Keutamaan Taubat

KEUTAMAAN TAUBAT

 

KEUTAMAAN TAUBAT

Taubat adalah suatu proses awal kembali kepada Allah, Dzat yang menutupi aib dan mengetahui yang ghaib, langkah awal bagi kelompok yang ingin menempuh jalan yang lurus modal utama orang-orang sukses, jalan pembuka bagi para hamba yang ingin meniti hidayah, kunci pembuka istiqamah di atas kebenaran, pintu masuk dikalangan awam menuju derajat Muqarrabin, terutama Nabi Adam alaihi salam, dan seluruh utusan Allah. Dan sungguh sangat terpuji bila anak cucu bisa mengikuti jejak para pendahulu mereka, dengan tulus mengakui dosa-dosanya dan bersungguh-sungguh bersoda memohon ampunan.

Taubat menghantarkan seorang hamba kepada keutamaan, kemulian, ketinggian derajat, dan pahala yang sangat besar. Taubat menghapus segala macam dosa. Taubat menuntut pelakunya ke jalan yang lurus untuk menggapai ridha dan cinta Allah, membuka pintu rezeki,, menurunkan hujan, dan limpahan berkah dan karunia.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَيٰقَوْمِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا وَّيَزِدْكُمْ قُوَّةً اِلٰى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِيْنَ

Artinya: “Dan (Hud berkata), “Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.” (QS. Hud: 52).

Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya beristighfar karena dengan istighfar dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Siapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rezekinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman, Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ  قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqara: 222).

Abu Nujaid Imran bin al-Hushain al-Khuza’i Rahimahullah bahwa sesungguhnya ada seorang wanita dari juhaina yang hamil karena zina dan mendatangi Rasulullah. Dia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah melanggar hukum had, maka tegakkanlah hukuman atas diriku! ” Nabi memanggil wali wanita tersebut dan berkata, “perlakukan dia dengan baik, jika telah melahirkan datangkanlah kepadaku! ” Dia melaksanakannya. Kemudian Rasulullah memerintahkan wanita tersebut agar merapatkan pakaiannya dan memerintahkan agar wanita tersebut dirajam. Kemudian beliau menyalatinya. Umar berkata kepada Rasul, “Wahai Rasulullah, engkau menyalatinya, sedangkan dia telah melakukan zina? ” Rasul menjawab,

Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Jika taubatnya dibagi kepada tujuh puluh penduduk Madina, maka akan cukup bagi mereka. Apakah kamu menemukan orang yang lebih mulia dari pada orang yang secara serius ingin membersihkan dirinya semata-mata karena (mencari ridha Allah)? ”

Hadist ini memberi pengertian betapa luhurnya taubat di hadapan Allah. Kalau bukan karena taubat, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak akan menyolati wanita tersebut dan beliau tidak akan mengungkapkan bahwa taubatnya cukup dibagi untuk tujuh puluh penduduk Madina.

Renungkanlah, dosa apa yang telah diperbuat oleh lisanmu, tanganmu ,kakimu, telingamu, dan matamu. Bertaubatlah dengan taubat nasuha. Koreksilah dirimu sekarang juga, daripada engkau dikoreksi pada Hari Kiamat.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Umar bin Khattab Rahimahullah berkata: “Timbanglah diri kalian sebelum (amal) kalian ditimbang,, hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Jika kalian mengoreksinya sekarang, akan lebih mudah bagi kalian di Hari Penghisaban nanti. Berbekallah untuk menghadapi ‘ ardhhul akbar (pada hari Allah mengajak bicara semua hambaNya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يَوْمَئذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفٰى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Artinya: “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah). “ (QS. Al-Haqqah: 18).

Saudaraku tercinta, ingatlah, dosa sekecil apapun pasti membawa dampak buruk, menghancurkan harga diri dan merugikan pelakunya baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dampaknya sangat jelas, yaitu terhalang dari ilmu, terhalang dari ketaatan, jauh dari taufik, dekat dengan kehinaan, hilang rasa malu, su’ul khatimah, lenyapnya barokah, bimbang, bingung, sempitnya dada, kegundahan dalam hidup, mengundang musibah, gersangnya hati dan turunnya laknat Allah.

Setiap muslim harus segera bertaubat dan menyibukkan diri dengan taubat dalam setiap keadaan. Tidak boleh ia menundanya, karena taubat ketika sakaratul maut tidak bermanfaat, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

حَتّٰى اِذَا جَاۤءَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنِ ۙ

Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). “ (QS. Al-Mukminun: 99).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata: Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seorang hamba meskipun terlambat. Namun segera bertaubat suatu hal yang wajib. Barang kali kematian datang secara tiba-tiba sehingga dia mati sebelum taubat.

Oleh karena itu, kewajiban seorang yang berdosa adalah menyegarkan taubat agar maksiat tidak menjadi noda dan karat yang tidak bisa dihilangkan.. Dan menyegerakan taubat sebelum ajal tiba atau tertimpa sakit.

Jangan terlambat bertaubat!!! Jangan ucapkan “Ya, Allah, sekarang aku bertaubat, ” , pada saat ajal menjemput, pada saat matahari terbit dari arah barat, atau pada Hari Kiamat taubat kalian pasti tidak akan di terima.

Manusia jahat ketika diperlihatkan amal buruknya setelah mati akan menyesal dan batinnya tersiksa sangat hebat. Sedangkan orang beriman, sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Umar, ketika nyawanya keluar, ia akan seperti seorang yang keluar dari penjara, perasaannya menjadi lega dan hidupnya menjadi tentram. Setelah mati, seorang yang sebelumnya hidup didunia laksana di penjara, kini mendapat karunia dan rahmat Allah. Seakan dia ditahan di ruangan yang sangat gelap kemudian di bawah ke taman yang luas dan banyak pepohonan sehingga tidak ingin kembali ke dunia, seperti ia juga tidak ingin kembali ke perut ibunya.

Bertaubat merupakan hak orang yang bermaksiat dan berdosa atas dasar kebodohan kemudian segera kembali kepada ampunan Allah. Sementara memberi pengampunan merupakan hak murni Allah yang diwajibkan atas dirinNya sebagai bentuk rahmat dan karunia dariNya. Oleh sebab itu Allah telah menyerukan seluruh hambaNya agar segera bertaubat dan tidak menunda-nundanya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤئكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Artinya: “Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. An-nisa: 17).

Maksud mengerjakan kemaksiatan lantaran kejahilan adalah melakukan perbuatan buruk padahal tahu bahwa yang dilakukannya itu suatu keburukan. Karena menurut Iman Mujahid bahwa setiap orang yang berbuat maksiat kepada Allah pada dasarnya jahil, dan setiap orang yang berbuat ketaatan pada dasarnya alim (mengerti).

Ada dua sisi pedalihan terhadap ayat di atas:

Pertama, orang yang mengenal Allah, keagungan-Nya, kebesaran-Nya, dan kesombongan-Nya, pasti dia akan takut dan tidak mungkin berbuat maksiat. Cukuplah rasa takut menjadi suatu ilmu dan cukuplah sikap terpedaya suatu kejahilan.

Kedua, siapa yang mengutamakan maksiat diatas ketaatan, ia akan kehilangan kemuliaan, pahala dan lezatnya ketakwaan maupun ketaatan. Jika masih tersisa keimanannya di hatinya, dia pasti akan berusaha melepaskan dosanya dengan bertaubat di akhir umurnya. Dia tidak akan membiarkan dirinya nyaman dengan dosa dan perbuatan hina karena dia tidak akan tahu bagaimana akhir hidupnya-apakah dia akan di beri kesempatan bertaubat sebelum mati atukah kematian menjemputnya lebih dahulu secara tiba-tiba? Dia ibarat orang kelaparan lalu makan makanan beracun untuk mengusir rasa lapar. Lantas untuk terbebas dari pengaruh racun dia minum penawar racun. Jelas, tindakan ini tidaklah dilakukan kecuali oleh orang bodoh.

REFERENSI:

Di Tulis Oleh: Zainal Abidin bin Syamsuddin.

Diringkas Oleh: Usman.

Diambil dari Buku: Ya Allah Ampuni Aku, Bertaubat Sebelum Terlambat.

Baca juga artikel:

Kewajiban Mulia Yang Harus Dijaga

Terhapus Amalanmu Gara-gara ini!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.