Kedudukan Akal Dalam Islam

KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM

 

KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM

Segala puji bagi Allâh, yang telah menganugerahkan kepada umat manusia hati nurani, yang dengannya mereka menjadi berakal, mampu berfikir, merenung, dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وجعل لكم السّمع والأبصر والأفئدة لعلّكم تشكرون

Artinya: ”Dialah yang menjadikan kalian memiliki pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kalian bersyukur” (QS. an-Nahl/16: 78)

Ibnu Katsir Rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah memberikan mereka telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan hati yakni akal yang tempatnya di hati untuk membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan. Dan Allâh memberikan umat manusia kenikmatan- kenikmatan ini, agar dengannya mereka dapat beribadah kepada Rabb-Nya.”

Nabi Muhamad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

خيارهم في الجاهليّة خيارهم في الإسلام، إذا فقهوا

Artinya: “Orang yang paling baik di masa jahiliyyah, adalah orang yang paling baik setelah masuk Islam, jika mereka menjadi seorang yang faqih (ahli dan alim dalam ilmu syariat)”. (HR. Bukhari, no. 3353; Muslim, no. 2378)

Lihatlah bagaimana Rasul memberikan dorongan kepada umatnya untuk menjadi Muslim yang benar-benar memahami syariat Islam, dan itu tidak mungkin dicapai, kecuali dengan memanfaatkan akalnya sebaik mungkin.

Perlu diketahui bahwa sebagian Ulama membagi akal menjadi dua jenis yaitu akal insting dan akal tambahan. Akal insting adalah kemampuan dasar manusia untuk berfikir dan memahami sesuatu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan akal tambahan adalah kemampuan berfikir dan memahami, yang dibentuk oleh pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan: “Jika dua akal ini berkumpul pada seorang hamba, maka itu merupakan anugerah besar yang diberikan oleh Allah kepada hamba yang dikehendaki- Nya, urusan hidupnya akan menjadi baik, dan pasukan kebahagiaan akan mendatanginya dari segala arah. (Miftahu Dâris Sa’adah, 1/117)

Tentunya adanya pembedaan dua jenis akal di atas, tidak berarti adanya pemisah antara akal insting dengan akal bentukan. Karena akal tambahan pada dasarnya adalah akal insting yang telah berkembang seiring bertambahnya ilmu dan pengalaman yang diperoleh seseorang. Bisa dikatakan, bahwa akal tambahan melazimkan adanya akal dasar. Sebaliknya, sangat jarang adanya akal dasar yang tidak berkembang seiring berjalannya waktu, wallahu a’lam.

ILMU LEBIH TINGGI DARIPADA AKAL (AKAL MEMBUTUHKAN WAHYU)

Betapa pun jenius dan tingginya kemampuan akal, tetap saja ia merupakan salah satu dari kekuatan manusia. Dan tidak bisa kita pungkiri bahwa semua kekuatan manusia pasti memiliki batasan dan titik lemah. Tidak lain, itu disebabkan karena sumber kekuatannya adalah makhluk yang lemah, dan sumber yang lemah, tentu akan menghasilkan sesuatu yang ada lemahnya pula.

Diantara bukti adanya titik lemah pada akal manusia, adalah adanya banyak hakekat yang tidak bisa dijelaskan olehnya, seperti: hakekat ruh, mimpi, jin, mukjizat, karamah, dan masih banyak lagi. Belum lagi, seringnya kita dapati adanya perubahan pada hasil penelitiannya; dahulu berkesimpulan dunia ini datar, lalu muncul teori bulat, lalu muncul teori lonjong. Dahulu mengatakan minyak bumi adalah sumber energi tak terbarukan, lalu muncul teori sebaliknya. Dahulu mengatakan matahari mengitari bumi, lalu muncul teori sebaliknya, dan begitu seterusnya.

Kenyataan ini menunjukkan, bahwa akal tidak layak dijadikan sebagai sandaran untuk menetapkan kebenaran hakiki. Apabila ada sumber kebenaran hakiki yang diwahyukan, maka itulah yang harus dikedepankan, sedangkan akal diberi ruang untuk memahami dan menerima dengan apa adanya.

Oleh karenanya, Islam memberi ruang khusus bagi akal, ia hanya boleh menganalisa sesuatu yang masih dalam batasan jangkauannya, ia tidak boleh melewati batasan tersebut, kecuali dengan petunjuk nash-nash yang diwahyukan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan: “Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun (untuk mencapai itu semua), akal bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yang ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan cahaya iman dan al-Qur’ân, maka itu ibarat cahaya mata yang terhubung dengan cahaya matahari atau api” (Majmû’ul Fatâwâ, 3/338).

Karena kenyataan ini, maka hendaklah kita mengetahui batasan-batasan akal, sehingga kita tahu, kapan kita boleh melepas akal kita di lautan pandangan, dan kapan kita harus mengontrolnya dengan wahyu Allâh. Ini merupakan bentuk lain dari penghormatan Islam terhadap akal. Islam menempatkannya pada posisi yang layak, sekaligus menjaganya agar tidak terjatuh ke dalam jurang kesesatan yang membingungkan.

Dalam perkara-perkara ini, memang dibutuhkan akal untuk memhami,merenungi,dan menyimpulkan suatu hukum dari dalil,tapi akal tidak boleh keluar dari dalil yang ada,ia tidak boleh menentangnya,ataupun mengada-ngada.

AKAL BUKAN SEBAGAI HAKIM, NAMUN ALAT UNTUK MEMAHAMI

akal merupakan nikmat yang sangat agung, namun ia bukanlah segalanya. Kita harus menempatkannya pada tempat yang layak, dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak bisa dijangkau olehnya.

Jika ada keterangan wahyu dalam masalah apapun, maka itulah yang harus didahulukan, dan akal harus menyesuaikan dengannya, memahaminya, dan menerimanya dengan apa adanya. Memang, kadang keterangan wahyu menjadikan akal tertegun, namun ia tidak akan menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil.

KEUTAMAAN AKAL

Akal merupakan karunia agung yang diberikan Allah kepada bani Adam.  Ia adalah pembeda antara manusia dengan hewan,dengannya mereka dapat terus berinovasi dan membangun peradaban,dan dengannya mereka dapat membedakan mana yang berbahaya sesuai jangkauan akal mereka.

Karena besarnya karunia akal ini, Islam menggariskan banyak syariat untuk menjaga dan mengembangkannya,seperti:

  1. Mengharamkan apapun yang dapat menghilangkan akal,baik makanan,minuman,ataupun tindakan. Juga memberikan hukuman khusus berupa cambuk,bagi mereka yang sengaja makan atau minum apapun yang memabukkan.
  2. Memasukkan akal dalam lima hal primer yang harus dijaga dalam syari’at Islam, yakni: agama,jiwa,keturunan,akal dan harta.
  3. Menjadikannya sebagai syarat utama taklif (kewajiban dalam syariat). Oleh karena itu,ada batasan baligh,karena orang yang belum baligh biasanya kurang sempurna akalnya. Oleh karena itu pula,semua orang yang hilang akalnya,bebas atau gugur kewajibannya menjalankan syariat.
  4. Menganjurkan,bahkan mewajibkan umatnya untuk belajar. Lalu memberikan derajat yang tinggi bagi mereka yang berilmu dan mengamalkan ilmunya.
  5. Melarang umatnya membaca bacaan atau mendengarkan perkataan-perkataan,yang dapat menyesatkan dari pemahaman yang benar.

Semua hal diatas digariskan oleh Islam,terutama utuk menjaga nikmat akal,mensyukurinya,dan mengembangkannya.

Bahkan dalam Al-Qur’an,sangat banyak kita dapati ayat-ayat yang mendorong manusia agar memanfaatkan akalnya untuk hal-hal yang berguna,terutama untuk mencari hakikat kebenaran. Berikut ini,merupakan sebagian kecil dari contoh ayat-ayat tersebut:

وهو الّذى يحي ويميت وله اختلف الّيل والنّهار أفلا تعقلون

Artinya: “Dialah yang menghidupkan dan mematikan,Dia pula yang mengatur pergantian malam dan siang.Tidakkah kalian menalarnya?/! (QS. Al-Mukminun/23: 80)

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

قل هل يستوى الأعمى ولأبصير أفلا تتفكّرون

Artinya: Katakanlah: Samakah antara orang yang buta dengan orang yang melihat?! (QS. al-An’am/6:50)

Sekian, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat, terutama bagi penulis sendiri, umumnya bagi semua yang membacanya.

Referensi

Nama Penulis: Ustadz Musyaffa

Dibuat Oleh: Delvina Zahra (Pengabdian DQH)

Sumber: As-Sunnah  “Apa ada pertentangan antara akal dan wahyu?” Muharram 1434 H

Tanggal dibuat artikel: 23 Mei 2024

Baca juga artikel:

Mendidik Balita Mengenal Agama (Bagian 2)

Pembatal-Pembatal Shalat

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.