Pendukung dan Penghalang Taubat – Segala puji bagi Allah, semoga kita semua senantiasa dalam perlindungan Allah dan semoga kita semua di berikan ke istiqamahan dalam beribadah kepada Allah.
Taubat dari dosa dan kesalahan menjadi kegiatan banyak orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Keinginan terkadang menguat dan terkadang melemah bahkan hilang sama sekali.ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Ketika faktor pendukung taubat itu ada dan banyak, maka keinginan untuk bertaubat akan menguat. Sebaliknya, jika faktor penghalangnya dominan, maka keinginan taubat akan meredup bahkan padam. Apa saja yang mendukung ? dan apa yang menghalang?
HAL-HAL YANG MENDUKUNG SESEORANG UNTUK BERTAUBAT
Kewajiban bertaubat adalah kewajiban dan kebutuhan setiap orang. Tidak mungkin, ada orang yang tidak membutuhkan taubat. Karena, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Seandainya pun dia tidak pernah berbuat maksiat dengan anggota badannya, tapi hatinya mungkin pernah memiliki ham (kecenderungan kuat) untuk melakukan dosa. Kalaupun hatinya tidak pernah seperti itu, maka dia tidak akan pernah lepas dari syaitan yang terus berusaha memalingkannya dari dzikrullah. Seandainya dia tidak pernah terpengaruh bisikan syaitan, maka pasti dia pernah lalai, kurang menyadari akan Allah, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya.
Oleh karena itu, setiap orang memerlukan taubat dan kembali dari kesalahan-kesalahannya menuju jalan yang lurus. Lalu, apa saja yang bisa menolong seseorang dalam usahanya untuk bertaubat?
Berikut ini hal-hal yang bisa membantu seseorang dalam bertaubat:
- Jika memungkinkan, ia melaksanakan ibaadaah-ibadah yang telah diabaikannya di masa lalu (misalnya, mengqadha’ ibadah-ibadah yaang telah lewat).
- Bergegas menuju Allah dan melakukan ketaataan dalam rangka mencari ridha-Nya, merenungi keagungan Rabbnya, keagungan ridha-Nya dan betapa dahsyat murka-Nya. Juga terus berusaha merenungi janji-janji Allah buat orang-orang yang taat kepada-Nya serta ancaman-Nya terhadap orang-orang yang berani melakukan perbuatan maksiat. Dengan ini, hatinya akan bersinar dan akan kembali kepada fitrahnya.
- Bergegas melakukan muhasabah (interospeksi) diri dan tidak menunda-nundanya. Yaitu dengan mengingat kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya di masa lampau akibat mengikuti hawa nafsunya. Dan dia meyakini bahwa menaati hawa nafsu hanya akan mengakibatkan kebinasaan pada Hari Kiamat dan kehinaan dalam kehidupan dunia, serta meyakini bahwa dengan tidak mengikuti hawa nafsu, dia akan selamat di akhirat dan memiliki izzah (harga diri) dalam kehidupan dunia. Dengan kesadaran ini, dia akan bertekad untuk mendidik jiwanya, terus-menerus berusaha untuk mengekannya, mencela keburukannya, mengingatkannya serta berusaha mengingatkannya agar tidak melupakan Rabbnya yang pasti dia akan kembali kepada-Nya.
- Menjauh dari tempat-tempat maksiat juga teman-teman yang buruk selama mereka masih tetap dalam keburukan dan mencari teman yang baik. Yaitu teman yang mengingatkan jika temannya lupa, dan meluruskan jika melihat temannya menyimpang dari jalan seharusnya. Teman yang senantiasa membimbing dan memandu temannya kepada kebenaran serta jalan yang lurus.
- Jujur kpeada Allah dalam taubatnya dengan cara memperbaiki semua amalannya, baik yang amalan fisik maupun hati.
- Membersihkan hati agar tidak terus menerus melakukan perbuatan dosa. Membersihkan hati ini bisa dilakukan dengan senantiasa menakut-nakutinya dan mengingatkannya dengan peringatan-peringatan keras dari al-Qur’an juga dengan mengingatkannya tentang berita-berita para pelaku maksiat di masa-masa lalu serta kisah berbagai musibah mengerikan yang menimpa mereka akibat perbuatan dosa mereka.
- Berhenti dari semua dosa dengan bertaubat dan tidak terus menerus memberanikan diri melakukan dosa hanya karena bersandar kepada kasih sayang Allah dan ampunan-Nya. Memang, Allah itu Maha Pengampun, tapi kita juga harus ingat bahwa adzab Allah itu sangat pedih.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Artinya: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS. An-Nur/24: 63)
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:
وَاكْتُبْ لَنَا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ اِنَّا هُدْنَآ اِلَيْكَۗ قَالَ عَذَابِيْٓ اُصِيْبُ بِه مَنْ اَشَاۤءُۚ وَرَحْمَتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍۗ فَسَاَكْتُبُهَا لِلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِاٰيٰتِنَا يُؤْمِنُوْنَۚ
Artinya: “Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan di akhirat. Sungguh, kami kembali (bertobat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, “Siksa-Ku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (QS. Al-A’raf/7: 156)
Hendaklah setiap muslim itu berharap dan memohon pertolongan Allah dalam meniti jalan hidayah menuju kebaikan.
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah/1: 5)
Hendaknya setiap muslim juga menyadari bahwa hati setiap insan itu berada diantara dua jari-jari jemari Allah yang maha pengasih lagi penyayang.
- Jika dia telah atau sedang bermu’amalah dengan transaksi riba, maka hendaknya dia mengambil modal pokoknya saja dan membersihkan diri dari “keuntungan” atau riba yang dipetiknya melalui transaksi ribawi. Dia tidak boleh mengkonsumsinya dan tidak boleh pula menyerahkannya kepada muslim lainnya untuk dikonsumsi.
- Apabila dosa yang dikerjakannya termasuk dalam ketegori kezhaliman kepada orang lain, misalnya, dosa karena mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan syari’at, maka dia wajib mengembalikannya kepada pemilik harta tersebut, jika dia mampu mengembalikannya. Jika dia tidak mampu mengembalikannya, maka dia harus punya tekad kuat untuk mengembalikannya secepat mungkin. Jika dia tidak mengetahui pemiliknya atau dia mengetahui pemiliknya tapi dia tidak bisa menemukannya lagi, maka harta itu dimanfaakan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan diniatkan pahala untuk orang yang memiliki harta tersebut. Dengan demikian, orang yang memiliki harta tersebut akan mendapatkan pahalanya.
- Melakukan amal shalih yang sesuai dengan sunnah Rasulullah dengan ikhlas. Juga berusaha menempuh jalan hidayah seperti mempelajari ilmu syar’I, mengamalkannya, mengajarkan dan mendakwahkannya. Dia juga harus berusaha agar semua gerakannya dan diamnya dalam rangka taat kepada Allah, berprasangka baik kepada Allah, yakin dengan rahmat-Nya dan tidak merasa putus asa dari ampunan-Nya.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّه فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٓ اَحَدًا
Artinya: “Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi/18: 110)
HAL-HAL YANG MENGHALANGI SESEORANG DARI TAUBAT
Berikut ini disebutkan beberapa penyebabnya. Di antaranya:
Pertama: Bersandar kepada keluasan rahmat Allah dan kemurahan-Nya serta ampunan-Nya.
Ada sebagian orang yang melakukan dosa jika diberi nasehat atau diingatkan dari dosa-dosa yang dia lakukan, dia menjawab bahwa rahmat Allah itu sangat luas dan keluasan ampunan-Nya menyebabkan dia bisa mengampuni seluruh dosa-dosa yang diperbuatnya.
Orang ini telah lupa bahwa disamping Allah maha luas ampunan-Nya, Allah juga maha keras hukuman-Nya dan tidak ada sesuatupun atau seorang pun yang bisa mencegah atau menolak siksa-Nya atas kaum yang berdosa. Maka barangsiapa yang bersandar kepada ampunan Allah dengan terus melakukan kemaksiatan maka dia seperti orang yang sengaja menentang dan sombong.
Kedua: Menunda-nunda taubat dan tertipu dengan angan-angan.
Sungguh Allah telah mengingatkan hal itu dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya yang mulia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤئكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al-Munafiqun/63:9)
Ketiga: Ambisi unruk mengumpulkan harta.
Ambisi untuk mengumpulkan harta, serta kesibukkannya dengan mencurahkannya, memusatkan pikiran pada seputar urusan harta, dan menyibukkan hati dengan mencari sumber-sumber penghasilan dan sumber pemasukan, ini semua menyebabkan hati seorang menjadi lalai dan lupa terhadap tempat kembalinya yang pasti akan dijumpai. Ini menyebabkan dia lupa untuk mempersiapkan diri menyambut peristiwa yang pasti terjadi setelah kematian. Rasulullah bersabda yang artinya:‘’seandainya anak Adam mempunyai dua lembah harta, maka sungguh dia akan mencari (lembah harta) yang ketiga, dan tidak ada yang memenuhi perut anak Adam kecuali tanah, dan Allah memberikan ampunan untuk orang yang bertaubat”.[1]
Keempat: Lalai dan tidak memiliki ilmu agama.
Kedua hal di atas menjerumuskan seorang hamba untuk terus bersenang-senang dengan syahwat yang diharamkan. Kesenangan ini menunjukkan bahwa dia menyukai perbuatan maksiat itu sekaligus juga menunjukkan bahwa dia tidak mengetahui keagungan Rabb yang dia maksiati atau didurhakai, serta menunjukkan bahwa dia tidak mengetahui akibat buruk dari perbuatan maksiatnya tersebut serta tidak mengetahui betapa besar permasalahan maksiat ini dihadapan-Nya.
Kelima: Menganggap kecil dosa sehingga menyebabkan dia tidak takut kepada Allah.
Mungkin hanya ini saja sekilas tentang judul tulisan ini yang bisa kami sampaikan, semoga bisa menjadi penyemangat terutama diri kami pribadi dan semoga bermanfaat bagi pembaca, agar senantiasa kita kembali dan bertaubat kepada Allah. Dan semoga kita semua bisa senantiasa berbuat amal kebajikan hingga akhir hayat kita. Aamin.
Referensi:
Diringkas oleh: Lailatul fadilah (Staf Pengajar Ponpes Darul Qur’an wal Hadits Oku Timur)
Sumber dari: Karya Prof. DR. Shalih Ghanim as-Sadlan (Majalah As-Sunnah edisi khusus (02-03)/thn XX/Sya’ban-Ramadhan 1437H/Juni-Juli 2016M).
[1] HR. Al Bukhari (6072)(6073) Kitabur Riqaq: Bab Ma yuttaqa min fitnatil mal, Muslim (1048) Kitabuz Zakah: Bab Lau Kana libni Adam wadiyani labtagho tsalisan
Baca juga artikel:
Leave a Reply