Pengemis dan Meminta-minta Dalam Syari’at Islam

pengemis dan meminta minta syariat islam 2

Pengemis dan Meminta-minta Dalam Syari’at Islam – Pada zaman sekarang ini, meminta-minta dan mengemis dianggap suatu hal yang biasa, bahkan sebagian orang menjadikannya sebagai mata pencaharian. Fenomena ini terus berkembang dan memiliki beragam pola serta perangkat-perangkat yang mampu menunjang perkembangannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi dan menanggulanginya juga membutuhkan kerja keras. Meminta-minta atau mengemis yaitu meminta bantuan, derma, sumbangan, baik kepada perorangan atau lembaga. Mengemis itu identik dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sebagai sarana untuk mengungkapkan keadaan apa adanya. Diantara yang mendorong seseorang untuk mengemis adalah perbuatan ini mudah dan cepat mendapatkan hasil. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan atau sumbangan, saat itu juga ia bisa memperoleh hasilnya. Dengan profesi pengemis, tanpa perlu latihan kerja, seseorang dengan cepat bisa mengetahui berbagai cara dan rahasia mengemis. Contohnya seperti kapan harus berbicara, kapan perlu mengulurkan tangan, bagaimana cara mengapresiasikan kesedihan, bagaimana menggunakan tipu muslihat untuk menarik belas kasihan orang lain dan lain sebagainya.

Mengemis atau meminta-minta pada zaman sekarang ini dilakukan dari mulai balita (anak dibawah umur lima tahun) sampai manula (orang tua yang sudah lanjut usianya), baik laki-laki, perempuan maupun banci. Mereka memiliki berbagai macam cara, dari cara mengamen, bersiul, bertepuk tangan, memukul benda-benda tertentu, main gitar, seruling, ada yang menyanyi, ada yang sendiri-sendiri, ada juga yang berkelompok, ada yang membawa map sumbangan ada juga yang melakukan dengan cara menangis, memelas, sampai dengan memaksa. Dari berpakaian kumal sampai ada yang berpakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi. Ada juga yang meminta-minta dengan cara membawa shalawat-shalawat, nasyid, bahkan ada juga yang meminta-minta dengan membaca al-Qur’anul Karim. Mereka melantunkan ayat al-Qur’an untuk meminta-minta. Allahu Musta’an. Nas’alullaha ‘afwa wal ‘afiyah.

Ada banyak faktor yang mendorong orang mencari bantuan atau sumbangan. Faktor-faktor yang mendorong orang mencari bantuan atau sumbangan. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat permanen, dan ada pula yang bersifat mendadak atau tak terduga. Misalnya:

Pertama: Faktor ketidakberdayaan, kefakiran, dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Karena mereka memang tidak memiliki gaji tetap, santunan rutin atau sumber-sumber penghasilan yang lain. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Sama seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang memandang cacat, orang yang menyandang cacat, orang yang menderita sakit menahun, janda miskin, orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja, dan selainnya.

Orang-orang yang seperti ini wajib dibantu dan ditolong oleh kaum Muslimin. Mereka diberikan dari uang zakat, sedekah, infak, dan lainnya. Mereka harus diperintah untuk shalat, puasa, dan melakukan amalan ketaatan lainnya serta dilarang dari perbuatan dosa dan maksiat. Mereka juga harus diingatkan untuk mengadu kepada Allah, berdo,a kepada Allahdan meminta kepad-Nya.

Kedua: Faktor kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kerugian harta yang cukup besar. Misalnya, para pengusaha yang tertimpa pailit (bangkrut) atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total. Mereka ini juga orang-orang yang memerlukan bantuan karena sedang  mengalami kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa menghidupi keluarganya. Apalagi jika mereka juga dililit hutang yang besar sehingga terkadang sampai diadukan ke pengadilan.

Ketiga: Faktor musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti kebakaran, banjir, gempa, penyakit menular, dan lainnya hingga mereka terpaksa harus meminta-minta.

Keempat: Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka sebelumnya. Misalnya, orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya, menanggung anak yatim, menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan yang semisalnya. Mereka ini juga adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan harta untuk membayar tanggungan tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya, atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara mengemis.

Dalam hal ini pemerintah dan orang-orang kaya harus memperhatikan dengan teliti keadaan orang-orang yang terpaksa harus meminta-minta atau minta sumbangan, agar mereka dapat memperbaiki kehidupannya dan hidup dengan layak. Dan juga harus diawasi oleh pemerintah dan kaum Muslimin, agar musibah tidak dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan harta atau untuk memperkaya diri. Islam tidak mensyari’atkan meminta-minta kecuali sangat terpaksa, dan Islam melarang dengan keras meminta-minta dengan cara berbohong dan menipu. Alasannya bukan hanya karena melanggar dosa, tetapi juga karena perbuatan tersebut dianggap mencemari perbuatan baik dan merampas hak orang-orang miskin yang memang membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu merusak citra baik orang-orang miskin yang tidak mau meminta-minta dan orang-orang yang menyukai kebaikan. Karena mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang meminta bantuan. Padahal sebenarnya mereka tidak berhak menerimanya, terlebih kalau sampai kedok mereka terungkap.

Ada beberapa hadits yang menjelaskan haramnya meminta-minta dan menipu.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من غشنا فليس منا

Artinya: “Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.[1]

 

Ada pula yang meminta-minta tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Atau membohongi orang dengan dalih pinjam uang dengan tujuan tidak dikembalikan. Perbuatan mereka adalah perbuatan hina dan haram.

HADITS-HADITS YANG MELARANG UNTUK MEMINTA-MINTA DAN MENGEMIS

  1. Dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

لا يزال الرجل يسأل الناس, حتى يأتي يوم القيامة ليس في وجهه مزعة لحم.

Artinya: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.”[2]

  1. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من سأل و عنده ما يغنيه فإنما يستكثر من النار. و قال النفيلي في موضع آخر: من جمر جهنم . فقالو : يا رسول الله ، وما يغنيه؟ و قال النفيلي في موضع آخر : وما لغناء الذي لا تنبغي معه المسألة ؟ قال: قدر ما يغديه و يعشيه. و قال النفيلي موضع آخر : أن يكون له شبع يوم و ليلة أو لية و يوم.

Artinya: “Barangsiapa meminta-minta padahal ia memiliki sesuatu yang bisa mencukupi  (kebutuhan)nya, maka sungguh, ia hanyalah memperbanyak api nerakauntuk dirinya.”

An-nufaili (perawi hadits ini) berkata di tempat lain, “Dari bara api neraka Jahannam.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah yang mencukupinya itu?”  An-Nufaili berkata di tempat lain, “Apa yang dimaksud dengan cukup, yang seseorang tidak boleh meminta-minta?” Beliau  menjawab, “Sekedar ukuran yang dapat mencukupi untuk makan siang dan makan malam.” An-Nufaili berkata di tempat lain, “(Yaitu) ia memiliki sesuatu yang membuatnya kenyang dalam sehari semalam, atau satu malam dan satu hari.”[3]

  1. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من سأل من غير فقير فكأنما يأكل الجمر

Artinya: “Barangsiapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.[4]

  1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من سأل الناس أموالهم تكثرا، فإنما يسأل جمرا، فليستقل أو ليستكثر.

Artinya: “Barangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.”[5]

 Seseorang yang meminta-minta kepada orang lain padahal ia tidak membutuhkannya berarti ia mencakar wajahnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

المسألة كد يكد بها الرجل وجهه، إلا أن يسأل الرجل سلطانا أو في أمر لا بد منه.

Artinya: “Meminta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu.”[6]

Dari hadits-hadits di atas, kita bisa mengambil beberapa faidah penting:

  1. Hadits-hadits di atas menunjukkan tentang haramnya meminta-minta kepada orang lain tanpa ada keperluan.
  2. Orang yang meminta-minta padahal masih ada kecukupan, maka dia diancam dengan kehinaan di dunia dan akhirat.
  3. Balasan adalah tergantung dari jenis amal; di mana dia meminta-minta kepada orang lain dengan wajahnya tanpa malu, maka pada hari kiamat, Allah ﷻ memberikan balasan yang setimpal, yaitu tidak ada daging sedikit pun di wajahnya.
  4. Orang yang suka minta-minta adalah orang yang tidak punya rasa malu dan merusak kehormatan dirinya
  5. Orang yang meminta-minta kepada orang lain berarti ia meminta bara api yang kelak akan membakarnya pada hari kiamat. Sebab, dia telah mengumpulkan harta yang haram.
  6. Seseorang yang meminta-minta kepada orang lain padahal dia tidak membutuhkannya berarti ia mencakar wajahnya.
  7. Harta yang diminta itu adalah harta yang haram, dan tidak ada keberkahannya.
  8. Hadits ini menunjukkan bahwa meminta-minta kepada orang lain tanpa ada keperluan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar
  9. Meminta-minta adalah kezhaliman terhadap hak Rububiyyah
  10. Meminta-minta adalah kezhaliman terhadap hak orang yang diminta.

 

REFERENSI:

Diringkas oleh: Laila Tazkiyatun M (Santriwati Khidmah Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur SumSel)

dari: Majalah as-Sunnah/Edisi 04/Tahun XXI/ Syawwal 1436H/ Agustus 2015M/Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas.

[1] HR. Muslim no. 101.

[2] Muttafaqun ‘alaihi.

[3] HR. Ahmad dan Abu Dawud.

[4] HR. Ahmad.

[5] Idem.

[6] HR. Muslim.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.