Kekeliruan Dalam Berwudhu – Sebagaimana ibadah yang lain, wudhu pun wajib untuk mengikuti tuntunan dari Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi dalam mengerjakannya. Karena Al-Qur’an dan hadits adalah sumber landasan hukum dalam islam, serta acuan dalam mengerjakan ibadah. Maka tidak boleh kita melakukan ibadah hanya dengan dasar pendapat seseorang opini seseorang atau logika semata. Lebih lagi jika tidak memiliki dasar sama sekali alias asl-asalan.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini akan memaparkan secara ringkas beberapa amalan dan keyakinan yang salah seputar wudhu, karena amalan dan keyakinan tersebut tidak dilandasi oleh Al-Qur’an dan hadits shahih. Beberapa amalan dan keyakinan tersebut adalah:
1. Melafalkan niat wudhu
Sebagian orang melafalkan niat wudhu semisal dengan mengucapkan: “Nawaitul wudu’a liraf’il hadatsi asghari lillahi ta’ala” (saya berniat wudhu untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala) atau semacamnya. Padahal Nabi tidak pernah mencontohkan melafalkan niat sebelum wudhu, dan niat itu adalah amalan hati. Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama. Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi Rahimahullah mengatakan:
لم يقل أحد من الأئمة الأربعة, لا الشّافعيّ ولاغيره باشتراط التلفّظ بالنيّة, وإنما النيّة محلّها القلب باتّفاقهم
Artinya: “Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam).”[1]
Sekali lagi niat itu amalan hati dan itu mudah, tidak perlu dipersulit. Dengan adanya itikad dan kemauan dalam hati untuk melakukan wudhu untuk melakukan shalat atau yang lainnya, maka itu sudah niat yang sah.
2. Tidak mengucapkan Basmallah
Para ulama berbeda pendapat apakah Basmallah atau mengucapkan “Bismillah” hukumnya wajib ataukah sunnah. Sebagian ulama mewajibkan dengan dalil hadits:
لا صلاة لمن لا وضوء ولا وضوء لمن لم يذكر اسم الله عليه
Artinya: “Tidak ada shalat bagi yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah”.[2]
Namun jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah, sebagaimana telah kami jelaskan.
Namun demikian, baik beranggapan hukumnya sunnah ataupun wajib, meninggalkannya dengan sengaja adalah sebuah kesalahan.
3. Melafalkan doa untuk setiap gerakan
Sebagian orang meganggap ada doa khusus yang dibaca pada setiap gerakan wudhu. Yang benar, doa-doa tersebut tidak pernah diajarkan Nabi, dan hanya berasal dari hadits-hadits yang palsu. Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad mengatakan:
وكل حديث في أذكار الوضوء الذي يقال عليه فكذب مختلق لم يقل رسول الله شيئا منه, ولا علمه لأمته
Artinya: “Semua hadits tentang dzikir-dzikir yang dibaca pada setiap gerakan wudhu adalah kedustaan yang dibuat-buat, tidak pernah dikatakan oleh Nabi sedikit pun dan tidak pernah beliau ajarkan kepada umatnya.”[3]
4. Memisahkan cidukan air untuk berkumur dan istinsyaq-istintsar
Jika dalam berwudhu anda berkumur-kumur tiga kali, kemudian setelah itu baru ber-istinsyaq (memasukan air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan cidukan air yang berbeda, maka ini tidak sesuai dengan praktek Nabi. Yang beliau contohkan adalah berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar itu dengan satu cidukan kemudian ulang sebanyak 3x. Sehingga untuk berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar hanya melakukan 3 cidukan. Dari Abdullah bin Zaid beliau menceritakan cara wudhu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
فمضمض واستنشق من كف واحدة. ففعل ذلك ثلاثا
Artinya: “Rasulullah berkumur-kumur dan beristinsyaq dari satu cidukan telapak tangan. Ia melakukan hal itu tiga kali.”[4]
5. Tidak mencuci lengan hingga siku
Padahal Allah Ta’ala berfirman mengenai rukun wudhu:
يا أيها الذين آمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق و امسحوا برءوسكم وأرجلكم إلى الكعبين
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan basuhlah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”[5]
6. Tidak membasuh seluruh kepala
Membasuh sebagian kepala semisal hanya membasuh bagian depannya saja, adalah sebuah kesalahan. Padahal dalam surat Al-Maidah ayat 6 di atas disebutkan “…Dan basuhlah kepalamu…” “kepala” di sini maknanya tentu seluruh kepala, bukan sebagiannya saja.
Diperkuat lagi oleh hadits laindari Abdullah bin Zaid mengenai tata cara membasuh kepala dalam wudhu,
ثم مسح رأسه بيديه فأقبل بهما وأدبر, بدأ بمقدم رأسه حتى ذهب بهما إلى قفاه, ثم ردهما إلى المكان الذي بدأ منه
Artinya: “…kemudian Rasulullah membasuh kepalanya dengan kedua tangannya. Beliau menggerakan kedua tangannya ke belakang dan ke depan. Di mulai dari bagian depan kepalanya hingga ke tenkuknya, lalu beliau gerakkan kembali ke tempat ia mulai…”[6]
7. Membasuh leher setelah membasuh kepala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak shahih hadits yang menyatakan Nabi membasuh leher dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan dalam hadits shahih satu pun. Bahkan hadits-hadits shahih mengenai tata cara wudhu Nabi tidak menyebutkan mengenai membasuh leher.”[7]
8. Mengulang mencuci kaki, sehingga lebih dari sekali
Sebagian orang mencuci kaki kanan, lalu kaki kiri, lalu kembali ke kananlagi, sampai 3x. Hal ini tidak sesuai dengan tuntunan Nabi. Syaikh Husain Al ‘Awaisyah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah mengatakan: “Yang sesuai sunnah adalah) mencuci kedua kaki tanpa berulang, berdasarkan hadits Yazid bin Abi Malik yang di dalamnya disebutkan,
فتوضأ ثلاثا ثلاثا, وغسل رجليه بغير عدد
Artinya: “Rasulullah berwudhu tiga kali-tiga kali, sedangkan beliau ketika mencuci kakinya tanpa berulang (cukup sekali).”[8]
Maka yang tepat adalah mencuci kaki kanan sekali, lalu kiri sekali.”[9]
9. Kurang sempurna mencuci kaki, dan juga anggota wudhu yang lain
Terkadang karena kurang serius dalam berwudhu atau karena terburu-buru, seseorang tidak sempurna dalam mencuci kedua kakinya. Karena Nabi melihat sebagian sahabat yang ketika berwudhu tidak menyempurnakan mencuci kakinya, beliau memperingkatkan mereka dengan keras dengan bersabda:
ويل للأعقاب من النار
Artinya: “Celaka tumit-tumit ( yang tidak tersentuh air wudhu) di neraka.”[10]
Tidak hanya kaki, pada anggota wudhu yang lain wajib isbagh (serius dan sempurna) dalam membasuh dan mencuci sehingga air mengenai anggota wudhu dengan sempurna.
10. Membiarkan ada penghalang di kulit
Dalam wudhu, ulama 4 madzhab mensyaratkan tidak adanya benda yang dapat menghalangi air mengenai kulit.[11] Membiarkan adanya benda yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit adalah sebuah kesalahan dan bisa menyebabkan wudhunya tidak sah.
Dikecualikan jika volumenya sangat kecil dan sedikit seperti kotoran yang ada di kuku, maka ini tidak mengapa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Jika kulit terhalang air oleh sesuatu yang yasiir (sedikit) seperti kotoran di kuku atau semisalnya, thaharah tetap sah.”[12]
Juga jika benda tersebut tidak memiliki volume atau sulit dihilangkan, maka tidak mengapa. Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta’ menyatakan: “ Jika benda yang menghalangi tersebut tidak bervolume, maka tidak mengapa. Henna dan semacamnya, atau minyak yang dioleskan atau semacamnya, ini tidak mengapa. Adapun jika ia memiliki volume, dalam artian ia tebal dan bisa dihilangkan , maka wajib dihilangkan. Seperti cat kuku, ia memiliki volume, maka wajib dihilangkan. Adapun sekedar polesan tipis, maka itu tidak menghalangi air.”[13]
11. Boros dalam menggunakan air
Berlebih-lebih dan boros adalah hal yang tercela dalam Islam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وكلوا واشربوا ولا تسرفوا
Artinya: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.”[14]
Demikian juga dalam berwudhu, tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Air adalah nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri, dan salah satu cara mensyukuri nikmat air adalah dengan tidak menyia-nyiakannya.
Dan banyak diantara saudara kita di tempat yang lain yang tidak bisa menikmati air yang melimpah. Rasulullah sendiri mencontohkan hal ini. Beliau biasa berwudhu hanya dengan 1 mud saja. Anas bin Malik menyatakan,
كان النبي صلى الله عليه وسلم يتوضأ بالمد, ويغتسل بالصاع, إلى خمسة أمداد
Artinya: “Rasulullah biasanya berwudhu dengan 1 mud air dan mandi dengan 1 sha’ sampai 5 mud air.”[15]
Sedangkan konversi 1 mud para ulama berbeda pendapat antara 0,6 sampai 1 liter. Sungguh hemat sekali bukan? Boleh saja berwudhu dengan air keran dan lebih dari 1 mud selama tidak berlebih-lebihan dan tetap berusaha untuk menghemat.
REFERENSI:
Diringkas oleh : Asandri (pengajar di ponpes darul Qur’an wal Hadits Ogan Komering Ulu timur sumsel)
Judul : Kekeliruan dalam berwudhu
Judul Buku : Berwudhu dengan Ilmu
Cetakan ke-1: Muharram 1445 H
Penerbit : Fawaid Kangaswad
Penulis : Yulian Purnama
[1] Al Ittiba’ hal. 62, dinukil dari Al Qaulul Mubin Fii Akhta-il Mushallin, hal. 91
[2] Telah berlalu takhrij-nya
[3] Zaadul Ma’ad (1/195)
[4] HR. Bukhari no.235
[5] QS. Al Maidah: 6
[6] HR. Al Bukhari no.185, Muslim no.235
[7] Majmu’ Fatawa 21/127-128, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, 1/142.
[8] HR. Abu Daud no. 116, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud
[9] Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, 1/143
[10] HR. Al Bukhari no.60, 165, Muslim no.240
[11] Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (43/330)
[12] Fatawa Al Kubra, 5/303
[13] Fatwa Nuurun ‘alad Darbi, no.161, juz 5 hal. 246
[14] QS. Al A’raf: 31
[15] HR. Al Bukhari no.201, Muslim no. 326
BACA JUGA :
Leave a Reply