Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

10 Kaidah Penyucian Jiwa (Bagian 3)

10 kaidah penyucian jiwa - 03

10 Kaidah Penyucian Jiwa (Bagian 3) – Segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi yang paling mulia, penutup rasul, teladan dan penyejuk mata kita, yaitu Nabi Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan sahabat beliau seluruhnya, serta semua orang berjalan diatas petunjuk beliau sampai hari kiamat nanti.

Dan pada pembahasan kali ini kita masih berkaitan dengan pembahasan yang kemarin yaitu tentang 10 kaidah penyucian hati. Sekarang kita masuk pada kaidah yang baru yaitu:

 

Kaidah Ke empat : Mencari seseorang sebagai panutan dan teladan

Allah Ta’ala berfirman :

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الاخر وذكر الله كثيرا

Artinya: “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. AL-Ahzab: 21)

Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala berkata:

هذه الاية الكريمة أصل كبير في التأسي برسول الله صلى الله  عليه وسلم في أقواله وأفعاله وأحواله

Artinya: “Ayat yang mulia ini merupakan landasan (pokok) penting dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam ucapan, perbuatan dan keadaan beliau.” (Tafsir ibnu katsir, 11: 133)

AL-Hasan rahimahullahu Ta’ala berkata, “Sekelompok orang berkata pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kami mencintai Rabb kami.” maka Allah Ta’ala turunkan ayat ini,

قل إن كنتم تحبون  الله فاتبعني يحببكم الله

Artinya: “Katakanlah “JIka kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. ALi-’Imran: 31)

Mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bukti benarnya kecintaan seseorang kepada Allah Ta’ala. Hal ini karena mengikuti dan meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menempuh jalan beragama beliau yang lurus adalah penyucian jiwa itu sendiri. Dan tidaklah mungkin seorang bisa mencapai penyucian jiwa tanpa mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Gembong-gembong kesesatan di setiap masa berinovasi dengan menciptakan metode-metode baru lagi mungkar, dan mengklaim hal itu mampu menyucikan jiwa, menjernihkan hati, memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala. Dan klaim-klaim lain dalam perkataan mereka. Mereka pun memberi wejangan untuk mengasingkan diri dari masyarakat (jamaah) dan menyendiri ditempat-tempat yang gelap mengulang-ulang model dzikir dan kalimat (lafadz) tertentu, dan mereka menyangka hal itu bisa menyucikan, menjernihkan, memelihara jiwa, dan klaim-klaim lain yang batil (dusta).

Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala berkata:

وتزكية النفوس: أصعب من علاج الأبدان وأشد فمن زكى نفسه بارياضة والمجاهدة والخلوة التي لم يجىء بها الرسل فهو كالمريض الذي يعالج نفسه برأيه وأين يقع رأيه من معرفة الطبيب فالرسل أطباء القلوب فلا سبيل إلى تزكيتها وصلاحها إلا من طريقهم و على أيدهم ويمحص الانقياد و التسليم لهم والله المستعان

Terjemahannya: “Menyucikan jiwa lebih sulit dan lebih berat daripada mengobati badan. Barangsiapa menyucikan jiwanya dengan riyadhah (latihan-latihan rohani untuk menyucikan jiwa, pent.), mujahadah (usaha sunguh-sungguh untuk melawan hawa nafsu menurut pengikut tasawwuf, pent.) dan khulwah (menyendiri) yang tidak diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seperti orang mengobati diri sendiri dengan mengandalkan pendapat sendiri. Apakah pendapatnya itu akan sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh para dokter? Para Rasul adalah dokter hati. Tidak ada jalan untuk menyucikan dan memperbaiki hati manusia kecuali mengikuti jalan dan melalui arahan mereka, dan dengan semata-mata menaati dan menerima ajaran mereka. Wallahul musta’an (Dan Allah adalah sebaik-baik tempat untuk meminta pertolongan).” (Madaarijus Saalikiin 2: 300)

 

Demikian pula, seluruh amal yang tidak dilandasi tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut tertolak. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Artinya: “Barang siapa yang beramal dengan amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amak tersebut tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718)

Sufyan bin ‘uyainah rahimahullahu Ta’ala berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-mizan al-akbar (parameter kebenaran yang agung), segala sesuatu di perbandingkan dengan beliau, baik dengan akhlaknya, sejarah hidupnya, maupun dengan petunjuknya. Apa yang sesuai dengannya, itulah kebenaran. Dan apa yang bertentangan dengannya, itulah kebatilan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baghdadi dalam Al-jami’ li akhlaq ar-raawi wa adaab as-saami’, 1: 79)

Oleh karena itu,wajib bagi orang yang ingin menyucikan jiwanya untuk bersungguh -sungguh mengikuti, mencontoh dan meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menjauhi berbagai perkara dan metode-metode baru (bid’ah) yang diklaim oleh para pencetusnya bahwa hal itu dapat menyucikan jiwa.

 

Kaidah kelima: Membersihkan diri dari keburukan dan menghiasinya dengan keutamaan

Sesungguhnya hakikat penyucian jiwa dalah diawali dengan membersihkan jiwa (takhliyyah), yaitu membersihkannya dari kotoran, maksiat, dan perbuatan dosa, setelah itu menghiasinya (tahliyyah) dengan melakukan berbagai amal ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:

خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكهم بها وصل عليهم

Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.”(QS. At-Taubah : 103)

Dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) “membersihkan mereka” terdapat isyarat tentang kedudukan “takhliyyah” dari keburukan, yaitu membersihkan diri dari perbuatan dosa.

Dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) “menyucikan mereka” terdapat isyarat tentang kedudukan “tahliyyah”, yaitu menghiasi diri dengan keutamaan dan kebaikan.

Mendahulukan “pembersihan” (thath-hiir) dari “penyucian” (tazkiyyah) pada ayat diatas, layaknya mendahulukan (takhliyyah) sebelum melakukan tahliyyah.

Oleh karena itu, menjadi sebuah keniscayaan bagi orang yang ingin menyucikan jiwanya agar melepaskan diri terlebih dahulu dari dosa dan pelanggaran yang dapat merusak dan menutupi hatinya dari cahaya hidayah dan keimanan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam: “Apabila seorang hamba melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila dia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik malam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan dengan “ar-raan” yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS.Al-Muthaffiffin:14) (HR.Tirmidzi no. 3334 dan dinilai hasan oleh AL-Albani dalam shahih At-Targhib wa At-Tarhibb: 268)

Kemudian, setelah itu dia dapat bersungguh-sungguh memperbanyak amal shahih yang dapat menyucikan jiwanya, sebagimana firman Allah Ta’ala:

والذين جاهدوا فينا لنهدينّهم  سبلنا وإن الله لمع المحسنين

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhny Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah Ta’ala berkata:

فالتزكية وإن كان أصلها النماء والبركة وزياذة الخير فإنما تحصل بإزالة الشر فلهذا صار التزكي يجمع  هذا هذا

Terjemahannya: “At-tazkiyyah, meskipun makna asalnya adalah pertumbuhan, keberkahan, dan pertambahan kebaikan, namun hal itu hanya bisa tercapai dengan menjauhi segala keburukan. sehingga jadilah tazkiyyah itu mengumpulkan antara menjauhi keburukan dan meningkatkan kebaikan.” (Majmuu’ Al-Fataawa: 97)

Ketika menjelaskan firman Allah Ta’ala:

بل الله يزكي من يشاء

Atinya: “Sebenarnya Allah membersihkan siapa saja yang di kehendaki-Nya.” (QS.An-Nisa’ : 49)

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu Ta’ala berkata:

أي: بالإيمان والعمل الصالح بالتخلي عن الأخلاق الرذيلة والتحلي بالصفات الجميلة

Terjemahannya: “Yaitu Allah membersihkan diri mereka dengan iman dan amal shalih, yaitu dengan At-Takhalli, membersihkan diri dari akhlak yang buruk, dan At-Tahalliy, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulia.” (Taisir karimirrahman, hal : 182)

 

Kaidah keenam : Menutup pintu yang dapat mengeluarkan seseorang dari kesucian jiwa, menjauhkannya dari keutamaan dan menjerumuskannya ke dalam kehinaan

Seorang hamba memiliki kebutuhan yang sangat mendesak untuk menutup pintu yang dapat merusak dan mengotori jiwanya. Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuat suatu permisalan untuk kita yang menjelaskan bahaya masuknya seseorang kedalam perkara yang dapat merusak agamanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ضرب الله مثلا صراطا مستقيما وعلى جنبتي الصراط سوران فيهما أبواب مفتحة وعلى الابواب ستور مرخاة وعلى باب الصراط داع يقول: أيها النَاس ادخلوا الصراط جميعا ولا تتعرجوا وداع يدعو من فوق الصراط فإذا أراد يفتح شيئا من تلك الأبواب قال : ويحك لا تفتحه فإنك إن تفتحه تلجه والصراط الإسلام والسوران : حدود الله والأبواب المفتحة محارم الله وذلك الداعي من فوق الصراط واعظ الله في قلب كل مسلم

Artinya: “Allah memberikan perumpamaan berupa jalan yang lurus. Kemudian di atas kedua sisi jalan itu terdapat dua dinding. Dan pada kedua dinding itu terdapat pintu-pintu yang terbuka lebar. Kemudian di atas setiap pintu terdapat tabir penutup yang halus. Dan di atas pintu jalan terdapat penyeru yang berkata, “Wahai sekalian manusia, masuklah kalian semua kedalam shirath dan janganlah kalian menoleh kesana kemari’. Sementara di bagian dalam dari shirath juga terdapat penyeru yang selalu mengajak untuk menapaki shirath, dan jika seseorang hendak membuka pintu-pintu yang berada disampingnya, maka ia berkata, ‘celakalah kamu, jangan sekali-kali kamu membukanya maka kamu akan masuk kedalamnya.’ Ash Shirath itu adalah Al-Islam. Kedua dinding itu merupakan batasan-batasan Allah Ta’ala. Sementara pintu-pintu yang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dan adapun penyeru di depan shirath itu adalah kitabullah (Al-Qura’an) ‘azza wa jalla. Sedangkan penyeru dari atas shirath adalah penasihat Allah (naluri) yang terdapat pada setiap kalbu seorang mukmin.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, no. 17909)

Berkaitan dengan hal ini Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Ta’ala maha mengetahui apa yang mereka perbuat,” (QS. An-Nuur: 30)

Abu Hayyan AL-Andalusi rahimahullhu Ta’ala berkata: “Menundukkan pandangan itu lebih di dahulukan  dari pada menjaga kemaluan karena pandangan mata adalah pos menuju zina, pengantar kekejian dan musibah didalamnya itu lebih parah dan lebih banyak.”(Al-Bahru Al-Muhiith karya Ibnu Hayyam Al-Andalusia:33)

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah Ta’ala: “Barangsiapa yang menjaga kemaluan dan penglihatan dirinya akan tersucikkan dari berbagai kotoran yang menodai pelaku kemaksiatan ,amalnya murni karena meninggalkan keharaman yang menjadi kecondongan dan keinginan jiwa manusia. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah Ta’ala akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik baginya.” (Taisiir karimirrahman hal : 660)

 

Bersambung….

 

Sumber: dari E-book 10 kaidah penyucian jiwa, yang ditulis oleh Prof.Dr. Abdurrazzaq al-Badr yang diterjemahkan oleh Dr. Muhammad Saifudin Hakim, M.Sc.

Diringkas oleh : Dian Wahyuni

 

BACA JUGA :

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.