Penyakit Hati dan Obatnya Bagian.3

penyakit hati dan obatnya bagian 3

PENYAKIT SOMBONG, UJUB DAN OBATNYA (bagian 3)

Oleh : Abu Fahman Nafis Al Faruq

(Staf Pengajar di Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

Segala puji hanya milik Allah rabb alam semesta, barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang dapat memberikan petunjuk. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada utusan-Nya nabi kita Muhammad, shalawat juga untuk para keluarga dan para sahabat beliau.

Pembahasan selanjutnya dari seri penawar hati adalah “Penyakit Sombong, Ujub dan Obatnya”.

Diantara penyakit-penyakit yang menimpa hati yang menyebabkan hati seseorang menjadi rusak dan binasa adalah penyakit sombong dan penyakit ujub. Adapun obat penyakit tersebut adalah dengan cara tawadhu’ sebagaimana sabda Nabi:

لَا يَدْخُلُ الْـجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْـرٍ، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُـحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: إِنَّ اللهَ جَـمِيْلٌ يُـحِبُّ الْـجَمَالَ، الْكِبْـرُ بَطَرُ الْـحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya:

 “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.” Ada seseorang yang bertanya, “Bilamana seseorang ingin berpenampilan bagus dengan baju dan sandalnya (apakah termasuk dari kesombongan?) Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan cinta terhadap keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” [1]

Kesombongan yang terdapat pada hati akan membawa pelakunya untuk mengingkari kebenaran dan mengingkari kenikmatan dan memandangkan rendah orang-orang muslim dan menghinakan mereka; bahkan menjadikan kesombongan mengarah kepada perdebatan dan kekufuran wal iyaadzubillah.

Allah berfirman:

الَّذِينَ يُـجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللهِ بِغَيْـرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُـرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ وَعِندَ الَّذِيْنَ آمَنُوا كَذَالِكَ يَطْبَعُ اللهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّـرٍ جَبَّارٍ

Artinya:

 “Yaitu orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang.” [2]

إِنَّ الَّذِينَ يُـجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْـرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِنَّ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْـرٌ مَّا هُمْ بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيـرُ

Artinya:

 “Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” [3]

Orang yang memiliki sifat sombong itu tercela sebagaimana terdapat dalil-dalil dibawah ini:

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ لَا يُـحِبُّ الْـمُسْتَكْبِـرِيْنَ

Artinya:

 “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong.” [4]

إِنَّ اللهَ لَا يُـحِبُّ كُلَّ مُـخْتَالٍ فَـخُورٍ

Artinya:

“Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [5]

وَلَا تَـمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا

Artinya:

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong.” [6]

إِنَّ اللهَ لَا يُـحِبُّ الْفَرِحِيْـنَ

Artinya:

“Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan.” [7]

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menerangkan tentang tercelanya penyakit sombong dan ujub (membanggakan diri).

Rendah diri merupakan bagian bagi seorang hamba. Maka sesungguhnya rendah diri adalah bagian bagi manusia, duduk-duduk bersama orang-orang lemah, orang miskin, orang fakir dari orang-orang yang baik, makan bersama mereka, berbincang-bincang bersama mereka saling mengenal diantara mereka, saling mengunjungi, maka itu semua akan meninggalkan bekas yang baik didalam hati, dan akan mewariskan dengan -izin dari Allah- akan melembutkan hati, oleh karena itu Allah berfirman kepada Nabinya sebagaimana dalam hadits:

عَنْ سَعْدٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ نَفَرٍ فَقَالَ الْـمُشْرِكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اطْرُدْ هَؤُلَاءِ لَا يَـجْتَـرِئُونَ عَلَيْنَا قَالَ وَكُنْتُ أَنَا وَابْنُ مَسْعُودٍ وَرَجُلٌ مِن هُذَيْلٍ وَبِلَالٌ وَرَجُلَانِ لَسْتُ أُسَـمِّيْهِمَا فَوَقَعَ فِي نَفْسِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقَعَ فَـحَدَّثَ نَفْسَهُ فَأَنزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّـهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُـرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِـهِمْ مِّن شَيءٍ وَمَا مِنْ حِسَابَكَ عَلَيْهِمْ مِن شَيءٍ فَتَطْرُدُهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِـمِيْنَ (52) وَكَذَالِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِّيَقُولُوآ أَهَآؤُلَاءِ مَنَّ اللهُ عَلَيْهِمْ مِّن بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِيْنَ (53) وَإِذَا جَآءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِئَايَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوءًا بِـجَهَالَةٍ ثُـمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (54)}

Artinya:

“Dari Sa’ad dia berkata, “Pada suatu hari, kami berenam menyertai Rasulullah. kemudian orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah, ‘Usirlah orang-orang yang tidak akan berani melawan kami!’ orang-orang tersebut adalah saya (Sa’ad), Ibnu Mas’ud, seorang laki-laki dari Hudzail, Bilal, dan dua orang laki-laki yang tidak saya kenal namanya. Tak lama kemudian terlintas sesuatu dalam benak Rasulullah dan mengatakannya dalam hati. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridhaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim. Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?” (Allah berfirman), “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?”. Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah, “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu).” Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya, (yaitu) barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [8]

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَاصْبِـرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّـهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُـرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنهُمْ تُـرِيْدُ زِيْنَةَ الْـحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Artinya:

“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada waktu pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengaharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” [9]

Begitu juga Nabi Nuh Alaihis salam ketika berkata kepada kaumnya:

قَالُوا أَنُؤمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ (111) قَالَ وَمَا عِلْمِى بِـمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (112) إِنْ حِسَابُـهُمْ إِلَّا عَلَى رَبِّـى لَو تَشْعُرُونَ (113) وَمَآ أَنَا بِطَارِدِ الْـمُؤْمِنِيْـنَ (114)

Artinya:

“Mereka berkata, “Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?”. Dia (Nuh) menjawab, “Tidak ada pengetahuanku tentang apa yang mereka kerjakan”. Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, jika kamu menyadari. Dan aku tidak mengusir orang-orang yang beriman.” [10]

Tatkala Nabi wajah beliau bermuka masam kepada Abdullah bin Ummi Maktum radiallahu’anhu Allah menegur Nabinya dengan cara yang halus, Allah Ta’ala berfirman:

عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) أَن جَآءَهُ الْأَعْمَى (2) وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى (3) أَو يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى (4) أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى (5) فَأَنتَ لَهُ تَصَدَّى (6) وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى (7) وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسْعَى (8) وَهُوَ يَـخْشَى (9) فَأَنتَ عَنهُ تَلَهَّى (10)

Artinya:

“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya.” [11]

Nabi menegur sebaik-baik sahabat yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radiallahu anhu berkaitan dengan orang-orang fakir dan orang-orang lemah sebagaimana dalam sebuah hadits,

عَن عَائِذٍ بْنِ  عَمْرٍو أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ أَتَى عَلَى سَلْمَانَ وَصُهَيْبٍ وَبِلَالٍ فِي نَفَرٍ فَقَالُوا وَاللهِ مَا أَخَذَتْ سُيُوفُ اللهِ مِنْ عُنُقِ عَدُوِّ اللهِ مَأْخَذَهَا قَالَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَتَقُولُونَ هَذَا لِشَيْخِ قُرَيْشٍ وَسَيِّدِهِمْ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَـرَهُ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ لَعَلَّكَ أَغْضَبْتَهُمْ لَئِنْ كُنْتَ أَغْضَبْتَهُمْ لَقَدْ أَغْضَبْتَ رَبَّكَ فَأَتَاهُمْ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ يَا إِخْوَتَاهْ أَغْضَبْتُكُمْ قَالُوا لَا يَغْفِرُ اللهُ لَكَ يَا أَخِي

Artinya:

“Dari A’idz bin ‘Amru bahwa Abu Sufyan pernah mendatangi Salman, Shuhaib, dan Bilal dalam sekelompok orang sahabat. Setelah itu, mereka berkata kepada Abu Sufyan, “Demi Allah, pedang Allah tidak sampai menebas leher musuh Allah.” Mendengar ucapan mereka, (Salman, Shuhaib, dan Bilal) maka Abu Bakar berkata, ‘Mengapa kalian berkata seperti itu kepada salah seorang tokoh dan pemimpin Quraisy hai Salman, Shuhaibm dan Bilal. Kemudian Abu Bakar datang kepada Rasulullah untuk menceritakan tentang hal itu. Tetapi Rasulullah melah berkata, “Hai Abu Bakar, mungkin kamu sendirilah yang telah membuat mereka marah. Apabila kamu membuat mereka marah, maka berarti kamu juga telah membuat Tuhanmu marah.” Lalu Abu Bakar pergi mendatangi mereka sambil bertanya, ‘Hai saudara-saudaraku, apakah aku telah membuat kalian marah?’ Mereka menjawab, Tidak.’ Semoga Allah mengampunimu hai sadaraku, Abu Bakar.” [12]

Demikian pembahasan penyakit sombong, ujub dan obatnya. Dan pembahasan ini akan berlanjut pada artikel berikutnya insyallah.

Bersambung . . .

MARAJI’:

  1. Al Qur’an
  2. Hadits Digital
  3. Obat Penawar Hati karya Mustofa Al ‘Adawi

[1] Hadits riwayat Muslim no. 91

[2] Q.S Ghafir: 35

[3] Q.S Ghafir: 56

[4] Q.S An Nahl: 23

[5] Q.S Luqman: 18

[6] Q.S Al Isra’: 37

[7] Q.S Al Qasas: 76

[8] Hadits riwayat Muslim no. 4434

[9] Q.S Al Kahfi: 28

[10] Q.S Asy Syu’ara: 111-114

[11] Q.S ‘Abasa: 1-10

[12] Hadits riwayat Muslim no. 2504 dan Ahmad no. 19722

Baca juga:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.