CITA RASA DAN NIKMATNYA SHALAT

Cita Rasa Nimatnya Shalat

 

Cita Rasa dan Nikmatnya Shalat-Perlu kita ketahui dan tidak diragukan lagi bahwa Shalat dan Al-Quran adalah penyejuk hati orang-orang yang cinta kepada Allah dan kelezatan bagi ruh orang-orang yang mentauhidkan Allah, taman bagi para ahli ibadah, buah bagi jiwa-jiwa yang khusyu’, kompas bagi orang-orang yang jujur, dan mizan (tolok ukur) bagi orang-orang yang berjalan menuju Allah. Ia merupakan rahmat Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Allah telah menganugerahkan kepada mereka melalui Rasul-Nya yang jujur dan terpercaya, sebagai rahmat dan kemuliaan bagi mereka agar mereka dapat meraih surga-Nya, meraih kemenangan berupa keterikatan dengan-Nya, bukan karena Allah membutuhkan mereka. Bahkan murni sebagai anugerah dan karunia dari-Nya untuk mereka. Hati dan seluruh anggota badan mereka tunduk kepada Allah.

Dia telah menjadikan peran hati merupakan yang paling besar dan sempurna. Yaitu dengan menghidupkannya kepda Allah, kegembiraan dan kenikmatan dekat dengan-Nya, kebahagiaan mencintai-Nya dan dan kegembiraan berdiri di hadapan-Nya, hatinya berpaling dalam melaksanakan ibadah dari menengok ibadah selain-Nya. Menyempurnakan tuntunan-tuntunan ubudiyah lahir maupun batin menurut yang di kehendaki Allah dan di ridhai-Nya.

Allah telah menetapkan pada setiap anggota tubuh aktifitas ‘ubudiyyah yang khusus, dan ketaatan yang di tuntut darinya. Untuk itulah manusia di ciptakan dan di persiapkan, dengan demikian manusia terbagi menjadi tiga kelompok :

Pertama, yang memfungsikan (menggunakan) anggota tubuhnya sesuai dengan tujuan dan maksud penciptaannya. Inilah manusia yang berdagang kepada Allah dengan perdagangan yang paling menguntungkan. Shalat di syari’atkan untuk memfungsikan (menggunakan) seluruh aggota tubuh dan aktifitas ‘ubudiyyah mengikuti aktifitas hati dalam pelaksanaannya.

Kedua, manusia yang memfungsikan (menggunakan) anggota tubuhnya untuk sesuatu yang bukan merupakan tujuan penciptaannya dan untuk sesuatu yang tidak diciptakan baginya. Ini adalah manusia  yang merugi usahanya dan bangkrut perniagaannya.

Ketiga, manusia yang memandulkan dan mematikan fungsi anggota tubuhnya. Ini juga termasuk manusia yang merugi. Sebab, manusia diciptakan untuk beribadah dan berbuat ketaatan, bukan untuk menganggur. Manusia yang paling dibenci Allah adalah yang menganggur, tidak berusaha untuk dunia dan tidak beramal untuk akhirat. Ia hanya menjadi beban dunia dan agama.

Manusia jenis pertama, apabila ia bergerak, diam, bangkit, duduk, makan, minum, tidur, berpakaian, bicara atau tidak bicara, semuanya adalah untuknya (mendatangkan pahala baginya), tidak membawa dosa atasnya. Ia selalu dalam keadaan berdzikir, berbuat taat, medekatkan diri kepada Allah dan terus melakukan aktifitas ibadahnya.

Adapun orang kedua, seluruh aktifitasnya mendatangkan dosa atasnya tidak ada yang membawa pahala. Ia selalu tersingkir, terasing, dan merugi.

Sedangkan yang ketiga, seluruh waktunya hanya diisi dengan kelalaian dan menganggur.

Yang pertama adalah yang selalu dalam lingkupan ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Yang kedua adalah yang selalu dalam lingkupan khianat dan pelanggaran. Dan yang ketiga adalah yang selalu dalam lingkupan kelalaian, tuntutan hawa nafsu dan tabiat.

Allah ‘azza wajalla mengajak kaum muwahiddin (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan benar) untuk mengerjakan shalat lima waktu sebagai salah satu bentuk rahmat-Nya kepada mereka. Allah ‘azza wajalla telah membentangkan bagi mereka dalam shalat itu berbagai jenis ibadah agar dengan itu mereka dapat meraih karunia dari setiap perkataan, perbuatan, gerakan dan diam mereka.

Inti dan rahasia ibadah shalat adalah menghadapkan hati dan menghadirkannya secara totalitas ke hadapan Allah. Jika ia tidak menghadapkannya kepada Allah, sibuk dengan hal lain dan lalali dengan bisikan nafsu, maka kedudukannya seperti orang yang datang menghadap raja untuk meminta maaf atas kelancangan dan kesalahannya, mengharap kedermawanan dan belas kasihnya, meminta makanan bagi hatinya agar dapat melayani dan berkhidmat kepada sang raja. Sesampainya di pintu sang raja dan sudah berhadapan dengannya, ia malah melengos, berpaling ke kanan dan ke kiri, membalikkan badannya, sibuk melakukan sesuatu yang membuat sang raja murka, berbuat yang hina di sisi raja, ia lebih mengutamakan hal itu dari pada raja, mecurahkan kiblat hatinya dan perhatiannya kepada perkara tersebut, maka ia mempersilahkan pelayan-pelayan dan pembantu-pembantunya agar mau menaati sang raja. Sementara sang raja menyaksikan hal itu dan melihat keadaan mereka.

Namun demikian dengan sifat kemuliaan, kedermawanan, luasnya kebaikan dan karunia sang raja, pembantu dan pelayang yang mengikutinya enggan berpaling dari sang raja. Maka mereka pun kecipratan rahmat dan kebaikan sang raja. Akan tetapi sang raja membagi-baginya sesuai dengan bagian masing-masing. Ada yang mendapat bagian yang banyak dan ada pula yang seharusnya tidak kebagian namun diberikan juga bagian yang sedikit.

Allah subhanawata’ala berfirman:

ولكل درجت مما عملوا وليوفيهم أعملهم وهم لا يظلمون

Artinya: “Dan setiap orang yang memperoleh tingkatan sesuai apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan balasan perbuatan mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (QS.Al-Ahqof: 19)

Allah menciptakan manusia agar berbakti kepada-Nya, mengistimewakannya dan menciptakan segala sesuatu untuknya.

Allah menjadikan shalat sebagai jalan yang menyampaikannya kepada kedekataan-Nya, munajat-Nya, cinta-Nya, dan kasih sayang-Nya.

Dengan berwudhu’, badannya menjadi bersih sehingga ia datang mengahdap Rabb-nya dalam keadaan suci. Wudhu’ memiliki makna lahir dan batin. Secara lahir, anggota yang terlibat langsung dalam beribadah suci dari kotoran. Secara batin, orang yang berwudhu’ hatinya suci dan bersih dari kotoran dengan bertaubat. Oleh sebab itu Allah mengiringi penyebutan taubat dengan thaharah (kesucian) dalam firman-Nya:

إن الله يحب التوبين ويحب المتطهرين

Artinya: “…Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mensyari’atkan bagi orang yang berwudhu’ agar membaca doa dibawah setiap kali selesai wudhu’ :

أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. (HR. Muslim)

Lalu membaca :

اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri.” (HR. Tirmidzi)

Dengan begitu ia telah menyempurnakan bagian ibadah, yaitu kesucian lahir dan batin.

Dengan bersyahadat ia bersih dari syirik, dengan bertaubat ia bersih dari dosa dan dengan air ia bersih dari kotoran badan. Ia di syari’atkan menjalani proses pensucian diri yang paling sempurna sebelum menghadap Allah, berdiri di hadapan-Nya. Ia telah terlepas dari pelarian, terbukti dengan kehadirannya dirumah-Nya dan tempat peribadahan-Nya.

Oleh sebab itulah hadir ke masjid merupakan kesempurnaan yang wajib bagi ibadah shalat seseorang menurut sebagian para ulama’ mustahab menurut sebagian yang lainnya. Seorang hamba yang dalam keadaan lalai seperti seorang budak yang melarikan diri dan tuannya. Ia menonaktifkan seluruh anggota badan dan hatinya dari kewajiban yang harus di tunaikannya dan untuk itulah ia diciptakan. Apabila ia kembali kepada Rabb-Nya, maka ia telah kembali dari pelariannya. Apabila ia berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan beribadah, tunduk dan mengharapkan-Nya, maka ia telah mengambil perhatian Rabb-Nya dan mendatangi-Nya kembali setelah berpaling.

  • Rahasia dan inti shalat

Rahasia, ruh, dan inti shalat adalah menghadapkan seluruh jiwa raga kepada Allah. Ka’bah yang merupakan rumah Allah adalah kiblat bagi wajah dan badannya. Dan pemilik rumah itu, yakni Allah, adalh kiblat hati dan ruhnya. Allah kan menghadap kepada seorang hamba di dalam shalat selama hamba itu menghadapkan wajah dan hatinya kepada Allah. Jika ia berpaling maka Allah akan berpaling darinya.

Menghadap kepada Allah di dalam shalat ada tiga tingkatan:

  1. Menghadapkan hatinya dan menjaganya dari syahwat, bisikan jahat, pikiran-pikiran kotor yang dapat membatalkan pahala shalat atau dapat menguranginya.
  2. Menghadap Allah dengan selalu muraqabah (merasa di awasi oleh Allah) sehingga seakan-akan ia melihat Allah
  3. Menghayati makna kalam Ilahi dan perincian nilai-nilai ‘ubudiyyah shalat sehingga ia bisa khusyu’ dan thuma’ninah

Dengan menyempurnakan ketiga tingkatan ini maka dapatlah dikatakan ia telah menegakkan shalat (bukan cuma mengerjakan shalat). Allah akan menghadap kepada hamba-Nya menurut kadar ketiga tingkatan tersebut.

  • Shalat sebagai penyejuk hati

Seperti halnya buah dari ibadah puasa adalah kesucian jiwa; buah ibadah hasil zakat adalah kebersihan harta; buah hasil ibadah haji adalah mendapatkan ampunan; dan buah hasil jihad adalah penyerahan jiwa yang dibeli oleh Allah dengan Surga sebagai harganya.

Maka buah hasil dari shalat adalah menghadap Allah dan Allah menghadap ke arah Hamba-Nya. Di balik hal ini tersimpan semua buah hasil segala amal. Karena itu Nabi Shallallahu ‘alai wasallam belum pernah mengatakan bahwa penyejuk mata beliau adalah terletak pada puasa, haji, ataupun ‘umroh. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

إنما حبب إلي من دنياكم : النساء والطيب, وجعلت قرة عيني في الصلاة

Artinya: “Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang ku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan penyejuk mataku terletak di dalam shalat.” (Shahih, HR. Nasa’i, Ahmad)

Perhatikanlah sabda beliau, “Dan dijadikan penyejuk mataku terletak didalam shalat.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berkata, “Dengan shalat”. karena sejatinya hati beliau menjadi sejuk dengan masuknya beliau dala shalat, layaknya seorang pecinta merasa sejuk dengan berbaur bersama kekasihnya dan orang yang takut merasa sejuk dengan masuknya ia ke tempat aman. Oleh karena itu, kesejukan hati setelah memasuki sesuatu lebih sempurna daripada kesejukan sebelum memasukinya.

Ketika keletihan mengusik ketenangan hatinya, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

يا بلال ! أرحنا بالصلاة

Artinya: “Wahai Bilal! Senangkanlah kami dengan shalat.” (HR. Abu Dawud)

Yakni, serukanlah iqamah untuk shalat agar kami bisa istirahat dari segala kesibukan yang melelahkan layaknya orang yang letih beristirahat menjadi tenang dan sejuk ketika sampai dirumahnya.

Dari sini kita bisa merenungkan apakah ibadah shalat kita sudah benar-benar ikhlas untuk Allah atau belum? Apakah hati kita sudah benar-benar lurus niatnya ketika beribadah? Hanya kita yang bisa menjawabnya. Maka dari itu wahai ikhwan dan akhwat kita perbaiki lagi niat kita dalam beribadah, tanamkanlah ikhlas dalam setiap ingin menjalankan ibadah, niatkan hanyak mengharapkan wajah Allah.

Semoga kita selalu terhindar dari penyakit hati terutama riya’ ketika menjalankan ibadah.

Mudah-mudahan kita dan keluarga kita termasuk orang yang terus-menerus melakukan shalat. Sebab, kita tidak mengetahui berapa sisa umur kita; apakah setahun, sebulan, sepekan, sehari atau bahkan tinggal beberapa jam lagi. Pengetahuan tentang hal itu hanya pada Allah Ta’ala.

Wallahu a’lam bishhowaab.

Sumber               : Sebaik-baik amal adalah shalat yang di tulis oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan

Di terbitkan Pustaka At-Taqwa

Di Ringkas oleh : Yasmin Yuni Azrah pengabdian di pondok Darul Quran Wal-Hadits

Baca juga artikel:

Hidup Zuhud Ala Orang Shalih

Agar Terhindar Dari Perkara Syubhat

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.