PERSIAPAN SEBELUM BERMAJELIS DAN MENUNTUT ILMU

persiapan sebelum bermajelis dan menuntut ilmu

Membersihkan hati dari sifat-sifat buruk agar layak menerima ilmu

Pertama: Hendaknya membersihkan hatinya dari segala sifat curang, kotor, benci, hasad, keyakinan buruk dan akhlak tercela agar dengan hatinya layak menerima ilmu dan menjaganya, bisa mengetahui sisi-sisi cermat maknanya dan hakikat-hakikatnya yang samar, karena ilmu sebagaimana kata sebagian dari mereka merupakan  shalat rahasia, ibadah hati, dan kedekatan batin, sebagaimana shalat yang merupakan ibadah anggota tubuh yang nyata, tidak sah kecuali dengan kesucian lahir dari hadast dan najis, maka demikian juga ilmu merupakan ibadah hati, ia tidak sah kecuali dengan kesucian hati dari sifat-sifat buruk, kotoran dan noda akhlak-akhlak yang tercela.

tanah yang di siapkan dengan baik,maka apa yang di tanam padanya akan tumbuh dengan baik. Dalam hadist,

ان في الجسد مدغة, اذا صلحت صلح الجسد كله, ؤاذا فسدت فسد الجسد كله, ألا وهي القلب

sesungguhnya di dalam tubuh ada seonggok daging,jika ia baik,maka baiklah seluruh tubuh,jika ia rusak,maka rusaklah seluruh tubuh,ketahuilah bahwa seonggok daging tersebut adalah hati.”[1]

 

Niat baik dalam menuntut ilmu

Kedua: Membaguskan niat dalam mencari ilmu, yakni bermaksud mengharapkan wajah Allah dengan mencari ilmu , mengamalkannya, menghidupkan syari’at, menyinari hatinya, menghiasi batinnya, mendekat kepada Allah pada hari pertemuan dengannya, merangkuh apa yang Allah sediakan untuk ahli ilmu berupa ridhanya dan karunianya yang besar.

Sufyan ats-tsauri Rahimahullah berkata :

ما عالجت اشد علي من نيتي.

Aku tidak memperbaiki sesuatu yang lebih sulit bagiku dari pada niatku”[2]

Mencari ilmu bukan untuk mendapatkan kepentingan-kepentingan dunia berupa kepemimpinan, kedudukan, harta, kekayaan, menyaingi rekan sejawat, agar masyarakat menghormatinya dan mendudukannya sebagai pemenang majelis-majelis dan hal-hal yang sepertinya, karena dengan itu dia telah menukar sesuatu yang lebih baik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih rendah.

Ilmu adalah salah satu ibadah dan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, jika niat penuntnya ikhlas karena Allah, maka ilmu di terima, tumbuh dan berkembang keberkahannya, namun jika tujuan penuntutannya adalah selain wajah Allah, maka ia batal, sia-sia perdagangannya merugi, dan bisa jadi tujuan-tujuannya lenyap dan usianya sia-sia.

 

Memanfaatkan waktu dan memfokuskan diri

Ketiga: menggunakan masa muda dan sewaktu-waktu hidupnya untuk menuntut ilmu, tidak tertipu oleh fatamorgana angan-angan dan penundaan, karena satu saat umur yang berlalu, tidak mempunyai ganti dan kompensasi.

Menyisihkan apa yang mampu untuk disisihkan berupa hubungan-hubungan yang menyibukkan dan rintangan-rintangan yang menghadang kesempurnaan menuntut ilmu, mengerahkan seluruh kesungguhan dan meningkatkan keseriusan dalam menuntut ilmu, karena ia seperti pembegal, karena itu as-salaf menganjurkan penuntut ilmu agar merantau meninggalkan keluarga dan negerinya sebagai orang asing, karena jika pemikiran bercabang, maka ia lemah dalam mengetahui hakikat-hakikat dan hal-hal detail.

Al-khatib al-baghdadi menukil dalam al-jami’[3] dari salah satu seorang ulama, bahwa dia berkata,

“ilmu ini tidak bis adi raih oleh siapa pun  yang menutup kiosnya, membiarkan kebunyya, meninggalkan saudara-saudaranya, dan ketika kerabatnya yang paling dekat meninggal dunia, dia tidak menghadiri saudaranya”.

Sekali pun ucapan ini berlebih-lebihan, namun maksudnya adalah memfokuskan hati dan menyatukan pikiran untuk ilmu. Ada yang berkata, ”sebagian syeikh memerintahkan seorang muridnya melakukan seperti pendapat al-khatib, maka perkara terakhir yang syaikh perintahkan kepadanya adalah,

اصبع ثؤبك كيلا يشغلك فكر غسله.

celupkanlah pakaianmu dengan warna gelap agar kamu tidak sibuk memikirkan bagaimana mencucinya”

 

Qana’ah dengan sedikit harta dunia dan bersabar di atas kemiskinan demi menuntut ilmu

Ke empat : hendaknya merasa cukup dengan apa yang mudah dari makanan pokok meskipun sedikit, dan pakaian dari orang yang setara dengannya meskipun tidak baru, dengan bersabar di atas kesederhanaan hidup, dia mendapatkan ilmu, dengan menyatukan fokus hati di persimpangan angan-angan yang simpang siur, sumber sumber hikmah akan memancar darinya.[4]

Asy-syafi’I Rahimahullah berkata:

لا يطللب احد هذا العلم بلماك و عز النفس فيفلح , ولكن طلبه بذل النفس ؤضيق العيش ؤحدمة العلماء افلح.

“seseorang tidak menuntut ilmu ini dengan kerajaan dan kemuliaan jiwa lalu dia beruntung, akan tetapi siapa yang menuntutnya dengan kerendahan jiwa, kesempitan hidup, dan berkhidmat kepada para ulama dialah yang beruntung.”

Malik Rahimahullah berkata :

لا يبلغ احد من هاذا العلم ما يريد حتي يضربه الفقر ؤيؤثره علي كل شيء.

Seseorang tidak di capai apa yang dia inginkan sebelum dia di dera kemiskinan, namun dia mendahulukan ilmu di atas sesuatu”.

Ini adalah perkataan-perkataan para imam yang merupakan pelopor di bidang ini tanpa ada yang membantah, dan demikian lah keadaan mereka.

 

Membagi waktu untuk ilmu,keterangan waktu dan tempat yang paling bagus untuk menghafal

Kelima : Hendaknya membagi waktu siang dan malamnya, memanfaatkan sisa umurnya, karena sisa umur manusia tidak ternilai,[5] dan waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, untuk mengkaji adalah waktu pagi hari, untuk menulis adalah tengah hari,dan untuk membaca dan muraja’ah adalah makam hari.

Al-khatib Rahimahullah berkata:

اجؤاد اؤقات الحفظ الاسحار، ثم ؤثط النهار، ثم الغداة

“waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, kemudian tengah hari, dan pagi hari.”[6]

Dia berkata : “Bukanlah hal yang baik menghafal di depan tumbuhan, pemandangan yang hijau, sungai, tengah jalan, dan suara yang bising, karena ia secara umum menghalangi konsentrasi hati [7]

 

Menyantap kadar sedikit dari yang halal membantu untuk  menuntut ilmu

Ke enam: Di antara faktor paling besar yang membantu menuntut ilmu, memahaminya, dan menyingkirkan kejenuhan, adalah makan dengan kadar ukuran yang sedikit dari yang halal.

Imam Asy-syafi’I Rahimahullah berkata :

ما شبعت منذ ست عشرة سنة

“aku tidak pernah kenyang sejak enam belas tahun yang lalu”

Penjelasanya, karena banyak makan membuat banyak minum, banyak minum menyebabkan banyak tidur, tumpul pikiran, mandeknya otak, berhentinya indera, dan malasnya tubuh, di samping sisi makruh dari arah syari’at  dan risikonya bahaya penyakit jasmani, sebagaimana di katakan:

sesungguhnya penyakit, kebanyakan yang kamu lihat, pemicunya berasal dari makanan dan minuman”

Tidak ada seorang wali dan imam ulama yang menyifati atau di sifati sebagai seorang yang bersyukur dengan banyak makan, dan di puji karenanya, sebab yang di puji banyak makan hanya hewan yang tidak berakal, karena ia memang di siapkan untu bekerja.

Akal pikiran yang lurus memang lebih berharga daripada sekedar di angggurkan dan di sia-siakan sebagai sesuatu yang bernilai rendah, seperti makanan yang akibatnya telah di ketahui. Seandainya di antara sisi negatif banyak makan dan minum adalah banyak nya keluar masuk WC, niscaya sudah cukup bagi orang yang cerdik dan berakal agar memelihara dirinya darinya, barang siapa menginginkan keberuntungan dalam bidang ilmu dan meraih apa yang di cariknya dan di raihnya, tetapi dia tetap mempertahankan banyak makan dan minum, dan tidur, maka dia ingin mencari sesuatu yang secara umum mustahil.

Yang paling layak, hendaknya makanan yang di santapnya adalah sebagaimana yang hadir di dalam hadis dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

ما ملأ ابن آدم وعاء شرا من بطن بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبة، فإن كان لا محالة، فثلث لطعامه، وثلث لشرابه، وثلث لنفسه

“Anak adam tidak mengisi wadah yang lebih buruk dari pada perut. Cukuplah bagi anak adam beberapa suapan yang menegakkan tulang sulbinya. Jika memang harus maka sepertiga dari makanannya untuk minumnya dan sepertiganya untuk nafasnya” (Di riwayatkan dari at-tirmidzi)

 

Menyifati diri dengan wara’

Ketujuh : Hendaknya menghiasi diri dengan sifat wara’ dalam segala urusannya,mengambil yang halal untuk makanan,minuman pakaian dan tempat tinggalnya. Dan dalam segala apa yang dia dan keluarganya butuhkan,agar hatinya bercahaya dan layak serta mengambil manfaat darinya.

Tidak menerima untuk dirinya apa yang secara halal dari sisi syari’at selama dia mungkin menghindarinya dan tidak terdesak oleh kebutuhan dan menetapkan apa yang boleh sebagai bagian dari dirinya,akan tetapi hendaknya mencari derajat yang tinggi dan meneladani para ulama shalih terdahulu dimana mereka bersikap wara’ di depan banyak perkara yang mereka menfatwakannya boleh.

Orang yang paling berhak di teladani dalam perkara ini adalah sayyidina Rasulullah, beliau tidak makan sebiji kurma yang beliau temukan di jalan karena takut ia adalah kurma sedekah padahal kecil kemungkinan dia demikian, dan karena ahli ilmu di teladani dan diikuti, jika mereka tidak menggunakan sikap wara’,lalu siapa yang menggunakannya?

Hendaknya menggunakan apa yang Allah tetapkan sebagai sebab ketajaman otak seperti mengunyah liban(Boswellia carterri) dan musthaka (Damar mastik) menurut kebiasaan, makan kismis di pagi hari, air mawar dan sepertinyayang penjelasan tentang nya bukan di sini tempatnya.

Hendaknnya menghindari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti makan bekas sisa tikus, membaca papan kuburan, masuk di antara dua ekor unta yang di lumuri pelangkin, membuang kutu rambut, dan sepertinya yang telah di uji coba.

 

Meninggalkan pergaulan

Ke delapan : hendaknya memutuskan pergaulan, karena meninggalkannya termasuk perkara penting bagi penuntut ilmu, apalagi untuk lawan jenis dan apalagi khusu untuk orang yang banyak main-mainnya dan sedikit berfikir, karena tabi’at manusia itu menular.

Sisi negatif pergaulan adalah tersia-siakannya waktu tanpa faidah, lenyapnya harta dan kehormatan jika di lakukan dengan orang tidak patut, dan hilangnya agama jika di lakukan dengan orang yang tidak punya agama.

Demikianlah beberapa hal yang perlu kita perhatikan ketika hendak menuntut ilmu dan bermajelis. Semoga kita semua allah mudahkan dalam menuntut ilmu syar’I dan selalu istiqamah di atas sunnah.

 

REFERENSI:

Imam badrudin ibnu jama’ah  al-kinani asy-syafi’I.2019. tadzkirotus sami’ wal mutakalim. Darul haq jakarta.

Di ringkas oleh:  Diana Rosella (Pengajar Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

 

[1][1] Diriwayatkan oleh al-bukhari, no.52, dan muslim,no 1599 dari hadist an-nu’man bin basyir

[2]  Abu yusuf ya’qub bin ibrahim al-anshari al-kufi,hakim agung,murid imam abu hanifah,wafat tahun 182 H. lihat al-jawahir al-mudhiyyah,3/611

[3] 2/252, yang berkata adalah abu ahmad nash bin ahmad al-iyadhi,ahli fiqih dari Samarkand,biografinya ada di al-jawahir al-mudhiyah fi thabaqat al-hanafiyah,al-quraisy 3/535 dan 4/10

[4] Dalam naskah ظ tertulis,padanya

[5] Maknanya,sisa umur manusia hingga wafat tidak mungkin di nilai dengan harta tertentu,karena ia lebih berharga dari harga apapun,karena sisa umur adalah modal utama untuk berdekat ke akhirat,kata “tidak ternilai” berarti apa yang di ungkapkan oleh manusia pada zaman ini,yaitu “tidak ternilai harganya”

[6] Al-faqih wa al-muttafaqih,2/207

[7] ibid

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.