersembahkan kepada setan-setan demi keselamatan serta kesuksesan.
Jika ini tetap dipelihara, maka keterbelakangan akan selalu melanda umat. Dan bangsa ini akan sulit menapaki kemajuan.
Karena itu Islam datang untuk membebaskan manusia dari belenggu kebodohan ini, membebaskan manusia dari keterbelakangan dan membangun peradaban yang maju. Maka Islam sangat menentang tradisi dan kegiatan semacam di atas.
ما جعل الله من بحيرة ولا سايبة ولا وصيلة ولا حام ولكن الذين كفروا يفترون على الله الكذب وأكثرهم لا يعقلون
Artinya: “Allah tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, sâ’ibah, washilah dan hâm. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat dusta atas nama Allah, dan kebanyakan mereka tidak berakal.” (QS. al-Ma’idah/5: 103)
Ayat ini merupakan celaan kepada kaum Musyrikin karena mereka membuat syariat sendiri dalam urusan agama, yang tidak ada petunjuknya dari Allah dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allâh. Maka berdasarkan gagasan rusaknya, mereka mengharamkan sesuatu yang halal dari hewan-hewan ternak mereka sesuai dengan istilah-istilah yang mereka buat sendiri)
Dengan demikian jelas bahwa Allâh tidak pernah mensyariatkan semua perkara itu (bahîrah,sa’ibah, washilah dan hâm). Allâh juga tidak mengakui bahwa itu semua merupakan pendekatan diri kepada-Nya. Akan tetapi orang-orang kafirlah yang membuat-buat dusta atas nama Allâh. Mereka membuat syariat sendiri untuk diri mereka dan menjadikan hal itu sebagai kegiatan pendekatan diri.
Islam juga menentang sesajian, larung sesaji dan persembahan apa saja untuk selain Allâh.
Pengertian “Allah melaknat” ialah, Allâh menjauhkan rahmat serta kasih sayang-Nya dari pelaku penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk selain-Nya. Maka orang yang dijauhkan dari rahmat Allâh, pasti tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan.
Untuk itu, tidak semestinya orang yang mengaku sebagai hamba Allah dan pengikut Rasûlullah yang amat dicintai, masih tetap bertahan melakukan tradisi-tradisi syirik dan terbelakang semacam itu. Nas’alullaha at-Taufiq.
Maraji’:
- Tafsir Ibnu Katsir
- Tafsir ath-Thabari
- Taisir al-Karim ar-Rahmân Fi Tafsir Kalâmil Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di.
- Fathul Bari, Syarh Shahihil Bukhari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani.
- Shahih Muslim, Syarhun Nawawi, Tahqiq: Khalil Ma’mun Syiha
- Silsilatul Ahâdîtsish Shahihah, Syaikh Muhammab Nashiruddin al-Albâni.
- Al-Bidayatu wan Nihayah, Imam Ibnu Katsir
- Fathul Majid, Syarh Kitâbut Tauhid, Syaikh Abdur rahmân bin Hasan Aalusy Syaikh
- Taisirul Azîz al-Hamid fi Syarhi Kitâbit Tauhid, Syaikh Sulaiman bin Abdillah Aalusy Syaikh.
NAMA PENULIS : USTADZ AHMAS FAIZ ASIFUDDIN
JUDUL BUKU : MAJALAH AS-SUNNAH, EDISI 07/DZULHIJJAH 1431H/NOVEMBER 2010
DI RINGKAS OLEH : FATHIYAH EVA (Pengajar ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits, Oku Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply