Mengajak Anak ke Masjid – Jika Rasulullah menghukumi kafir orang yang tidak menunaikan sholat dan dibunuh oleh hakim bila tidak bertaubat, maka orang yang meninggalkan shalat jama’ah Rasulullah ancam dengan membakar rumah-rumah mereka.
Sabda beliau Shallallahu Alaihi Wasallam :
ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ثم آمر رجلا يصلي بالناس
yang artinya : “sungguh aku bermaksud memerinthkan kaum n untuk melakukan adzan, lalu kuperintahkan seseorang mengimami manusia. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Mas’ud berkata “
ولقد رأيتنا وما ينخلف عنها إلا منافق معلوم النفاق
Artinya: “Sungguh kami berpandangan, Tidak ada yang meninggalkan sholat berjamaah dimasjid kecuali orang munafiq yang telah jelas kemunafiqanya.” (HR Muslim (654))
Sungguh seseorang di zaman Rasulullah dipapah oleh dua orang laki-laki hingga ia berada dalam shof.“
Sehubungan dengan menyuruh anak untuk shalat pada usia 7 tahun maka hendaknya orang tua sekaligus menyuruh untuk shalat berjamaah, sebab sholat berjamaaah hukumya wajib ain sebagaimana hokum shalat.
Rasulullah selama hidupnya selalu sholat menjadi imam dalam keadaa berjamaah di masjid Bersama para shahabatnya kecuali dua kali, pertama, saat perang tabuk, ketika itu beliau pergi untuk suatu keperluan sehingga para shahabat menunakan shalat diimami oleh Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah datang dan beliau melakukan shalat sebagai makmumbersama shahabat dibelakang Abdurrahman bin Auf. Kedua ketika beliau sakit para menghadapi sakaratul maut, ketika itu beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mennjadi imam bagi para shahabatnya, lalu beliau datang dan sholat dibelakang Abu Bakr.
Adapun shalat tanpa berjamaah maka Rasulullah tidak pernah sekalipun melakukanya. Ini menunjukan betapa pentingnya kewajiban shalat berjamaah, Apabila Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan dimalam hari yang gelap gulita tanpa penuntun, jalan yang dilewati menuju kemasjid penuh dengan rintangan, yang menurut orang-orang yang asing dengan masjid orang seperti ini seharusnya memiliki udzur untuk menunaikan shalat dirumahnya saja. Meski begitu, Rasulullah tidak memebrinya keringanan untuk tidak menghadiri sholat berjamaah dimasjid selama ia mendengar adzan, lalu, apakah udzur mereka yang memiliki penglihatan, badan kuat, dekat dengan masjid, jalan mulus dan memiliki lampu penerang, memiliki kendaraan, untuk menghadiri shalat berjamaah di masjid.?
Adab mengajak anak ke masjid
Yang harus ditanamkan pada diri anak bahwa masjidadalah rumah Allah, raja seluruh langit dan bumi. Oleh karena itu, apabila anak masuk kerumah orang kaya atau pembesar, maka ia akan masuk dengan penuh hormat, rasa takut, kagum dan mengagungkan pemiliknya, tidak mengangkat suara dan tidak bermain-main, maka rumah Allah seharusnya lebih berhak untuk dimuliakan.
Karena itulah kaum muslimin dalam masalah ini terbagi dua golongan yang saling bertolak belakang. Golongan pertama dan inilah yang terbanyak mereka melarang anak-anak dengan bersandar pada hadist yang lemah, “ jauhkanlah anak-anakmu dari masjid“ bahkan, mereka mengusir anak-anak dari masjid atau mengancam dan menakut-nakuti bahkan memukuli mereka karena bermain-main dan ribut dimasjid sehingga membuatb mereka benci dengan masjid dan orang-orang yang ada didalamnya.
Akhirnya itu menjadi sebab dan alasan mereka untuk tidak melakukan sholat berjamaah, bahkan meninggalkan shalat. Golongan itu terlalu berlebih-lebihan. Keadaan masjid golongan ini kebanyakan hanya diisi oleh orang-orang tua dan sangat sepi dari anak-anak bahkan sepi dari generasi muda,. Hal itu bisa jadi sebagian akibat dan perlakuan keras para jamaah masjid saat mereka masih berusia kanak-kanakan dahulu. Atau, kalaupun sebagian masjid mereka dihadiri oleh anak-anak , maka mereka melakukan kesalahan yang lain, yaitu memisahkan antara shop orang dewasa dengan shof anak-anak. Mereka mengkhususkan shof bagi anak-anak dibelakang orang-orang dewasa sekalipun pada shof depan longgar. Ini adalah salah dan disinilah pentingnya kita kembali pada ilmu Al-Qur’an dan Sunnah, dan mewujudkanya dalam bentuk amal nyata,
Golongan yang kedua, meremehkan. Golongan ini membawa anak-anak mereka kemasjid mulai yang dari usia 7 tahun hingga yang masih bayi yang baru bisa duduk, keadaan masjid golongan ini sama dengan pasar atau lapangan tempat bermain anak-anak, Nauzubillahimin dzaalik.
Pemandangan seperti ini hampir merata disetiap masjid kaum muslimin semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua. Semua ini disebabkan karena mereka mengetauhi lemahnya hadits tentang menjauhkan anak-anak dari masjid dan mengetauhi hadist-hadist yang shohi juga praktik Rasulullah dan para shahabat terhadap anak-anak mereka.
Ketahuilah, jamaah shalat akan sangat terganggu dengan suara gaduh anak-anak, lalu lalangnya, berlari-lari didepan dan celah-celah orang shalat, bwercerita dengan teman-temanya, mendengarkan kalimatkalimat lucu, yang terkadang membuat orang yang sholat tersenyum atau hampir tesenyum karena mendengar cerita mereka yang lucu, suara tangis, pertengkaran dan perkelahian sesama mereka, semua itu sangat berpotensi menghilangkan kekusyuan orang-orang yang sholat. Inilah penampilan masjid mereka sehari-hari sampai-sampai ada yang menganggapnya sesuatu yang wajar.
Maka yang bersalah dan yang bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaian ini adalah bapak-bapak mereka. Mereka yang bertanggung jawab terhadap hilangnya ruh sholat kaum muslimin. Betapa banyak orang dari golongan pertama diatas mencelah bahkan menjauhi masjid-masjid kelompok kedua ini sama-sama salah, yang satu berlebih-lebihan dan yang lainya meremehkan.
Yang benar adalah pertengahan, yaitu menjadikan anak-anak kita seperti anak-anak para shahabat dengan menjadikan mereka dalam sholat seperti seperti orang dewasa. Mereka berdiri di dalam shof bersama orang-orang dewasa tanpa dipisah disuatu tempat khusus, tidak bermain-main, tidak ramai dengan suara, dan tidak bergerak dari tempat shofnya sehingga sholat selesai dan bubar bersama imam dan jamaah yang lain.
Adapun seorang bapak yang mengajak anaknya berdiri bersamanya, kemudian di tengah sholat sang anak pergi dari tempatnya dan hal ini dilakukan berkali-kali, sementara sang bapak sengaja membiarkanya sembari berkata dalam hati, Maklum, masih anak-anak, “ maka dia telah menyia-nyiakan nasihat, tarbiyah, amanah, dan tanggung jawab.
Tanggung Jawab Wali
Seorang wali atau bapak bertanggung jawab atas perilaku anaknya yang tidak benar di masjid. Wajib baginya mengarahkan, meluruskan, dan memberi hukuman yang wajar bila membangkang. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhattikan oleh para bapak dan wali sehubungan dengan anak dimasjid.
- Menghormati Dan Mengagungkan Masjid Layaknya Rumah Allah.
Seorang bapak tidak boleh membiarkan anaknya memperlakukan masjid seperti rumahnya atau seperti tempat bermain sehingga ia bebas bermain, berteriak, berlari, berkelahi dengan temanya, bercerita, menyanyai, tertawa, bergurau, mengolok-olok temanya, dan lain sebagainya. Jika ketika bertamu dirumah orang lain saja tidak pantas dilakukan dilakukan hal-hal seperti itu, maka ketika berada dirumah Allah pun seharusnya hal itu lebih tidak layak dilakukan.
- Jangan Mengganggu Kekusyuan Orang Sh.olat
Suatu saat Rasulullah melakukan sholat dan bermaksud memanjangkan sholatnya. Akan tetapi ketika beliau mendengar suara tangis anak kecil, beliau mempercepat sholatnya, karena khawatir akan mengganggu kekusyuan.
- Haram Mengganggu Kehormatan Kaum Muslimin.
Seorang Bapak harus menanamkan pada anak tentang kehormatan kaum muslimin. Tidak boleh sang anak memperlakukan kaum muslimin seperti teman sebayanyadan kurang beradab pada mereka dengan melompati atau melangkahi pundak-pundak mereka. Memecah sof-sof mereka lalu lalang dihadapan mereka, berbuat jahil seperti memukul atau menendang kepala mereka, mengambil kopiah mereka dan membuangnya, mengejek, mencaci maki, mempermainkan fasilitas masjid, apalagi sampai merusaknya, meludahi sandal, atau membaungnya, atau mempermainkan kendaraan mereka.
- Haram Melintas Didepan Orang Shalat.
Tidak boleh membiarkan anak lewat didepan orang yang sholat sendirian, atau antara imam dengan sutrah. Sebab Rasulullah pun tidak pernah membiarkan apapun lewat antara beliau dengan sutrah. Suatu waktu beliau sholat, tiba-tiba ada seekor Kambing berlari hendak lewat didepan beliau. Maka beliaupun segera menghalangnya hingga beliau menempelkan perutnya ke tembok dan Kambing tersebut lewat dibelakang beliau. (HR. Ath-Thobroni ).
- Membawa Anak Ke Masjid Dengan Tujuan Untuk Melakukan Shalat.
Sungguh amat mengherankan, Sebagian para bapak membawa anaknya ke masjid hanya untuk menyenaangkan anaknya karena ia senang diajak keluar rumah. Sebagian mereka mengajak anaknya dengan alasan mengganggu ibunya dirumah, yang lain-nya lagi mengajak anaknya agar dapat bertemu dengan teman-temanya, ada juga yang mengajak anak nya agar tidak menangis bila ditinggal.
Semua ini termasuk kelalaian yang harus dihilangkan. Orang-orang yang seperti inilah yang menjadi penyebab rusaknya anak-anak dimasjid karena didasari alasan yang tidak benar sehingga mereka membiarkan anak-anak mereka menjadikan masjid sebagai panggung gembira bagi anak-anak. Nauzubillahimin Dzaalik.
Dan harus diingat bahwa satu-satunya maksud mengajak anak ke masjid ialah untuk melakukan sholat. Oleh karena itu, apabila seseorang bapak melihat mereka terus dalam pelanggaran sedang nasehat sudah tidak bermanfaat lagi buat mereka, maka hendaknya memberikan hukuman yang dapat menyadarkan mereka akan hak-hak masjid.
Sungguh sangat mengherankan takala sebagian bapak yang membawa anak mereka menghadiri suatu walimah, mereka sanggup dan berhasil menasehati dan menenangkan anak mereka ketia acara sedang berlangsung, meskipun terkadang memakan waktu hingga satu jam lebih, sementara itu, mereka tidak bisa menasehati dan menenangkan anak mereka ketika shalat di masjid yang yang hanya memakan waktu kurang dari ¼ jam.
Adapun apabila membawa anak kecil yang belum mencapai usia sholat ( 7 tahun ) mkaka hendaknya digendong ketka berdiri dalam sholat dan diletakan bila ruku dan sujud, sebagaimana petunjuk dari Rasulullah, demikian itu agar si anak tidak menganggu orang sholat dengan geraknya, baik dengan mengalihkan perhatian maupun terkadang menghalangi tempat sujud mereka. Wallahu a’lam.
Referensi:
Ditulis oleh : Ustadz Abdurrahman Al-Buthoni
Disalin oleh: Abdul Hadi Abu Hizam (Pengajar Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
Diambil dari Majalah Al-Mawaddalh, Edisi: ke-1, Tahun ke-3 Sya’ban 1430 H / Agustus 2009
Baca juga:
Leave a Reply