Akhlak Pedagang (bagian 1) – Berdagang adalah salah satu perkerjaan yang baik dalam islam. Pekerjaan ini dahulu yang menjadi pekerjaan utama oleh orang-orang arab. Termasuk rasulullah ﷺ sebelum diutus beliau merupakan seorang pedagang. Dan Allah ﷻ juga menghalalkan pekerjaan berdagang ini. Akan tetapi, pekerjaan berdang yang diperbolehkan adalah yang didalamnya tidak ada unsur keharam atau hal-hal yang dilarang oleh Allah ﷻ. Baik dari barang dagangannya maupun pedagangnya. Oleh karena itu seorang pedagang harus memiliki akhak pedagang, agar dirinya bisa terhindar dari hal-hal yang diharamkan dalam berdagang.
Akhlak adalah salah satu sebab utama bagi seseorang untuk mudah meraih surga. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu ad-Darda dari Nabi bersabda ﷺ
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya (bagi seorang mukmin pada hari kiamat kelak) dari pada akhlak yang mulia. “[1]
Perdagangan atau perniagaan berasal dari bahasa Arab, yaitu التجارة sedangkan pelakunya adalah التاجر pedagang. Bisa jadi pedagang yang berakhlak baik dengan perdagangannya akan memudahkannya untuk masuk surga. Begitu juga sebaliknya, bisa jadi seorang pedagang yang berakhlak buruk dengan perdagangannya, bisa membuatnya terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
-
Bisa menjadi sebab masuk ke dalam surga
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dari Nabi bersabda ﷺ,
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ، وَالصِّدِّيقِينَ، وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang pedagang yang jujur lagi terpercaya bersama para nabi, shiddiq dan syuhada”.[2]
Ini adalah ganjaran yang besar bagi pedagang yang amanah. Di samping itu, ini juga adalah akhlak yang sangat mulia, di mana tidak semua orang memiliki akhlak seperti ini. Bagi pedagang yang memiliki kriteria seperti ini, maka dia akan dikumpulkan bersama para nabi, shiddiq dan syuhada.
Tentunya, tiga kelompok ini memiliki tingkatan yang sangat luar biasa. Ternyata, pedagang yang jujur dan amanah dikumpulkan bersama mereka. Ini menunjukkan bahwasanya kedudukan tinggi didapatkan bagi pedagang yang amanah, di mana kelak dikumpulkan bersama orang-orang spesial. Hadis ini menjadi dalil bahwasanya perdagangan bisa menyebabkan seseorang masuk ke dalam surga.
Bisa menjadi sebab masuk ke dalam neraka
Sebaliknya perdagangan yang salah, akibat dari pedagang yang tidak berakhlak dapat menyebabkan masuk ke dalam neraka Jahanam. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Syibl al- Anshari, Nabi bersabda ﷺ,
إِنَّ التَّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَيْسَ قَدْ أَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ؟ قَالَ بَلَى، وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ، وَيَحْلِفُونَ، وَيَأْتُمُون
“Sesungguhnya para pedagang adalah orang-orang yang fajir, dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?’, beliau bersabda, ‘Benar, tetapi ketika mereka berbicara, maka berdusta, ketika mereka bersumpah, maka berdosa.” [3]
Inilah yang menyebabkan para pedagang menjadi fajir. Ini juga ancaman yang buruk kepada para pedagang, disebabkan ketika berbicara, lalu berbohong dan ketika bersumpah, maka dia berdosa.
Begitu juga dengan hadis yang diriwayatkan oleh Rifa’ah. Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ التَّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا، إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَق
“Sesungguhnya para pedagang dibangkatkan pada hari kiamat sebagai orang-orang fajir (pendosa), kecuali yang bertaqwa kepada Allah ﷻ, baik lagi yang jujur.”[4]
اتّقى الله’bertaqwa kepada’ yaitu tidak bertransaksi haram dan tidak menjual barang haram. برّ ‘yang baik’, artinya adalah yang jujur dalam sumpahnya, karena banyak dari para pedagang yang suka bersumpah begini dan begitu, tetapi ternyata mereka tidak jujur. صدق ‘jujur’, artinya adalah jujur dalam perdagangannya.
Hadis ini menunjukkan bahwasanya perdagangan itu adalah ibadah meskipun itu suatu pekerjaan, tetapi pekerjaan tersebut bisa menyebabkan seorang masuk ke dalam surga dan bisa menyebabkan seorang masuk ke dalam neraka. Oleh karenanya, di antara tempat yang dibenci oleh Allah adalah pasar. Kenapa? karena di dalam pasar banyak orang berbohong, banyak pendusta, banyak orang berbicara jauh dari kebenaran dan sering terjadi penipuan. Maka, bisa jadi seseorang yang sudah masuk ke dalam perdagangan, namun menjerumuskannya ke dalam neraka Jahanam.
Landasan Akhlak Seorang Pedagang
Asy-Syaikh Abdurrazzaq hafizahullah menyebutkan landasan akhlak yang hendaknya dimiliki oleh pedagang, sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
أَرْبَعُ إِذَا كُنَّ فِيكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ، وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِي طُعْمَة
“Empat perkara jika ada pada dirimu, maka dunia yang luput darimu tidak masalah bagimu, yaitu: menjaga manah, jujur dalam berbicara, berakhlak baik dan menjaga diri dengan memakan yang halal.”[5]
Ini adalah empat landasan dasar yang harus dipegang oleh seorang pedagang. Empat perkara ini jika ada pada diri seorang pedagang, maka dia tidak perlu khawatir tentang kepeduliannya dengan dunia, tidak jadi masalah baginya jika ada perkara duniawi yang luput darinya, dia tidak tergiur dengan keuntungan yang besar yang ada di hadapannya.
Apa pun yang terjadi, hendaknya seseorang yang melakukan perdagangan tidak meninggalkan empat perkara ini. Meskipun, ternyata gara-gara memegang empat perkara ini, semua keuntungan luput darinya atau banyak kesempatan yang hilang, maka janganlah memedulikannya, karena itu semua tidak akan menjadi masalah. Allah telah menjamin baginya.
Jadi, dalam kondisi apa pun, ketika seseorang melakukan perdagangan, hendaknya dia menjaga dan memegang erat empat perkara ini, yaitu:
- Menjaga amanah,
- Jujur dalam berbicara,
- Berakhlak baik
- Menjaga diri dengan memakan yang halal.
Inilah yang dijadikan dasar oleh Syaikh Abdurrazzaq hafizahullah dalam menyebutkan hadis tentang akhlak seorang pedagang.
Empat Landasan Pegangan Para Pedagang
Barang siapa yang berpegang teguh dengan empat landasan ini, maka janganlah dia merasa khawatir. Meskipun telah luput darinya berbagai macam keuntungan atau hal-hal yang menggiurkan dalam perdagangan yang digelutinya, hendaknya dia tetap berpegang teguh dengan empat perkara ini, yaitu:
3. حفظ أمانة menjaga amanah’
Yang dimaksud dengan حفظ أمانة menjaga amanah’ yaitu seorang pedagang dalam muamalahnya selalu menjaga amanah, baik berkaitan dengan harta orang maupun dengan transaksi-transaksinya, terutama ketika mengadakan kerja sama dengan pedagang yang lain, maka amanah ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Betapa banyak orang yang ketika melakukan kerja sama dalam perdagangan, tapi tidak amanah. Allah ﷻ berfirman,
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
“Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” (QS. Sad: 24)
Ayat ini menjelaskan bahwa banyak sekali orang-orang yang dalam perdagangan, jual beli atau usaha yang dikerjakannya, ternyata menzalimi satu sama lain. Di antara mereka ada yang tidak amanah, ada yang bertransaksi haram dengan sembunyi-sembunyi, ada yang membuat perusahaan di dalam perusahaan, ada juga yang sudah diberikan amanah, ternyata dia mengembangkannya sendiri tanpa persetujuan dari yang lain.
Inti dari semua perbuatan itu adalah tidak amanah. Maka dari itu, hendaknya seseorang harus hati-hati dalam hal ini. Sebagaimana firman Allah di atas bahwa betapa banyak orang yang melakukan kerja sama, tetapi menzalimi satu dengan yang lainnya, kecuali orang beriman dan beramal saleh, namun jumlah mereka hanya sedikit.
Sudah banyak terjadi di mana orang-orang tidak amanah ketika mereka melakukan kerja sama. Apalagi jika semakin banyak jumlah orang yang berkongsi dan bekerja sama dalam membuka perusahaan, perdagangan, restoran atau usaha apa pun, yang ternyata ada di antara mereka yang tidak amanah. Ketika ada yang tidak amanah dalam kerja sama, maka bisa jadi perusahaan tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Maka, seorang berusaha menjaga amanah, karena amanah ini akan ditanya oleh Allah ﷻ pada hari kiamat kelak.
Hendaknya seseorang tetap amanah, meskipun kepada seorang yang pernah berkhianat kepadanya. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
أَذِ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ الْتَمَنَكَ، وَلَا تَحْنُ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanah kepada pemiliknya dan janganlah berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu.”[6]
Nabi ﷺ mengingatkan kepada kita, baik dalam kerja sama atau dalam jual-beli, jika ada orang berkhianat kepada kita, maka janganlah kita membalasnya dengan berkhianat pula. Apabila ada orang yang berkhianat kepada kita, maka kita berhak untuk menuntut hak kita, dan ini hukumnya boleh, karena menuntut hak, tetapi jika khianatnya dibalas dengan khianat pula, maka ini tidak dibolehkan.
Lihatlah akhlak yang luar biasa dari Nabiﷺ. Sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi dan rasul, banyak orang-orang Quraisy yang menitipkan barang-barang berharganya kepada beliau. Mereka tidak menitipkan kepada Nabi, kecuali karena mereka tahu bahwa bellau adalah orang yang terpercaya.
Diringkas oleh Nurul Latifah
Dari”KITABUL JAMI’”, penjelasan hadits-hadits adab dan akhlak jilid 2(Akhlak pedagang). Karya Al-Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A. Ustadz Firanda Andirja Office.
[1] HR. Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad No.270
[2] HR. Timidzi No. 1209
[3] HR. Ahmad No. 15530 dan dishahihkan Ibnu Hibban 11/277 dan al-Hakim didalam al-Mustadrak No. 2145
[4] HR. Tirmizi No. 1210 dan Ibnu Majah No. 2146 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban 11/277 dan al-Hakim di dalam al-mustadrak No. 2144
[5] HR. Ahmad No. 6652
[6] HR. Ahmad No. 15424
BACA JUGA :
Leave a Reply