Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Enam Tahap Godaan Setan (Bagian 1)

6 tahap godaan setan

Enam Tahap Godaan Setan (Bagian 1) – Hakikat Setan Ini merupakan masalah prinsip dalam aqidah. Apakah setan itu? Apakah dia hakiki atau sekedar, simbol? Atau sekedar pemikiran-pemikiran buruk atau bisikan-bisikan yang mengganggu sebagaimana dugaan sebagian orang? atau sebagaimana dugaan lainnya yang mengatakan bahwa dia adalah sejenis bakteri? atau dia sekedar simbol keburukan yang karenanya kita letakkan sebagai simbol saja untuk dibicarakan? Bagaimana pandangan aqidah Ahlus-Sunnah wal Jamaah dalam masalah ini?! Aqidah kita mengatakan bahwa setan itu berasal dari golongan jin. Allah Ta’ala berfirman:

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهۗ اَفَتَتَّخِذُوْنَه وَذُرِّيَّتَهٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۗ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ”Sujudlah kamu kepada Adam maka sujudlah mereka kecuali lblis. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah tuhannya.” (QS. al-Kahfi: 50)

Kita beriman akan adanya jin dan manusia. Setan termasuk golongan jin dan dia selalu bersama setiap manusia. Dalil dari hal tersebut adalah sabda Rasulullah dalam hadits shahih riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud: “Tidaklah ada seorang pun di antara kalian kecuali telah dijadikan pendampingnya dari bangsa jin dan dari malaikat.” Mereka berkata: “Termasuk engkau ya Rasulullah?” beliau bersabda: “Termasuk saya, tetapi Allah Azza wa Jalla telah menolong saya, sehingga dia tidak menyuruh saya kecuali kepada yang benar.” Dengan demikian, pada setiap diri manusia terdapat jin, termasuk Rasulullah. Cuma saja beliau dilindungi oleh Allah Ta’ala sehingga jin tersebut tidak memerintahkan kecuali yang hak.” (HR. Muslim)

Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah: “Aku berlindung kepadan Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. an-Nas: 1-6)

Bisikan dapat bersumber dari manusia yang berperangai buruk, dan kadang-kadang dapat juga bersumber dari jin. Berarti setan dari bangsa jin juga membisikkan kepada manusia.

Setan menggunakan metode bertahap, baik dari segi kandungannya ataupun metode pelaksanaannya. lbnu Qayim al-Jauziah rahimahullah menyebutkan enam tahap dari godaan setan.

Tahap pertama: Setan berupaya agar manusia berada dalam kekufuran dan kesyirikan. Jika orang tersebut tetap berada dalam Islam, maka setan berpindah kepada fase berikutnya.

Tahap kedua: Menjerumuskan ke dalam bid’ah. Yaitu menjadikan seseorang sebagai pelaku bid’ah. Jika orang tersebut tetap berpegang teguh pada sunnah, maka setan mulai dengan fase ketiga.

Tahap ketiga: Menjerumuskan ke dalam dosa-dosa besar. Jika ternyata dia Allah lindungi dari hal-hal tersebut, setan masih belum putus asa.

Tahap keempat: Menjerumuskan ke dalam dosa-dosa kecil. Jika dia terlindungi dari hal tersebut, maka setan mulai dengan metode syaitaniah lainnya,

Tahap kelima: Menyibukkan manusia dengan hal-hal yang mubah (boleh) sehingga waktunya terbuang oleh perkara-perkara tersebut dan tidak digunakan untuk bersungguh-sungguh melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya.

Tahap keenam: Menyibukkan manusia pada perbuatan ringan dengan mengabaikan perkara utama.

Dia melakukan satu perbuatan baik, akan tetapi perbuatan tersebut membuat dia terhalang dari perbuatan yang lebih baik dan lebih utama. Misalnya seseorang sibuk dengan perkara sunnah kemudian akhirnya meninggalkan yang fardhu!! Setan sangat bersungguh-sungguh dalam upayanya, bertingkat-tingkat dalam godaannya. Adapun dari segi teknis, dia juga menggoda manusia selangkah demi selangkah, sebagaimana firman Allah Ta’ ala: “Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langka-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-An’am: 142)

Setan pada awalnya berupaya mempengaruhi manusia sedikit demi sedikit, setahap demi setahap hingga sampai tujuan. Dia masuk ke dalam setiap golongan manusia dengan cara yang cocok kepada masing-masing mereka. Masuk kepada orang yang zuhud dengan cara kezuhudan. Masuk kepada orang alim lewat ilmu pengetahuan. Masuk kepada orang jahil lewat kebodohannya

tipu daya setan sangat banyak dan tak terhitung, diantaranya:

Pertama: Mengadu domba kaum Muslimin serta menimbulkan persangkaan buruk.

Dalam riwayat Muslim Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam  bersabda: “Sesungguhnya lblis telah putus asa untuk disembah oleh orang-orang sholeh, tetapi dia berusaha untuk menimbulkan pertikaian di antara mereka. (HR. Muslim)

Yaitu dengan menimbulkan pertikaian di antara mereka, permusuhan dan fitnah, sehingga mereka saling disibukkan satu sama lain. Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa setan putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di jazirah Arab.

Setan juga selalu berupaya menimbulkan permusuhan di antara manusia. Dalam hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Sulahnan bin Shard radhiallahu anhu, beliau berkata: “Aku duduk bersama Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, lalu ada dua orang yang saling mencaci maki. Wajah salah seorang di antara mereka memerah. Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Akan aku beritahukan kalimat yang jika diucapkan akan hilanglah apa yang dia rasakan (amarah). Seandainya dia membaca: A’uudzu billahi minasysyaitaanirrajim … (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk) , maka hilanglah apa yang dia rasakan.” (HR. Bukhori)

Kedua: Menghias bid’ah.

Setan menjadikan bid’ah seakan baik. Dia menggoda dengan mengatakan: “Manusia pada zaman sekarang telah meninggalkan agama, sulit untuk mengajak mereka kembali. Mengapa tidak kita lakukan saja sejumlah ibadah (baru) dan kita perbanyak agar mereka segera kembali pada agamanya?”

Atau kadang mereka datang dengan menambah-nambah ibadah yang telah disebutkan dalam sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mereka membisikkan: Menambah kebaikan adalah kebaikan, maka tambahkanlah.” Tambahan tersebut dapat berbentuk tambahan ibadah itu sendiri atau dalam bentuk ibadah lain. Sebagian lagi ada yang membisikkan: “Manusia sekarang sudah jauh dari agama, ada baiknya kalau kita buat-buat sejumlah hadtls yang dapat menakut-nakuti mereka.” Lalu mereka mengarang-ngarang hadits yang mereka katakan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, mereka beralasan: “Kami memang berdusta, tapi kami tidak berdusta untuk keburukan Rasulullah, justru kami berdusta untuk membela Rasulullah!”

Atas nama berdusta membela Rasulullah, mereka mengarang-ngarang hadits dan menakut-nakuti manusia dari neraka! Mereka gambarkan manusia dalam bentuk yang aneh, mereka juga ceritakan surga dengan bentuk yang aneh pula! Sebagaimana kita ketahui, bahwa ibadah bersifat tauqifi, yaitu diambil sebagaimana dia dibawa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan sebagaimana yang Allah Ta’ala turunkan. Tidak ada hak bagi kita untuk menambah dan merubah sekehendak kita. Hal tersebut semata-mata merupakan bid’ah karangan setan!

Ketiga: Membesar-besarkan suatu masalah dengan mengorbankan masalah lainnya.

  1. Ruang lingkup pribadi Seseorang mungkin banyak melakukan dosa dan maksiat, akan tetapi dia shalat. Dia berpendapat bahwa shalat merupakan tiang agama dan yang paling pertama dihisab di hari kiamat! Jadi, tidak mengapa seseorang melakukan dosa dan maksiat (selama masih shalat)!! Dia jadikan shalat sesuatu yang sangat besar sehingga menjadi alasan baginya untuk melalaikan ibadah yang lainnya. itu artinya dia membesar-besarkan masalah shalat dengan mengorbankan masalah lainnya. Betul bahwa shalat adalah tiang agama, tetapi dia bukan keseluruhan agama.

Dari sinilah setan datang memberikan alasan untuk menutupi kekurangannya. Ada pula orang yang beralasan: Agama adalah bagaimana etika kita yang paling penting bagi kita adalah bersikap baik terhadap sesama manusia, tidak berdusta dan menipu, meskipun tidak shalat.

Ada pula orang yang berkata: “Yang paling penting adalah niat yang baik! Saya tidur malam ini dengan hati yang bersih dari dengki dan benci kepada manusia”. Padahal dirinya meninggalkan berbagai amal shaleh karena merasa cukup dengan niat yang baik.

Di sisi lain, ada orang yang berkonsentrasi untuk mempelajari al-Quran dan tajwidnya. Dia sangat mengutamakannya dengan mengabaikan yang lainnya. Dia tinggalkan sisi lainnya karena terlalu membesar-besarkan masalah ini. Padahal tidak diragukan, bahwa hal tersebut bukan satu-satunya urusan dalam Islam. Kesalahannya bukan pada perhatiannya (terhadap Al-Quran), akan tetapi membesar-besarkannya sedemikian rupa dengan mengabaikan urusan-urusan penting lainnya.

  1. Ruang lingkup Jama’ah. Masalah ini juga tampak dalam ruang lingkup jama’ ah. Ada kelompok yang berkata: “Yang paling penting sekarang adalah mengenal kondisi kaum Muslimin dan musuh-musuhnya. Yang penting sekarang adalah masalah politik, karena kita hidup pada zaman kita sekarang, bukan zaman para sufi (dahulu)!” Demikianlah, mereka dari kalangan ini mengetahui segala sesuatu tentang komunisme, sekularisme, premasonri, Bahaisme, Ahmadiyah.

Namun jika mereka ditanya tentang Islam tidak ada sedikitpun yang dia ketahui tentang Islam!! Sebaliknya ada kelompok yang membesar-besarkan masalah ibadah, mereka berkata: “Yang paling penting adalah hubungan Anda dengan Allah Ta’ala “Shalat, zuhud, takwa” dan kemudian dia mengabaikan permasalahan lain dengan alasan perhatian terhadap aspek rohani. Ada juga kelompok lainnya dan ini nyata dalam medan dakwah yang berkata: Yang paling penting sekarang adalah persatuan.

Bukankah Allah Ta’ala berfirman: “Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali lmran: 103)

Mereka jadikan masalah ini sebagai masalah yang paling penting meskipun taruhannya adalah aqidah! Mereka akrab dengan orang-orang yang aqidahnya berbeda dari aqidah kita, dengan alasan bahwa yang paling penting bagi kita sekarang adalah bersatu, karena musuh-musuh kita bersatu padu untuk menyerang kita! Yang benar adalah bahwa kita bersatu berdasarkan landasan agama, bukan sekadar bersatu tanpa aturan dan pertentangan aqidah. Jadi harus ada kesinambungan dalam masalah ini. Karena pintu masuk setan pada umumnya adalah membesar-besarkan suatu masalah dengan mengabaikan masalah lainnya.

Keempat: Menunda pekerjaan.

Di antara pintu masuk setan adalah: menunda-nunda dan panjang angan-angan atau apa yang dikatakan sebagian orang sebagai “halangan utama”. Seseorang meletakkan suatu masalah di hadapannya sebagai penghalang, lalu berkata: “Jika saya selesai studi insya Allah saya akan bertaubat”. Halangannya studi. Kemudian ketika studinya selesai dia akan berkata, “Jika saya telah bekerja, saya akan bertaubat.” Kemudian ketika dia telah mendapatkan pekerjaan, dia belum juga bertaubat.

Demikianlah seterusnya dia akan berkata: jika saya telah menunaikan haji, jika saya telah menikah, jika…jika. Dia selalu meletakkan penghalang di depannya, dan menunda-nunda, lalu dia hidup dengan panjang angan-angan. Begitulah seterusnya dia hidup dan tidak sama sekali memulainya dengan kehidupan yang sebenarnya.

Sesungguhnya tujuan akhir yang dikehendaki setan darimu adalah mencegahmu dari amal, atau menundanya. Ini merupakan pintu masuk berbahaya bagi orang-orang shaleh. Setan akan datang kepadamu dan berkata: “Kamu hingga sekarang belum pantas mengajar atau berdakwah, tunggulah hingga kamu selesai belajar.”

Padahal kita diperintahkan untuk menyampaikan sesuatu walau satu ayat, jika engkau telah mempelajari sesuatu maka ajarkanlah, walaupun cuma satu ayat. Ibnu al-Jauzi dalam kitab “Talbis Iblis” berkata: Betapa banyak orang yang sudah bertekad, namun di tunda-tunda oleh Iblis, dia menggodanya: ”Nanti sajalah”. Betapa banyak orang yang hendak melakukan kebaikan dia menundanya. Bahkan seorang ulama yang hendak mengulang pelajarannya dia goda pula: “Istirahatlah sejenak”. Begitulah setan selalu menimbulkan rasa senang pada kemalasan dan menunda pekerjaan. Setan juga datang kepada ahli ibadah di malam hari yang hendak melakukan shalat, dia membisikkannya: “Malam masih panjang.” hingga datang waktu pagi dia belum juga shalat! !

REFERENSI:

Diringkas oleh : Sandy Kurnia Alfianto Pengajar Matematika DQH

Judul Buku : Tipu Daya Setan

Penulis : Abdullah Kathir

Penerbit : Al Muntada Al Islamiy

Tahun : 2012

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.