Sebelum Ayah Tiada (Bagian 1)

sebelum ayah tiada

Sebelum Ayah Tiada (Bagian 1) – Anakku, ayah memang tidak mengandungmu. Tapi, dalam darahnya, mengalir darah ayahmu. Engkau memang tidak melihatku menangis. Bukan hati keras. Tapi, agar engkau tetap percaya ayahmu selalu tegar menjadi sandaranmu. Saat engkau patah semangat, ingatlah ayahmu yang tidak pernah patah semangat membesarkanmu. Dan, sebelum Ayah tiada, inilah nasihat yang selalu membersamaimu.

Anakku, menasihatimu bukan berarti ayah lebih baik. Tapi, ayah hanya ingin kita semua menjadi baik. Lagi pula, nasihat itu memang harus ditunaikan. Apalagi nasihat ayah ke anaknya merupakan nasihat terbesar di bumi. Karena itu, Allah abadikan dalam kitabNya, “Ingat saat Luqman nasihati anaknya.” (Luqman:13)

Nasihat adalah amanah dan inti ajaran agamamu. Nabi bersabda,

اَلدِّينُ النَّصِيحَةُ

“Agama itu nasihat.” (Muslim dari Tamim Ad-Dari, Maktabah Syamilah).

Memberi nasihat baik adalah tradisi para nabi dan orang shaleh terdahulu kepada anak kesayangannya. Nasihat itu seperti obat, semakin pahit, semakin menyembuhkan. Atau seperti butiran salju, setiap tetes yang jatuh akan tersimpan mengeras di kedalaman hatimu. Karena itu, siapa pun yang menasihatimu, baiklah kepadanya. Bahkan engkau lebih pantas menyayanginya berkali-kali dari orang yang sering memujimu. Banyak orang yang bisa menerima harta, tapi tidak semua bisa terima nasihat.

Engkau bisa dengar nasihat dari siapa saja. Karena itu, jangan remehkan orang gila. Boleh jadi, nasihat dan nilai hidup bermanfaat terucap dari lidahnya. Apalagi orang shaleh; dudukmu bersama mereka mengubah ragumu jadi yakin. Riya’mu jadi ikhlas. Lalaimu jadi sadar. Cinta duniamu jadi cinta akhirat.

Senakal-nakalnya dirimu, jika masih mau dengar nasihat, ada harapan engkau baik. Tapi, sebaik-baiknya dirimu, jika tidak lagi mau mendengar nasihat dari situ cerita awal kehancuranmu. Hari ini engkau hidup di sebuah masa dimana orang tidak suka dinasihati. Jangan engkau seperti mereka. Kebutuhanmu terhadap makan dan minum, sama dengan kebutuhanmu kepada nasihat.

Bersyukur, Bagaimanapun Keadaanmu

Anakku, sebelum segala sesuatunya, ayah mengajakmu bersyukur. Ya, apa dan bagaimanapun keadaanmu saat ini, yang terbaik adalah engkau tetap bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmatNya. Sungguh kenikmatan yang engkau rasakan dari waktu ke waktu, itu jumlahnya jauh lebih banyak dan melimpah ketimbang masalah yang mungkin engkau anggap sebuah musibah.

Coba engkau belajar syukur dari nabi Sulaiman Alaihissalam. Ia mendapat banyak nikmat dari Allah. Namun di waktu bersamaan, sangat khawatir jika disebut hamba tak pandai bersyukur. Karena itu, Nabi Sulaiman membaca doa ini,

رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ

“Ya Rabb, jadikan aku hamba pandai syukuri segenap nikmatMu yang Engkau berikan padaku.” (An-Naml:19)

Anakku, saat engkau susah dan sedih pun, masih ada celah untuk engkau bersyukur. Saat engkau sakit, nikmat Allah masih tidak bisa engkau hitung. Apalagi saat bergembira, seharusnya engkau lebih banyak bersyukur. Nabi ajarkan doa,

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Segenap puji milik Allah bagaimanapun keadaannya.” (At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, Maktabah Syamilah)

Ayah mulai kisah pertama tentang syukur. Suatu waktu, seornag pengemis melewati Nabi. Beliau pun memberinya sebutir kurma. Tidak lama, epngemis lain melewati Nabi. Beliau juga memberi sebutir kurma kepadanya. Namun, pengemis kedua itu memuji Allah,

سُبْحَانَاللهِ تَمْرَةٌ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Subhanallah, kurma ini diberi Nabi.”

Mendengar pujian itu, Nabi pun tambahkan untuknya 40 dirham. (Tafsir Imam Ibnu Katsir, Ibrahim: 7, Maktabah Syamilah)

Anakku, jangan seperti orang buta yang tidak pandai bersyukur saat mendapat hadiah cermin. Jika tanganmu enggan memberi, jangan sampai lidahmu ikut enggan mengucap syukur.

Semoga engkau dan ayah pandai syukuri sekecil apapun nikmat Allah. Karena, di balik syukur ada tambahan nikmat dan karunia yang jauh lebih banyak. Sebaliknya, setetes nikmat yang engkau kufuri kelak menjadi gelombang adzab pedih.

Puji Allah sebaik-baiknya, Sesuai Keagungan-Nya

Anakku, pujilah Allah sebaik-baiknya dan setinggi-tingginya sesuai kebesaran dan keagunganNya. Dia memang pemilik pujian baik. Dia pemilik nama-nama dan sifat-sifat indah. Orang-orang shaleh terdahulu pandai memuji Allah dengan bahasa sangat santun dan indah.

Sahabat Anas bin Malik bercerita, suatu hari Nabi melewati seorang badui. Si badui itu memuji Allah dalam doa shalatnya.

Mendengar doa itu, Nabi pun menyuruh seorang mendatanginya sambil berpesan, “Suruh dia menemuiku setelah shalat.”

Selesai shalat, si badui itu mendatangi Nabi. Sebelumnya, Nabi mendapatkan hadiah emas. Ketika si badui itu datang, beliau menghadiahkan emas itu kepadanya.

Nabi bertanya, “Apa asal sukumu?” Badui menjawab, “Dari Bani Amir bin Sha’sha’ah wahai Rasul.”

Nabi, “Apakah engkau tahu, kenapa aku hadiahkan emas untukmu?” Badui, “Mungkin karena ada tali kekerabatan antara aku denganmu (hubungan iman).”

Nabi berkata, “Memang benar. Tapi, aku hadiahkan emas itu untukmu karena engkau telah memuji Allah dengan sebaik-baik pujian.” (Ath-Thabrani dalam AL-Ausath, Maktabah Syamilah)

Si badui itu orang biasa, tidak sekolah atau punya gelar akademik tinggi, tapi pujiannya kepada Allah luar biasa. Pandai sekali ia emmilih kata pujian untuk Allah. Ia pun berhak peroleh emas dari Nabi.

Ayah Hadiahkan Barang Yang Tidak Rusak

Anakku, jika ayah ingin memberimu hadiah materi, insyaallah, ayah bisa penuhi. Karena pasar, mall dan pusat belanja selalu terbuka lebar menjual makanan enak dan lezat, pakaian lembut, kendaraan nyaman, mainan seru. Tapi, pahamilah semua itu akan rusak dan hilang seiring berjalannya waktu. Karena itu, ayah pilihkan untukmu barang tidak rusak dan hilang; bekal nasihat dan kalimat-kalimat baik di dukung kisah tepercaya. Ia seperti pohon yang akarnya kokoh menghujam ke bawah. Cabangnya menjulang ke langit, berbuah lebat di setiap waktu dengan izin Tuhannya. (Ibrahim: 25)

Anakku, engkau itu perhiasan hidup ayah di dunia. Jadilah engkau terus seperti itu. Jangan berubah menjadi fitnah, bencana atau musuh bagi ayah. Jadilah engkau perhiasan di dunia dan di akhirat. Di dunia engkau mulia, di akhirat termasuk orang-orang shaleh. Duhai, itulah sahabat terindah.

Hidup ini madrasah besar dan penting bagimu. Hiduplah di dunia ini dengan pandai membuka mata dan pikiranmu, pandai mencerta dan menyerap pelajaran dan hikmah dari setiap yang engkau lihat dan rasa.

Slah satu tanda Iman-Islammu sempurna jika engkau sukses di dunia. Karena, mukmin sejati itu memang harus kuat dan bersungguh-sungguh. Mukmin berhasil itu akan menjadi tangan di atas, selalu membantu dan bermanfaat. Sebaliknya, salah satu tanda Iman-Islammu gagal, jika engkau juga gagal di dunia. Sebab, mukmin lemah itu memiliki perangai lemah dan malas hanya menggantungkan nasibnya ke orang lain.

Renungilah Perubahan Cepat di Masamu

Anakku, engkau dan ayah itu generasi unik. Mengapa ayah sebut unik? Karena kita mengalami lompatan informasi, teknologi, gaya hidup yang begitu cepat dan mengejutkan.

Dahulu, ayah masih mengalami riuh suara mesin ketik, kaset pita radio, bermain gandu, petak umpet, engklek, gasing, kelereng dan layang-layang. Tapi, sekarang semua itu sudah tidak ada. Yang ada canggihnya keyboard laptop, download, smartphone, gadget atau game online.

Dari mesin ketik ke laptop, namanya lompatan teknologi. Engkau dan ayah melihat, merasakan dan mengalaminya. Orang-orang sebelum kita tidak mengalaminya. Dan, anak-anak setelah kita juga tidak merasakannya. Kita juga mengalami lompatan informasi begitu cepat. Dahulu, jika salah satu anggota keluarga meninggal dunia, butuh satu sampai dua hari berita wafat sampai ke sanak keluarga lain. Tapi, kini hanya dalam hitungan detik, beritanya dapat menyebar. Bahkan, saking cepatnya, terkadang si fulan masih sehat bugar tapi diberitakan telah meninggal dunia.

Kita juga mengalami lompatan gaya hidup. Dahulu, orang uta kita berniaga gunakan perahu, motor bersahaja. Tapi, hari ini rata-rata penjualan melalui online.

Kita juga mengalami lompatan pada gaya beragama. Dahulu, mencari yang namanya guru, ustadz, kiyai sulit ditemukan. Belajar pun harus berjalan berkilo-kilo. Tapi hari ini, belajar agama sangat dipermudah. Cukup membuka whatsApp, youtube, instagram, facebook dan media lain. Orang pun bebas memilih guru dan ustadznya sesuai seleranya.

Anakku, sadari dan renungilah perubahan cepat ini. Lalu, bekali dirimu hadapi masa depan itu. Tentu, bekal terbaik adalah ilmu agama yang engkau timba dari ayah. Perubahan dan loncatan cepat merupakan ajaran agamamu. Bukankah, al-Qur’an pernah kabarkan keapda kaum muslimin yang saat itu jumlah masih sedikit dan tertinggal bahwa Bangka Romawi sektiar sembilan tahun akan menang kembali setelah dikalahkan Bangsa Persia.

Anakku, dunia boleh berubah cepat. Tapi identitasmu sebagai anak muslim tidak boleh berubah. Ayah percaya, dengna ilmu, iman, akhlak mulia, adab dan etika, adat ketimuran yang kuat mengakar, engkau mampu hadapi derasnya fitnah akhir zaman. Dan pada waktunya, kita kembali kepada Allah dalam keadaan muslim sempurna.

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ) ١٠٢(

“Dan, jangan kalian mati sebelum menjadi seorang muslim.” (Ali-Imran: 102)

Darah Keshalehan Mengalir Kuat Pada Dirimu

Anakku, darah keshalehan mengalir kuat pada dirimu. Faktor keturunan itu sangat menekankan dan berpengaruh kuat pada fisik, akhlak dan cara hidup bagi anak cucuk yang hidup sesudahnya. Jika kakek nenek orang baik-baik, insya Allah kebaikan itu akan menurun kuat ke anak-anaknya. Jika mereka orang-orang jahat, kejahatan itu pun bisa menurun kuat ke anak-anaknya.

Jadikan darah keshalehan ini sebagai bekalmu untuk menjadi baik. Kita memiliki kakek nenek orang yang terkenal punya nama baik di masyarakat, terhormat, baik, rajin ibadah, dermawan, insya Allah darah kebaikan ini juga mengalir pada dirimu.

Suatu hari, seorang laki-laki datang kepada Nabi sambil berkata, “Wahai Rasul, istriku melahirkan anak berkulit hitam.” padahal keduanya berkulit putih.

Mendengar itu, Nabi balik bertanya, “Apakah kamu memiliki unta?” laki-laki itu menjawab, “Ya”. Nabi bertanya, “Apa warnanya?” laki-laki menjawab, “Merah”. Nabi bertanya, “Apakah ada yang berwarna keabu-abuan?” laki-laki itu menjawab, “Ya.” Nabi bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Laki-laki itu menjawab, “Boleh jadi karena faktor keturunan.” Nabi lantas berkata,

وَهَذَا عَسَى أَنْ يَكُونَ نَزَعَهُ عِرْقٌ

“Dan anakmu yang berkulit hitam ini boleh jadi karena faktor keturunan.” (Muslim dari Abu Hurairah, Maktabah Syamilah)

Bersambung ke bagian berikutnya, insyaallah.

Referensi:

diringkas dari Buku Sebelum Ayah Tiada

Penulis: Muhammad Yasir, Lc

Penerbit: Pustaka Al-Kautsar

Diringkas Oleh: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.