Seperti Inilah Adab Kita Terhadap Al-Qur’an – Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari kejahatan diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah Subhanahu Wata’ala beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Subhanahu Wata’ala sesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasannya tidak ada Illaah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Subhanahu Wata’ala semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Orang muslim beriman kepada kesucian firman Allah Ta’ala, kemuliannya, keutamaanya atas semua ucapan, bahwa AL-Qur’an Al-Karim adalah firman Allah Ta’ala yang tidak ada kebatilan di depan dan di belakangnya. Barang siapa berkata dengannya, ia dipercaya. Dan barang siapa mengamalkannya, ia bisa bersikap adil. Para qari’ Al-Qur’an adalah keluarga Allah Ta’ala dan orang-orang khusus-Nya. Orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Qur’an adalah orang-orang yang selamat dan beruntung, sedangkan orang-orang yang berpaling daripada-Nya adalah orang-orang yang binasa dan rugi.
Keimanan orang Muslim kepada keagungan Kitabullah (Al-Qur’an), kesucian, dan kemuliaannya semakin bertambah dengan hadits-hadits dari Rasulullaah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam tentang keutamaan Al-Qur’an, misalnya hadits-hadits berikut ini:
Sabda Rasullallaah Shallaahu ‘Alaihi wa Sallam:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اِقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
Artinya: Dari Abu Umamah al-Bahili ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al-Quran, sebab ia akan datang di hari kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at kepada pembacanya.” (HR. Muslim No. 804)
Sabda Rasullallaah Shallaahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya: Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no. 5027)
Rasullallah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنْ النَّاسِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki orang khusus (Ahliyyin) dari kalangan manusia. Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah mereka?” Beliau menjawab, “Mereka adalah Ahlu Al-Qur’an, Ahlullah dan orang khusus-Nya.” (HR. Ibnu Majah, no 215 dan Ahmad, no. 11870).
Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat dari Tamim Ad-Dari, ia berkata bahwa Rasulullaah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya: Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya”. (HR. Muslim, no. 55)
Para ulama Radhiallahu “Anhum berkata: “Nasihat untuk Kitabullah maknanya adalah beriman bahwa ia merupakan Kalamullah yang Dia turunkan yang mana tiada satu makhluk pun yang menyerupainya ataupun menandinginya. Memuliakan Kitabullah adalah dengan membacanya secara sungguh-sungguh, disertai tahsin, khusyuk, membaca setiap hurufnya dengan benar serta menghindari dari kesalahan dan sikap berlebihan dalam membaca.
Termasuk nasihat atas nama Kitabullah adalah membenarkan seluruh isi Al-Qur’an dengan menyesuaikan hukum di dalamnya dengan kehidupan, memahami ilmu dan contoh penerapannya, mengambil pelajaran dari ayat-ayat yang berisi ancaman, merenungi keindahannya, serta beramal sesuai dengan hukum di dalamnya. Juga menjaga diri dari keraguan terhadap Al-Qur’an, mempelajari ayat-ayat yang umum dan khusush, nasikh dan mansukh, mengajarkannya pada orang lain, berdoa dengan Al Qur’an, dan lain sebagainya.
Seluruh kaum muslimin sepakat atas wajibnya memuliakan Al-Qur’an serta menjaga kesucian dan kemurniannya secara mutlak. Mereka pun sepakat bahwa siapa pun yang mengingkari Al-Qur’an, membacanya dengan menambahkan atau mengurangi isinya walau hanya satu ayat dengan sengaja maka dia kafir.
Imam Al-Hafidz Abu Fadhl Qadhi Iyadh Rahimahullahu berkata: “Ketahuilah, barangsiapa mengurangi isi Al-Qur’an, lembaran, ataupun yang mengandung ayat Al-Qur’an, mengingkari satu ayat, mendustai hukum serta kabar didalamnya, mengerjakan sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Al-Qur’an, dan meninggalkan ketetapan Al-Qur’an dengan sengaja maka seluruh kaum muslimin sepakat bahwa ia telah kafir.
Seorang muslim sudah seharusnya menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Al-Qur’an, mengharamkan apa yang diharamkan Al-Qur’an, dan konsisten dengan adab dan akhlak Al Qur’an, dan juga konsisten dengan etika-etika ketika membaca AL-Qur’an, berikut ini di antara adab-adab dalam membaca Al-Qur’an:
- Membacanya dalam kondisi yang paling sempurna, misalnya dalam keadaan bersih, menghadap kiblat, dan duduk dengan santun.
- Membacanya dengan tartil, tidak tergesa-gesa, dan tidak mengkhatamkannya kurang dari tiga malam, karena Rasulullah Shallallahu ‘Aalihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ فِي أَقَلْ مِنْ ثَلَاثٍ لَيَالٍ لَمْ يَفْقَهْهُ
Artinya: “Barangsiapa mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga malam, ia tidak akan memahaminya.” (Diriwayatkan semua penulis sunan dan di Shahi-kan At-Tirmidzi)
Rasullallah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit Khatam sekali dalam setiap minggu.
- Khusyu’ dalam membacanya, memperlihatkan kesedihan, dan menangis, atau pura-pura menangis kalo tidak bisa menangis, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
اُتْلُوْا القُرْآنَ وَابْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا
Artinya: “Bacalah Al-Qur’an dalam keadaan menangis. Jika kalian tidak bisa menangis, maka pura-puralah menangis.” (Diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad yang baik)
- Memperindah suaranya ketika membaca Al-Qur’an, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
Artinya: “Hiasilah suaramu dengan bacaan Al-Qur’an”. (HR. Abu Daud no. 1468 dan An Nasai no. 1016.)
Kemudian, hadist dari Sa’d bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
Artinya: “Siapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca al-Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud 1469, Ahmad 1512 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
- Merahasiakan tilawahnya, jika ia khawatir jatuh dalam riya’, atau sum’ah, atau mengganggu orang yang sedang sholat. Berdasarkan sabda Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam;
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
“Orang yang mengeraskan bacaan Al-Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al-Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.” (HR. Abu Daud no. 1333 dan At Tirmidzi no. 2919)
Sebagaimana kita ketahui, sedekah itu di sunnahkan dilakukan dilakukan secara rahasia, terkecuali jika terang-terangan itu mempunyai tujuan yang diharapkan bisa tercapai, seperti mendorong manusia bersedekah. Tilawah Al Qur’’an juga seperti itu.
- Ketika membaca Al-Qur’an, hendaklah bukan termasuk orang-orang yang melalaikan atau menentangnya, sebab sikap seperti itu bisa jadi menyebabkan dia mengutuk diri dengan dirinya sendiri.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَنَادٰٓى اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ اَصْحٰبَ النَّارِ اَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُّمْ مَّا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا ۗقَالُوْا نَعَمْۚ فَاَذَّنَ مُؤَذِّنٌۢ بَيْنَهُمْ اَنْ لَّعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى الظّٰلِمِيْنَ
Artinya: “Para penghuni surga menyeru para penghuni neraka, “Sungguh, kami telah mendapati sesuatu (surga) yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah mendapati (pula) sesuatu (azab) yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Mereka menjawab, “Benar.” Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, “Laknat Allah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-A’raaf: 44)
Jika dia termasuk orang yang berdusta, dan orang zhalim, maka ia melaknat dirinya sendiri. Riwayat berikut menjelaskan kadar kesalahan orang-orang yang berpaling dari Al-Qur’an, melalaikannya, dan sibuk dengan selain Al-Qur’an
- Meyakini Al-Qur’an Sebagai Satu-Satunya Pedoman. Allah Ta’ala yang menurunkan kitab Al-Qur’an, memiliki sifat-sifat sempurna. Oleh karena itu, kitab suci-Nya juga sempurna, sehingga cukup di jadikan sebagai pedoman untuk meraih kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat. Demikian juga Al-Qur’an cukup sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai utusan Allah Ta’ala kepada seluruh manusia dan jin. Allah Ta’ala berfirman:
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-kitab (Al-Qur’an) sedang ia (Al-Qur’an) dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”. (AL-‘Ankabut: 51)
- Berusaha keras bersifatkan sifat-sifat orang-orang yang menjadi keluarga Allah Ta’ala, dan orang-orang pilihan-Nya, seperti dikatakan Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, “Para qari’ (pembaca) Al-Qur’an harus diketahui dengan malamnya ketika manusia sedang tidur, dengan siangnya ketika manusia tidak puasa, dengan tangisnya ketika manusia tertawa, dengan ke-wara’-annya ketika manusia rusak tidak mengenal kebaikan dengan keburukan, dengan diamnya ketika manusia larut dalam pembicaraannya yang tidak bermanfaat, dengan kekhusyukannya ketika manusia sombong, dan dengan kesedihannya ketika manusia berpesta pora.”
Muhammad bin Ka’ab berkata: “Kita mengenali qari’ (pembaca) Al-Qur’an dengan warna kulitnya yang pucat, karena lama tidak tidur dan bertahajjud.”
Wuhaib bin Al-Wirdu berkata: “Ditanyakan kepada seseorang, ‘Kenapa anda tidak tidur?’ Orang tersebut menjawab, “Sesungguhnya keajaiban Al-Qur’an menerbangangkan tidurku.
Allah Ta’ala mewajibkan nasihat atas nama Kitab-Nya. Diantara bentuk nasihat atas nama Kitab-Nya adalah menunjukkan dan mengingatkan tentang adab orang-orang yang menghafal dan mempelajarinya. Inilah di antara adab-adab orang beriman terhadap kitab suci Al-Qur’an. Semoga Allah Ta’ala selalu membimbing kita untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkanya. Aamiin.
REFERENSI:
Diringkas oleh: Hendriyati (Pengajar di Rumah Tahfidzh Umar Bin Al Khaththab Prabumulih)
Referensi:
- Ensiklopedi Muslim. Darul Falah Edisi Revisi ke IX September 2005. Penulis Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerjemah Fadhli Bahri, Lc.
- At-Tibyan Adab Penghafal Al-Qur’an. Al-Qowam Cetakan ke XXVII juli 2021. Pengarang Imam Abu Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi.
BACA JUGA :
Leave a Reply