Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Perang Bani Quraizhah

perang bani quraizhah

Perang Bani Quraizhah – Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Para pembaca sekalian, artikel kali ini masih mengangkat tentang peperangan di zaman Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam. banyak sekali perang di zaman tersebut, salah satu yang akan kita bahas adalah perang Bani Quraizhah yang berkaitan dengan pengkhianatan kaum yahudi kepada Rasulullah. lebih jelasnya, mari kita baca dengan seksama isi artikel tentang Perang Bani Quraizhah berikut ini.

Kisah perang Bani Quraizhah merupakan perang yang terjadi pada masa akhir Dzulqa’dah saat awal Dzulhijjah. Kisah Bani Quraizhah yang melakukan perang ini terjadi tahun ke-5 Hijriyah. Peperangan ini menjadi sejarah Islam yang perlu umat muslim kenang

Dalam Islam, bulan Dzulqa’dah termasuk suatu bulan yang dinilai sangat sakral. Tak hanya itu saja, bulan ini juga menjadi bulan yang dimuliakan dalam Islam. Adanya kemuliaan dalam bulan ini terbukti dengan berbagai macam hal.

Salah satu kemuliaan bulan Dzulqa’dah yaitu semua amalan yang baik akan mendapatkan pahala dari Allah dengan berlipat ganda. Kemudian, untuk amalan atau perbuatan yang maksiat juga akan mendapatkan dosa dari Allah dengan berlipat ganda.

Seseorang yang beramal baik tentunya akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Sedangkan orang yang beramal maksiat saat bulan ini tentunya akan mendapatkan kerugian yang sangat besar. Sebab dosanya akan menjadi berlipat ganda.

Tak hanya itu saja, untuk menghormati bulan Dzulqa’dah yang mulia ini, Allah juga melarang untuk umat Islam melakukan peperangan. Karena melakukan peperangan pada bulan haram ini hukumnya dosa besar. Jadi, bulan Dzulqa’dah ini harusnya umat Islam bisa damai tanpa peperangan.

Meski demikian, terdapat sejarah penting yang sebaiknya umat Islam ketahui dan bertepatan dengan bulan haram (Dzulqa’dah) ini, antara lain yaitu meletusnya kisah perang Bani Quraizhah ini.

Perang ini terjadi pada tahun kelima sesudah Nabi Muhammad hijrah. Adapun latar belakang terjadinya peperangan ini yaitu lantaran pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian damai. Kaum Yahudi sebelumnya telah menyepakati perjanjian damai dengan umat Islam.

Ketika itu, para umat Islam sebenarnya sedang dalam keadaan yang kelelahan dan juga dalam kondisi kritis. Kondisi yang kritis tersebut bisa dilihat dari segi kekuatan atau dari segi senjata yang bisa mereka gunakan pada saat perang.

Sebab, peristiwa peperangan ini terjadi setelah umat Islam baru selesai melakukan perang melawan orang kafir, yang banyak kita kenal dengan perang Khandaq pada saat akhir bulan Syawal.

Dengan adanya pengkhianatan janji damai dari orang Yahudi tersebut, maka terjadilah perang Bani Quraizhah belum lama setelah perang Khandaq selesai dilakukan.

Awal Mula Timbulnya Kebencian Kaum yahudi Kepada Rasulullah

Sejak kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ke Madinah membuat kaum Yahudi yang sebelumnya lebih dulu tinggal di Madinah mulai kehilangan kenyamanannya. Mereka merasa pengaruhnya berkurang karena dua suku yang sebelumnya terus berperang yakni Aus dan Khazraj kini bisa hidup damai setelah kedatangan Rasulullah. Sejak itu, kebencian terhadap Nabi Muhammad terus merasuki kaum Yahudi hingga kerap membuat makar. Mereka pun kerap mengkhianati janji yang telah disepakati untuk bersama-sama menjaga Kota Madinah. Tak lama setelah itu, meletuslah Perang Quraizhah yang terjadi pada akhir Bulan Dzulqa’dah. Perang itu terjadi tidak lama setelah kaum Muslimin baru pulang dari Perang Khandaq. Sayyidah Aisyah Radhiallahu Anha meriwayatkan bahwa ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam  baru kembali dari perang Khandaq didatangi Malaikat Jibril AS untuk kembali mengangkat pedang.

Dari Aisyah radliallahu anha, ia berkata; Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam kembali dari perang Khandaq, setelah beliau meletakkan senjata dan mandi, malaikat Jibril alaihis salam datang menemui beliau seraya berkata: “Apakah anda hendak meletakan senjata? Demi Allah kami tidak akan meletakkannya. Keluarlah anda (untuk memerangi) mereka.” Beliau bertanya: “Kemana?” Jibrilmenjawab: “Kesana.” Jibril memberi isyarat (untuk pergi memerangi) Bani Quraizhah. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berangkat menyerbu mereka.” (HR. Bukhari) [No. 4117 Fathul Bari] Shahih

Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al Ahzab:

وأنزل الذين ظاهرون من أهل الكتاب من صياصيهم وقذف في قلوبهم الرعب فريقا تقتلون وتأسرون فريقا

Artinya: “Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan”. (QS. Al Ahzaab:6).

 

Setelah Abu Lubabah pergi,  Ka’ab bin Asad pemimpin Bani Quraizah menyarankan mereka agar menerima agama Muhammad dan memeluk Islam. Maka harta-benda dan anak-anak mereka akan hidup lebih aman Namun saran itu ditolak. “Kami tidak akan meninggalkan ajaran Taurat, tidak akan menggantikannya dengan yang lain,” kata mereka.

Ka’ab juga menyarankan supaya kaum wanita dan anak-anak dibunuh saja, dan  mereka boleh melawan Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan pedang terhunus tanpa meninggalkan suatu beban di belakang. Biar nanti Tuhan menentukan, kalah atau menang. Kalau mereka hancur, tidak ada lagi turunan yang akan dikhawatirkan. Sebaliknya, kalau menang mereka akan memperoleh wanita-wanita  dan anak-anak lagi.

Bani Quraizah kemudian mengirimkan utusan kepada Rasulullah, mengusulkan bahwa mereka akan pergi ke Adhri’at dengan meninggalkan harta-benda mereka. Tetapi usul ini ditolak. Mereka harus tunduk kepada keputusan semula. Dalam hal ini mereka lalu mengirim orang kepada suku Aus, meminta Sa’ad bin Mu’adz sebagai lawan berunding. Mata mereka seolah-olah tertutup, sehingga lupa akan kedatangan Sa’ad saat pertama kali mereka melanggar perjanjian, lalu diberi peringatan. Juga tatkala mereka memaki-maki Muhammad di depan Sa’ad serta mencerca kaum Muslimin tidak pada tempatnya.

Sa’ad lalu membuat persetujuan dengan mereka. Setelah persetujuan ditetapkan, Bani Quraizah diperintahkan supaya keluar dan meletakkan senjata. Keputusan ini mereka laksanakan. Selanjutnya Sa’ad memutuskan bahwa mereka yang melakukan kejahatan perang dijatuhi hukuman mati, harta-benda dibagi, wanita dan anak-anak ditawan.

Mendengar keputusan itu Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang menguasai diriku. Keputusanmu itu diterima oleh Allah dan oleh orang-orang beriman, dan dengan itu  aku diperintahkan.”

Setelah itu, Sa’ad keluar ke sebuah pasar di Madinah. Diperintahkannya supaya digali beberapa buah parit di tempat itu. Orang-orang Yahudi itu dibawa dan di sana leher  mereka dipenggal, dan di dalam parit-parit itu mereka dikuburkan. Sebenarnya Bani Quraizah tidak menduga akan menerima hukuman demikian dari Sa’ad bin Mu’adz.

Bahkan tadinya mereka mengira Sa’ad akan bertindak seperti Abdullah bin Ubay terhadap Bani Qainuqa’, yang dibolehkan pergi dari Madinah. Mungkin Sa’ad teringat, bahwa kalau pihak Ahzab yang menang karena pengkhianatan Bani Quraizah itu, maka kaum Muslimin pasti akan habis dibantai. Maka balasannya seperti yang sedang mengancam kaum Muslimin sendiri.

Terbunuhnya Bani Quraizah itu adalah karena ulah Huyay bin Akhtab, meskipun dia  sendiri juga terbunuh. Dia telah melanggar janji yang dibuat oleh golongannya sendiri, Bani Nadzir, yang oleh Rasulullah telah dikeluarkan dari Madinah dengan tiada seorang pun yang dibunuh, setelah keputusannya itu mereka terima.

Tetapi tindakannya menghasut pihak Quraisy dan Ghatafan, kemudian menyusun  kekuatan dengan masyarakat dan kabilah-kabilah Arab untuk memerangi Rasulullah. Hal ini memperbesar permusuhan antara golongan Yahudi dengan kaum Muslimin, sehingga mereka merasa belum puas sebelum dapat menghabisi Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Huyay juga mengajak Bani Quraizah melanggar perjanjian dan meninggalkan sikapnya yang netral.

Sekiranya Bani Quraizah menolak dan tetap bersikap netral, tentu mereka takkan  mengalami nasib seburuk itu. Huyay juga datang ke benteng Bani Quraizah—setelah kepergian pihak Ahzab—dan mengajak mereka melawan kaum Muslimin. Sekiranya sejak awal Bani Quraizah bersedia menerima keputusan Rasulullah serta mengakui kesalahannya yang telah melanggar janjinya sendiri, niscaya pertumpahan darah dan pembunuhan tidak akan terjadi.

Akan tetapi, permusuhan itu sudah berurat berakar dalam jiwa Huyay dan kemudian menular pula ke dalam hati orang-orang Quraizah, sehingga Sa’ad bin Mu’adz sendiri  sebagai kawan sepersekutuan mereka yakin bahwa kalau mereka dibiarkan hidup, keadaan tidak akan pernah tenteram. Mereka akan kembali menghasut golongan Ahzab, agar mengerahkan kabilah-kabilah dan orang-orang Arab supaya memerangi kaum Muslimin dan membantai mereka hingga habis. Keputusan tegas Sa’ad terdorong oleh sikap hendak mempertahankan diri, dengan pertimbangan bahwa eksistensi atau lenyapnya orang-orang Yahudi itu berarti hidup atau matinya kaum Muslimin.

Kaum wanita, anak-anak serta harta-benda Bani Quraizah oleh Nabi dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin, setelah seperlimanya dikeluarkan. Setelah itu, Sa’ad bin Mu’adz mengirimkan tawanan-tawanan Bani Quraizah itu ke Najd.

Adanya serbuan Ahzab serta hukuman yang telah dijatuhkan terhadap Bani Quraizah, telah memperkuat kedudukan Muslimin di Madinah. Orang-orang munafik sudah tidak bersuara lagi. Seluruh masyarakat dan kabilah-kabilah Arab mulai berbicara   tentang kekuatan dan kekuasaan Muslimin, disamping posisi dan kewibawaan Rasulullah.

Namun ajaran Islam bukan hanya untuk Madinah saja, melainkan buat seluruh dunia. Jadi Nabi dan para sahabatnya masih harus terus berdakwah dan berjihad menjalankan perintah Allah, mengajak manusia menganut agama yang benar, dengan terus membendung setiap usaha yang hendak melanggarnya.

Setelah Bani Quraizah merusak perjanjian damainya dan berita tersebut telah sampai kepada Rasulullah, hati Nabi merasa kecewa, resah dan terus mengkhawatirkan keselamatan dari kaum muslim yang ada di Madinah.

Namun, akhirnya datanglah pertolongan dari Allah. Janji Allah untuk menolong Rasul-Nya dan mengalahkan musuh-musuhnya akhirnya tiba. Allah telah mengembalikan musuh-musuh tersebut dalam keadaan kecewa dan merugi.

Sampai pada akhirnya, Nabi Muhammad kembali ke Madinah dalam keadaan menang dan mendapat berbagai dukungan. Pada saat itulah orang-orang segera meletakkan senjatanya dan berhenti berperang. Di sinilah kisah perang Bani Quraizhah berakhir.

Hikmah yang bisa kita ambil dari terjadinya perang Bani Quraizhah ini adalah ;

  1. seorang Mukmin harus senantiasa menepati janjinya karena janji adalah Hutang
  2. seorang mukmin harus berani dan tegas Ketika berkaitan dengan Aqidah
  3. seorang Mukmin harus memiliki akhlaq yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam.
  4. Seorang Mukmin harus berani tampil menjadi garda terdepan dalam menegakkan agama Allah Subhanahu Wata’ala

Demikian artikel tentang Perang Bani Quraizhah ini telah berakhir, semoga setelah membaca artikel ini dapat meningkatkan ketakwaan kita terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.

 

REFERENSI:

Judul : Perang Bani Quraizhah

Buku : Sirah Nabawiyah

Diringkas oleh Ivan Ferdyana (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.