Di dunia ini ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang sehat dan ada yang sakit, ada yang sempurna dan ada yang cacat, sanggupkah kalian bersabar dengan perbedaan di dunia?
Oleh: Said Yai, M.A.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kalian bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” (QS Al-Furqan: 20)
TAFSIR RINGKAS
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu,” wahai Rasul Kami, “melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” Dengan demikian, janganlah engkau menghiraukan perkataan orang-orang musyrik (yang mana mereka mengatakan), ‘Mengapa rasul ini makan makanan?’ dan janganlah kamu pedulikan hal tersebut. Sesungguhnya mereka telah mengetahui hal tersebut, tetapi mereka sombong dan mengingkarinya.
“Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain,” maksudnya, ini adalah sunnah Kami (ketetapan Kami yang pasti terjadi), Kami menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Kami uji orang mukmin dengan orang kafir, Kami menguji orang kaya dengan orang miskin dan Kami menguji orang yang mulia dengan orang rendahan. Kami melihat siapakah yang bersabar dan siapakah yang tidak bersabar. Kami membalas orang yang bersabar sesuai apa yang mereka berhak menerimanya dan orang-orang yang tidak bisa bersabar juga demikian.
“Maukah kalian bersabar?“ Maksud dari pertanyaan ini adalah perintah, “Bersabarlah kalian dan jangan marah! Wahai orang-orang yang beriman atas gangguan dari orang-orang musyrikin dan kafirin kepada kalian.”
“Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” Dan Rab kamu, wahai Rasul, Maha Melihat orang yang bersabar dan orang yang marah. Oleh karena itu, bersabarlah dan jangan marah. Sesungguhnya dunia adalah tempat fitnah dan ujian, dan sesungguhnya Allah akan membalas orang-orang yang bersabar dengan pahala yang tanpa ada batasnya.1
PENJABARAN AYAT
Sebab Turunnya Ayat
Disebutkan oleh Al-Waahidi rahimahullah di dalam kitab ‘Asbabun-nuzul’ sebuah riwayat dari Juwaibir dari Adh-Dhahhaak dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau berkata:
لما عيَّر المشركون رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بالفاقة وقالوا : { مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الأَسْوَاقِ } حزن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – لِذَلِكَ فَنَزل جبريل – عليه السلام – من عند ربه معزياً لَهُ، فقال: السلام عليك يا رسول الله، رب العزة يقرئك السلام ويقول لك { وَما أَرسَلنا قَبلَكَ مِنَ المُرسَلينَ إِلا إِنَّهُم لَيَأكُلونَ الطَعامَ وَيَمشونَ في الأَسواقِ}, أي: يبتغون المعاش في الدنيا.
“Ketika orang-orang musyrikin mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kemiskinan, mereka mengatakan, ‘Dan mereka berkata: Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?’2 maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sedih karena itu. Kemudian datanglah Jibril dari sisi Rab-Nya menghiburnya dan berkata, ‘Keselamatan semoga terlimpah untukmu, Ya Rasul Allah. Rab kemuliaan mengucapkan salam kepadamu dan berkata: ‘Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.’3 yaitu mereka mencari penghidupan di dunia.”4
Akan tetapi di dalam sanadnya ada Juwaibir, beliau sangat lemah dan Adh-Dhahhaak tidak bertemu dengan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, sehingga atsar (perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas) di atas lemah sanadnya.
Sebab turun di ataslah yang banyak disebutkan oleh para ulama tafsir, meskipun di dalam sanadnya terdapat kelemahan.
Firman Allah ta’ala:
وَما أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.”
Allah subhanahu wa ta’ala mengutus para rasul dari kalangan manusia. Jika mereka adalah manusia, tentunya mereka membutuhkan makan dan minum, begitu pula mereka butuh bekerja untuk mencari rezeki Allah dengan cara yang halal dan tidak bergantung kepada orang lain.
Jika demikian, maka ini bukanlah aib bagi mereka. Dan justru dengan demikian para rasul bisa menjadi teladan bagi para pengikutnya di dalam kesehariannya.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala mengabarkan tentang orang-orang yang Allah telah utus mereka sebelumnya, sesungguhnya dulu mereka makan makanan dan membutuhkan makan, ‘dan mereka berjalan di pasar-pasar’ maksudnya untuk mencari penghasilan dan berdagang. Dan hal tersebut tidaklah bertentangan dengan keadaan dan kedudukan mereka. Sesungguhnya Allah telah menjadikan untuk mereka penampilan yang baik, sifat-sifat yang indah, perkataan-perkataan yang utama, amalan-amalan yang sempurna, mukjizat-mukjizat yang hebat dan dalil-dalil yang kuat.”5
Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Tidaklah saya kecuali seorang rasul, saya tidak mengada-adakan hal baru dari apa yang dilakukan oleh para rasul. Mereka adalah manusia yang makan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan ada pendapat lain (dalam tafsir ayat ini), yaitu: tidaklah kami mengutus rasul-rasul sebelummu kecuali akan dikatakan kepada mereka seperti perkataan ini. Sesungguhnya mereka makan makanan dan berjalan di pasar-pasar, sebagaimana di tempat lain:
مَا يُقَالُ لَكَ إِلَّا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ
‘Tidaklah dikatakan kepadamu kecuali seperti apa yang telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelummu.’6.”7
Menurut pendapat yang kedua yang disebutkan oleh Imam Al-Baghawi di atas, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan celaan yang sama dengan celaan yang pernah dikatakan oleh orang-orang musyrik di zaman masing-masing rasul.
Orang-orang kafir dan musyrik tidak pernah berhenti mencela Nabi Muhammad shallallahu .alaihi wa sallam, sebenarnya celaan mereka didasarkan atas kebodohan dan kesombongan mereka untuk memeluk agama Islam. Kalaupun Allah mengutus malaikat sebagai rasul, belum tentu mereka beriman kepada malaikat tersebut. Oleh karena itu, kelanjutan dari ayat ini adalah:
وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا (21) يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلَائِكَةَ لَا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُورًا (22) وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“(21) Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman. (22) Pada hari mereka melihat malaikatdihari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: ‘Hijraan mahjuuraa’ (Semoga Allah menghindari bahaya ini dari saya). (23). Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS Al-Furqan: 21-23)
Ayat-ayat yang semisal dengan ayat ini
Ada ayat-ayat yang semisal dengan ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.” (QS An-Nahl: 43)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwasanya Allah mengutus para rasul dan semuanya adalah lelaki dan mereka adalah manusia.
Begitu pula firman Allah ta’ala:
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (7) وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ
“Tidaklah Kami mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui. Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.” (QS Al-Anbiya’: 7-8)
Ini menunjukkan bahwa para Nabi seluruhnya membutuhkan makanan, layaknya manusia.
Dan juga firman-Nya:
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan” (QS Al-Maidah: 75)
Pada ayat ini Allah mengabarkan bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam membutuhkan makan.
Firman Allah ta’ala:
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً
“Dan Kami jadikan sebagian kalian fitnah (cobaan) bagi sebagian yang lain.”
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan berbagai macam manusia dengan keadaan yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang sehat dan ada yang sakit, ada yang sempurna dan ada yang cacat, ada yang bermartabat mulia dan ada yang rendahan, ada yang ganteng dan cantik dan ada yang tidak demikian. Ini semua adalah keadaan-keadaan dunia yang bisa menjadi fitnah atau cobaan untuk manusia, apakah mereka bisa menerimanya dengan lapang dada ataukah tidak.
Perbedaan ini sudah ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga setiap manusia dituntut untuk rela menerima taqdir Allah tersebut.
Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain, maksudnya adalah orang yang kaya menjadi fitnah bagi orang yang miskin. Orang miskin berkata, ‘Mengapa saya tidak menjadi semisal orang kaya tersebut?’. Begitu pula orang yang sehat menjadi fitnah bagi orang yang sakit. Orang yang mulia menjadi fitnah bagi orang yang rendahan. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, ‘Yaitu Aku jadikan sebagian kalian sebagai ujian bagi sebagian yang lain, agar kalian bisa bersabar atas apa yang kalian dengar dari mereka dan kalian melihat perbedaan dengan mereka sehingga kalian mengikuti petunjuk. Dikatakan pendapat lain, ini adalah ujian untuk orang yang memiliki kedudukan mulia terhadap orang yang rendahan. Orang yang berkedudukan mulia ketika mereka berniat untuk masuk ke dalam agama Islam, kemudian dia melihat orang rendahan yang telah masuk Islam sebelumnya, maka mereka enggan (untuk masuk Islam), dan dia berkata, ‘Bagaimana mungkin saya masuk Islam setelah orang itu, sehingga dia menjadi lebih dahulu dan memiliki keutamaan. Sehingga dia tetap pada kekafirannya dan menolak untuk masuk ke dalam agama Islam. Ini adalah bentuk fitnah sebagian dari sebagian yang lain.”8
Allahu a’lam tidak ada pertentangan di antara dua pendapat di atas, orang miskin diuji dengan orang kaya, apakah orang miskin bisa bersabar menerima keadaan dan orang kaya juga diuji dengan adanya orang miskin, apakah mereka bisa bersyukur atas kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka ataukah tidak dan apakah mereka bisa menghilangkan pada diri mereka sifat sombong dan meremehkan orang lain.
Di dalam urusan dunia, banyaklah melihat kepada orang yang memiliki kekurangan dari diri kita
Dengan perbedaan yang ada di dunia ini, sudah sepantasnya kita banyak melihat kepada orang-orang yang banyak memiliki kekurangan dalam hal-hal duniawiyah. Orang yang merasa dirinya miskin, maka sudah sepantasnya melihat kepada orang yang lebih miskin dari dirinya. Begitu pula jika dia merasa kedudukannya rendah, memiliki penyakit, jelek fisiknya dan lain-lain, maka sudah sepantasnya dia melihat kepada orang yang memiliki kekurangan dari apa yang dia rasakan. Dengan demikian, insya Allah seorang hamba akan bisa selalu bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ وَالْخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ.
“Jika seorang dari kalian melihat kepada orang yang diberikan kelebihan harta dan fisik darinya maka lihatlah kepada orang yang memiliki kekurangan darinya.”9
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kalian kepada orang yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat kepada orang yang di atas kalian. Sesungguhnya itu lebih berhak (kalian lakukan) agar kalian tidak menganggap remeh kenikmatan Allah kepada kalian.”10
Di dalam urusan akhirat kita disuruh untuk berlomba-lomba dalam kebaikan
Akan tetapi untuk urusan akhirat dan beramal shalih, maka kita disuruh untuk berlomba-lomba dalam mengerjakannya, saling menasihati dan saling mengingatkan akan pentingnya beramal shalih.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian atas pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS Al-Maidah: 48)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (QS Al-Baqarah: 148)
Dan juga firman-Nya
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“…Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS Al-Muthaffifin: 26)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegaralah kalian untuk beramal, sebelum datang fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap. Seorang ketika pagi dia beriman, kemudian di waktu sorenya dia menjadi kafir, atau seseorang ketika sore dia beriman, kemudian di waktu paginya dia menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan barang-barang dunia.”11
Firman Allah ta’ala:
أَتَصْبِرُونَ
Maukah kalian bersabar?
Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan:
يعني على هذه الحالة من الفقر والشدة والأذى.
“Yaitu dengan keadaan ini yang berupa kemiskinan, kesulitan dan gangguan (dari orang kafir).”12
Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan:
Disebutkan pendapat lain, arti ‘Apakah kalian bersabar?’ adalah ‘bersabarlah kalian!’ Sebagaimana firman Allah:
فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
‘Apakah kalian tidak berhenti?’ artinya adalah ‘berhentilah!’. Sehingga ini adalah perintah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersabar.”13
Kesabaran Rasulullah dalam menghadapi ujian dan kerelaan beliau dalam menerima keadaan yang kurang
Allah subhanahu wa ta’ala menguji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ujian yang sangat banyak dan sangat besar. Dan ujian tersebut pasti terjadi pada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan di dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِىَ بِكَ
“Sesungguhnya Aku telah mengutusmu untuk mengujimu dan Aku menguji (manusia) dengan keberadaanmu.”14
Selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mendapatkan ujian, maka manusia juga diuji dengan keberadaan beliau. Apakah mereka bisa menerima kenabiannya dan tidak mengingkari apa yang dikabarkan olehnya, ataukah tidak. Meskipun beliau banyak ditolak dan dicela oleh orang-orang kafir, beliau tetap meneruskan dakwahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang sangat sabar dengan keadaannya dan beliau benar-benar tidak terpengaruh dengan dunia, apalagi fitnah yang disebutkan di dalam ayat ini.
‘Aisyah radhiallahu ‘anha pernah mengatakan:
دَخَلَتْ عَلَيَّ امْرَأَةٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فَرَأَتْ فِرَاشَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطِيفَةٌ مَثْنِيَّةٌ، فَانْطَلَقَتْ فَبَعَثَتْ إِلَيَّ بِفِرَاشٍ حَشْوُهُ الصُّوفُ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ” مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ؟ ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ فُلَانَةٌ الْأَنْصَارِيَّةُ دَخَلَتْ عَلَيَّ، فَرَأَتْ فِرَاشَكَ فَذَهَبَتْ فَبَعَثَتْ إِلَيَّ بِهَذَا قَالَ: ” رُدِّيهِ يَا عَائِشَةُ، فَوَاللهِ لَوْ شِئْتُ لَأَجْرَى اللهُ مَعِيَ جِبَالَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
“Seorang wanita dari kalangan Anshar masuk ke dalam rumahku. Kemudian dia melihat ranjang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beralas kulit. Kemudian dia pun pulang dan mengirimkan kepadaku ranjang yang alasnya terbuat dari wol. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa ini ya ‘Aisyah?’ Saya pun berkata, ‘Ya Rasulullah ada seorang wanita dari kalangan Anshar masuk ke dalam rumahku dan melihat ranjangmu, kemudian dia pergi dan mengirimkan ini kepadaku.’ Beliau pun berkata, ‘Kembalikanlah itu ya ‘Aisyah! Demi Allah! Seandainya aku mau, maka Allah akan menjalankan gunung emas dan perak bersamaku.’.”15
Subhanallah, Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mau, maka beliau bisa menjadi orang yang paling terkaya di dunia dan paling banyak memiliki fasilitas-fasilitas duniawiyahnya. Akan tetapi, beliau tidak menginginkannya dan lebih memilih hidup dengan keadaan sederhana.
Di dalam kisah yang panjang ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istri beliau dan tinggal di suatu ruangan kecil, ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu menceritakan:
…فَأَخْرُجُ حَتَّى جِئْتُ فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي مَشْرُبَةٍ لَهُ … وَإِنَّهُ لَعَلَى حَصِيرٍ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ شَيْءٌ وَتَحْتَ رَأْسِهِ وِسَادَةٌ مِنْ أَدَمٍ حَشْوُهَا لِيفٌ وَإِنَّ عِنْدَ رِجْلَيْهِ قَرَظًا مَصْبُوبًا وَعِنْدَ رَأْسِهِ أَهَبٌ مُعَلَّقَةٌ فَرَأَيْتُ أَثَرَ الْحَصِيرِ فِي جَنْبِهِ فَبَكَيْتُ فَقَالَ مَا يُبْكِيكَ ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ كِسْرَى وَقَيْصَرَ فِيمَا هُمَا فِيهِ وَأَنْتَ رَسُولُ اللهِ فَقَالَ أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الآخِرَةُ
“Saya pun keluar hingga sampailah saya (ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), ternyata beliau berada di suatu ruangan yang tinggi milik beliau. Dan beliau sedang berada di atas tikar dan tidak ada antara tubuhnya tikar tersebut sesuatu apapun. Dan di bawah kepalanya ada bantal yang terbuat dari kulit (yang sudah disamak) dan alasnya adalah serabut pohon kurma. Di kaki beliau ada daun-daun (yang digunakan untuk membersihkan kulit) yang dikumpulkan. Di sebelah kepala beliau ada kulit yang digantung. Saya pun melihat bekas dari tikar beliau di badannya bagian samping, kemudian saya pun menangis. Kemudian beliau pun berkata, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Saya pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya Kisra dan Qaishar dengan apa yang mereka miliki (dari dunia), sedangkan engkau adalah utusan Allah.’ Beliau berkata, ‘Apakah kamu tidak ridha jika dunia untuk mereka dan akhirat untuk kita?’.”16
Begitulah orang-orang kafir, meskipun mereka di dunia dihiasi dengan banyak barang, kemewahan dan berbagai macam perhiasan dunia, maka sudah sepantasnya orang-orang yang beriman tidak terkecoh dengan hal tersebut. Kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan harta dan dunia. Biarlah mereka mendapatkan berbagai hal tersebut di dunia, tetapi mereka tidak akan mendapatkannya di akhirat dan biarlah di dunia kita mendapatkan berbagai macam kekurangan, tetapi Allah subhanahu wa ta’ala memberikan surga sebagai gantinya.
Firman Allah ta’ala:
وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.
‘Dan adalah Tuhan-mu Maha Melihat’ semua orang, melihat siapa yang bersabar dan yang tidak, melihat orang yang beriman dan yang tidak, melihat orang yang telah menunaikan hak Allah dan orang yang tidak menunaikannya.17
KESIMPULAN
-
Terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang sebab turunnya ayat tersebut, tetapi di dalam sanadnya terdapat kelemahan.
-
Nabi Muhammad diutus sebagai seorang rasul dan beliau makan dan mencari rezeki, bukanlah suatu yang aib bagi seorang Rasul, karena tidaklah Allah mengutus seorang rasul kecuali dia juga makan dan mencari rezeki.
-
Orang-orang kafir mengejek Rasulullah dengan ejekan tersebut, sebenarnya hanya berniat mengejek dan merendahkan beliau. Kalaupun Allah menurunkan malaikat sebagai utusan Allah mereka tetap saja tidak mau beriman.
-
Yang dimaksud dengan fitnah pada ayat di atas adalah cobaan bagi orang-orang yang beriman akan adanya perbedaan duniawi di antara manusia.
-
Allah memerintahkan kepada kita agar bisa bersabar dalam menghadapi perbedaan tersebut.
-
Kita diperintahkan untuk banyak melihat orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal duniawi daripada diri kita, agar kita bisa terus bersyukur kepada Allah.
-
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling bisa bersabar menghadapi berbagai fitnah, termasuk fitnah perbedaan duniawi ini. Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mau, maka beliau bisa menjadi orang yang paling kaya di dunia ini, tetapi beliau tidak menginginkannya.
-
Kesederhanaan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sepantasnya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman agar tidak mencintai dunia.
DAFTAR PUSTAKA
-
Aisarut-Tafaasiir li kalaam ‘Aliyil-Kabiir wa bihaamisyihi Nahril-Khair ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
-
Al-Jaami’ Li Ahkaamil-Qur’aan. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
-
Asbaabunnuzuul. Abul-Hasan ‘Ali bin Ahmad Al-Waahidi An-Naisaburi. Tahqiiq: ‘Isham bin ‘Abdil-Muhsin Al-Humaidan. Dammam: Daarul-Ishlaah.
-
Jaami’ul-bayaan fii ta’wiilil-Qur’aan. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
-
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
-
Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
-
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.
1 Lihat Aisar At-Tafasir hal. 1022.
2 QS Al-Furqan: 7.
3 QS Al-Furqan: 20.
4 Asbabun-Nuzul li Abil-Hasan Al-Wahidi hal. 332.
5 Tafsir Ibni Katsir VI/100.
6 QS Fushshilat: 43.
7 Al-Baghawi VI/77.
8 Al-Baghawi VI/77.
9 HR Al-Bukhari no. 6490 dan Muslim no. 2963/7428.
10 HR At-Tirmidzi no. 2703 dan Ibnu Majah no. 4142. Syaikh Al-Albani menyatakan shahih di Shahih Sunan Ibni Majah.
11 HR Muslim no. 118/313.
12 Tafsir Al-Baghawi VI/78.
13 Tafsir Al-Qurthubi XIII/19.
14 HR Muslim no. 2865/7207.
15 HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iman no. 1395. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2484.
16 HR Al-Bukhari no. 332 dan Muslim no. 1479/3691.
17 Tafsir Al-Qurthubi XIII/19.
Leave a Reply