Perjanjian yang Dzalim

PERJANJIAN YANG DZALIM

Perjanjian yang Dzalim

Semakin berkembang dakwah Rasulullah semakin besar keinginan kaum kafir quraisy untuk menghabisi nyawa Rasulullah dan berusaha dengan segala cara agar dapat mewujudkan keinginan mereka tersebut.  Namun Allah senantiasa melindungi beliau dan dakwahnya, hingga akhirnya sampai dakwah tersebut kepada kita, meskipun dakwan tersebut harus dilalui dengan pengorbanan yang sangat pedih dan berliku.

Setelah segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil untuk membunuh Rasulullah, kepanikan kaum musrikin mencapai puncaknya, ditambah lagi mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib bersikeras akan menjaga nabi dan membelanya mati matian apapun resikonya.

Karena itu mereka berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang terletak di lembah al-Muhashshab dan bersumpah tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muthalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak bergaul tidak berbaur dan tidak memasuki rumah mereka berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh.  Mereka mendokumentasikan hal tersebut di atas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah “Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali mereka menyerahkan (Rasulullah) untuk dibunuh.”

Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata “Ada riwayat yang mengatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh nasir Bin Ikrimah bin Amir Bin Hasyim sementara riwayat lainnya menyatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh Nadhir bin harists.  Pendapat yang tepat, bahwa yang menulisnya adalah Baghidh Bin Amir bin Hasyim, lalu Rasulullah mendoakan kebinasaan atasnya sehigga tangannya menjadi lumpuh.[1]

Perjanjian itupun dilaksanakan dan digantungkan di dalam kabah, namun seluruh bani Hasyim dan Bani Muthalib, baik yang masih kafir maupun yang sudah beriman kecuali Abu Lahab tetap berpihak untuk membela Rasulullah.  mereka akhirnya terisolasi di celah bukit milik Abu Thalib pada malam pertama bulan Muharam tahun ke-7 kenabian, ada pula yang menyebutkan selain tanggal tersebut.

Bani Hasyim san Bani Muthalib mengalami pemboikotan selama tiga tahun dan pemboikotan semakin ditingkatkan sehingga bahan makanan persedian pun habis, sementara kaum musrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke mekkah kecuali mereka segera memborongnya.  Tindakan ini membuat kondisi Bani Hasyim dan Bani Muthalib semakin tertekan dan memprihatinkan sehingga mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit.  Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik celah bukit tersebut.

Tidak ada  bahan makanan yang bisa sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi dan mereka pun tidak bisa keluar untuk membeli kebutuhan-kebutuhan mereka kecuali pada al-asyhur al-harun (bulan-bulan yang diharamkan berperang).  Mereka membelinya dari rombongan pedagang yang datang dari luar Makkah akan tetapi penduduk mekah melipat gandakan harga barang-barang kepada mereka agar mereka tidak mampu membelinya.

Hakim bin Hizam pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya, Khadijah namun suatu Ketika dia dihadang dan ditangkap oleh Abu Jahal guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu Al-Bukhturi yang menengahi dan membuatnya lolos membawa gandum tersebut untuk bibinya.

Di lain pihak Abu Thalib merasa khawatir terhadap keselamatan Rasululah untuk itu, dia biasanya memerintahkan beliau untuk berbaring di tempat tidurnya bila orang-orang sudah beranjak ke tempat tidur masing-masing.  Hal ini agar memudahkannya untuk mengetahui siapa yang hendak membunuh beliau.  Dan manakala orang-orang sudah benar-benar tidur, ia memerintahkan salah satu putra-putranya, atau saudar-saudaranya, atau keponakannya-keponankannya utuk tidur di tempat tidur Rasulullah sementara beliau diperinthakan untuk tidur di tempat tidur salah seorang dari mereka.

Rasulullah dan kaum muslimin keluar pada musim haji,  menjumpai orang-orang dan mengajak mereka kepada islam dan telah kita singgung di muka bagaimana perlakuakn Abu Lahab terhadap beliau (dalam hal ini).

Dua atau tiga tahun telah berlalu, namun pemboikotan masih tetap berlangsung,  barulah pada bulan Muharam tahun ke 10 terjadi pembatalan terjadap shahifa dan perobekan perjanjian tersebut.  Hal ini dilakukan karena tidak  semua kaum Quraisy  menyetujui perjanjian tersebut, diantara mereka ada yang pro dan ada yang kontra, maka pihak yang kontra ini akhirnya berusaha untuk membatalkan shahifah tersebut.

Orang yang memprakarsai hal itu adalah Hisyam bin Amr, dari suku bani Amir bin Lu’ay- dia secara diam-diam pada malam hari selalu mengadakan kontak dengan Bani Hasyim dan menyuplai bahan makanan, suatu Ketika ia menghampiri Zuahir bin Abi Umayyah al-Makhzumi (ibunya Bernama Atikah binti Muthalib), dia berkata kepadannya “Wahai Zuahir! Apakah engkau tega dapat menikamati makan  dan minum sementara saudara-saudara dari pihak ibumu berada dalam kondisi seperti yang engkau ketahui saat ini? “ “ Bagaimana engkau ini ! apa yang dapat aku perbuat padahal aku seorang diri? Sungguh, demi Allah! andaikata ada seorang lagi yang bersamaku, niscaya shahifah perjanjian tersebut aku robek “ Jawabnya.

“Engkau sudah mendapatkannya “ kata Hisyam.

“Siapa dia “ tanyanya

“Aku “ kata Hisyam

“Kalau begitu mari kita cari orang ketiga” jawabnya.

Lalu hisyam pergi ke kediaman al-Muth ‘im bin Adi.  dan mengingatkan tentang kekerabatannya dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib, dua putra Abdi Manaf dan mencela persetujuan nya.  Atas tindakan dzalim kaum quraisy.

Al-Muth’im berkata, ‘Bagaimana engkau ini! apa yang bisa aku lakukan sedangkan aku hanya seorang diri?

dia berkata. “engkau sudah mendapatkan orang keduanya !”

dia bertanya “siapa dia ?”

“Aku” jawabnya

“kalau begitu, mari kit acari orang ketiganya,” pitanya lagi

“aku sudah mendapatkan orang nya.” jawabnya

“siapa dia?” tanyanya.

“Zuhair bin Abi Umayyah,” jawabnya.

“kalau begitu, mari kit acari orang keempat” pinyanya lagi

Lalu dia pergi menuju kedamaian Abu al-Bukhturi bin Hisyam dan mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakannya  kepada al-Muth’im.  Lalu dia bertanya kepada Hisyam, “apakah ada orang yang membantu kita dalam hal ini?”

“Ya” jawabnya

“Siapa dia “ tanya nya.

“Zuhair bin Abi Umayyah, al-Muth’im bin adi Juga Aku akan menyertaimu,’ jawabnya

“kalau begitu mari kita cari orang kelima” pintanya

Kemudian dia pergi menuju kedimannya Zah’ah bin al-aswad bin al-Muthalib bin As’ad.  dia berbincang dengannnya dan menyinggung perihal tali kekerabatan dengan Bani Hasyim da Bani Al-Muthalib serta hak-hak meraka.  Zah’ah bertanya kepadanya “ Apakah ada yang yang turut serta dalam urusan ini ?

“Ya “ jawabnya,  kemudian dia menyebutkan nama-nama orang yang ikut serta tersebut.  akhirnya mereka berkumpul di pintu Hajun (salah satu arah masuk ke masjid haram dan berjanji akan melakukan pembatalan terhadap shahifah.  Zuhair berkata, “Akulah yang akan memulai dan menjadi orang pertama yang berbicara”

Pagi harinya mereka pergi ke tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy.  Zuhair datang dan membawa senjata lalu mengelilingi ka’bah tujuh kali, kemusian menghadap khalayak seraya berseru, “Wahai penduduk Mekkah! Apakah kita sampai hati menikmati makanan dan memakai pakaian sementara Bani Hasyim Binasa; tidak ada yang sudi menjual kepada mereka dan tidak ada yang mau membeli dari mereka? Demi Allah! aku tidak akan duduk hingga shahifa yang telah memutuskan hubugan kekerabatan dan penuh kezaliman ini dirobek!”

Abu jahal yang berada di pojok masjid menyahut “Demi Allah! Engkau telah  berdusta sekali-kali tidak akan dirobek!”

lalu Zam’ah memotong ucapannya .” Demi Allah justru engkaulah yang paling berbohong! kami tidak pernah rela pada penulisannya saat ditulis”

setelah itu, Abu Al-Bukhturi menimpali pula, “Benar apa yang dikatakan Zam’ah ini, kami tidak pernah rela terhadap apa yang telah ditulis dan tidak pernah menyetujuinya!”

Berikutnya, giliran al-Muth’im yang menambahkan, “mereka berdua ini memang benar dan sungguh orang yang mengatakan selain itulah yang berbohong, kami berlepas diri kepada Allah dari Shahifah tersebut dan apa yang ditulis  di dalammnya.”

hal ini juga diikuti oleh Hisyam bin Amr yang menimpali seperti iitu pula.

Abu Jahal kemudian berkata dengan kesal, “hal ini pasti telah disiapkan dan dirundingan ditempat lain!”

Kala itu, Abu Thalib tengah duduk di sudut Masjidil haram.  dia datang atas pemberitahuan kepoakannya, Muhammad yang telah mendapat wahyu dari Allah perihal Shahifa tersebut, bahwa Allah telah mengirim rayap-rayap untuk memakan tulisan yang berisi pemutusan Rahim dan kedzaliman tersebut kecuali tulisan yang ada nama Allah di dalamnya.

Abu Thalib datang kepada kaum Qurairy dan memberitahunkan kepada mereak tentang apa yang telah diberitahukan keponakannya tersebut.  Dia menyatakan, “ ini untuk membuktikan apakah dia berbohong sehigga kami akan membiarkan kalian untuk menyelesaikan urusan dengannya.  Demikian pula sebaliknya, jika dia benar maka kalian harus membatalkan pemutusan Rahim dan kedzaliman terhadap kami “

Mereka berkata kepadanyya “ Kalau begitu, engkau telah bertindak adil.”

Setelah terjadi pembicaraan Panjang antara mereja dan Abu Jahal.  Berdirilah Muth’im menuju shahifah untuk merobeknya.  Ternyata dia menemukan rayap-rayap telah memakannya kecuali tulisan “Bismikalahumma” (degan Namamu, Ya allah) dan tulisan lain yang ada nama Allah di dalamnya; rayap-rayap tersebut tidak memakannya.

Lalu dia membatalkan  shahifah tersebut sehingga Rasulullah  Bersama orang orang yang ada di celah bukit milik Abu Thalib dapat leluasa keluar.  Sungguh, kaum musrikin telah melihat tanda yang agung sebagai bagian dari tada-tanda kenabian beliau, akan tetapi mereka tetaplah sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wata’ala.

وَإِن يَرَوْا۟ ءَايَةً يُعْرِضُوا۟ وَيَقُولُوا۟ سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ

Artinya: “Dan jika mereka (orang-orang musrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat) mereka berpaling dan berkata (ini adalah ) sihir yang terus menerus.” (QS. Al-Qomar: 2)

Mereka berpaling dari tanda ini dan malah kekufuran mereka semakin bertambah dan menjadi-jadi. [2]

Rasulullah eluar dari Syi’b (celah bukit milik Anu Thalib) dan melakukan aktifitanya seperti  biasa, sementara kaum quraisy masih tetap melakukan intimidasi terhadap kaum  muslimin dan menghalang0hakangi manusia dari jalan Allah meskipun sudah tidak lagi melakukan pemboikotan.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman

صٓ ۚ وَٱلْقُرْءَانِ ذِى ٱلذِّكْرِبَلِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فِى عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ كَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَبْلِهِم مِّن قَرْنٍ فَنَادَوا۟ وَّلَاتَ حِينَ مَنَاصٍ وَعَجِبُوٓا۟ أَن جَآءَهُم مُّنذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَالَ ٱلْكَٰفِرُونَ هَٰذَا سَٰحِرٌ كَذَّابٌأَجَعَلَ ٱلْءَالِهَةَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَىْءٌ عُجَابٌ وَٱنطَلَقَ ٱلْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ ٱمْشُوا۟ وَٱصْبِرُوا۟ عَلَىٰٓ ءَالِهَتِكُمْ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَىْءٌ يُرَادُ مَا سَمِعْنَا بِهَٰذَا فِى ٱلْمِلَّةِ ٱلْءَاخِرَةِ إِنْ هَٰذَآ إِلَّا ٱخْتِلَٰقٌ

Artinya:

Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit.  Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta”. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.   Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,“ (QS. Shad: 1-7)

Referensi :

[1] Lihat s hahih bukhari beserta kitab syarahnya fath al-Bari, 3/529, hadist no 1589, 1590. 3882, 4284, 7479,: Zad ma’ad, op,cit., 2/46

 

[2] Rincian pemboikotan ini kami himpun dari kitab shahih al-Bukhari, bab Nuzul an-Nabi di Makkah, op.cit., 1/216, dan bab Taqasum al-Musrikin ala an-Nabi 1/548; Zad al Ma’ad, op.cit., 2/46; Ibnu Hisyam, op.cit., hal.350,351,374-377 dan sumber lainnya.

Sirah Nabawiah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad

Penulis                 : Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri

Diringkas oleh    : Iis Rosmi Rojibah S.S. (pengajar di Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadist)

Baca juga artikel:

Baca juga:

Syarat Taubat Yang diterima

Tata Cara Wudhu, Mandi dan Tayammum Sesuai Sunnah

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.