Begini Seharusnya Akhlak Seorang Da’i

BEGINI HARUSNYA AKHLAK SEORANG DAI

BEGINI SEHARUSNYA AKHLAK SEORANG DA’I

Akhlak seorang da’i adalah akhlak islamiyah yang telah dijelaskan oleh Allah dalam kitab-Nya dan dirinci oleh Rasulullah dalam sunnah dan sirahnya. Allah telah memuji akhlak nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagaimana firman-Nya:

وإنك لعلى خلق عظيم

Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)

Ketika Aisyah Radhiyallahu Anha ditanya tentag akhlak Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam beliau berkata,

كان خلقه القرآن

Artinya: “Akhlak Rasulullh adalah Al-Qur’an.” (HR.Bukari dan Ahmad)

Dan tidaklah remeh wahai saudaraku, kedudukan akhlak dalam Islam, bahkan Rasulullah diutus semata-mata untuk meluruskan dan menyempurnakan akhlak sebagai sabda beliau,

إنما بعثت لأتمم صالح مكارم الأخلاق

Artinya: “saya diutus dalam rangka menyempurnakan keshalehan atau kemuliaan akhlak.” (HR.Al-Baihaqi dan Ahmad)

Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam selalu bersabda:

اللهم اهدني لأحسن الآخلاق لا يهدى لأحسنها الا أنت اصرف عني سيئها لا يصرف عني  سيئها إلا أنت

Artinya: “ya Allah tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang mampu menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali engkau, dan palimgkanlah dari ku akhlak yang buruk dan tidak ada yang mampu memalingkan dariku akhlak yang buruk keculi engkau.” (HR.Muslim)

  • Pertama: jujur

Banyak ayat yang membicarakan tentang keutamaan jujur dan mengajak seluruh orang yang beriman agar hidup bersama orang-orang yang jujur sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)

Akhlak jujur sangat bermanfaat bagi seorang hamba di hari Kiamat dan menyelamatkannya dari murka Allah serta menghantarkannya ke surga yang penuh dengan kenikmatan.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

قالَ اللّٰهُ هٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصّٰدِقِيْنَ صِدْقُهُمْ ۗ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْم

Artinya: “Allah berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. Al-Maidah: 119)

Sesungguhnya kejujuran adalah akhlak yang paling dibutuhkan dalam kehidupan seorang da’i agar dakwahnya berhasil dengan sukses dan bisa diterima oleh masyarakat, jujur dalam ucapan berarti selalu berusaha benar dan lurus, tidak berbicara dengan suatu kebatilan. Kejujuran merupakan cerminan jati diri yang jelas dan tidaklah ada orang yang lebih memilih sikap kedustaan  kecuali orang yang lemah kepribadiannya, sebab fitnah yang lurus sangat membenci dan mencela kedustaan, hingga orang-orang musyrik pada zaman  nabi juga menganggap buruk kedustaan, lantas bagaimana dengan seorang da’i? Oleh sebab itu kejujuran merupakan pangkal utama bagi seorang da’i untuk meraih kepercayaan dari setiap orang yang menjadi objek dakwah.

Seorang da’i sebagai penyambung risalah dari Allah dan Rasul-Nya, mungkin masyarakat bisa mentolelir kekurangan yang lain, namun tidak ada seorang pun yang bisa menerima bila seorang da’i berdusta, sebab semua orang islam tahu bahwa dusta dan khianat termasuk akhlak kaum munafikin. Apakah layak ikhlas tercela itu ada pada seorang da’i dan muballigh bagi agama Allah?

Termasuk bagian dari kejujuran adalah jujur dalam perbuatan. Perbuatan seorang da’i harus dilakukan secara ikhlas mencari wajah Allah dan jauh dari riya’ atau sum’ah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ

عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi: 110)

Begitu juga jujur dalam mengemban misi agama, yaitu menjalankan ajaran agama secara benar yang dibangun di atas kejujuran kepada Allah bukan atas dasar nifak, dusta dan basa-basi belaka sehingga tampak keislaman secara lahiriah dan keyakinan batin secara kokoh. Ketahuilah wahai saudaraku, faktor utama yang bisa membantu seorang da’i berhasil dan sukses dalam berdakwah adalah kejujuran dan kesungguhan dia dalam mengemban misi dakwah, baik dari segi ucapan maupun tindakan sehingga hal itu menjadi manhaj dan syi’ar dakwahnya.

  • Kedua: Sabar

Sabar tidak jauh berbeda bahkan sama pentingnya dengan kejujuran sebab kesabaran selallu dibutuhkan oleh setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim dituntut bersabar dalam rangka mentaati Allah dengan selalu memelihara ketaatan dan mencari kecintaan dan keridhoan-Nya. seorang muslim juga dituntut untuk bersabar dalam rangka meninggalkan maksiat dan menjauhi semua perkara yang mendatatangkan  murka Allah.dan seorang muslimjuga dituntut bersabar  terhadap bencana dan musibah yang menimpanya karena seorang muslim bersabar dalam rangka mencari ridha dan kecintaan Allah, sebagaimana firman-Nya:

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ اِلَّا بِاللّٰهِ

Artinya: “Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah.” (An-Nahl: 127)

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

Artinya: “Tidaklah seseorang diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (H.R. Al- Bukhari)

seorang da’i disamping membutuhkan beberapa kesabaran diatas ia juga memerlukan kesabaran dalam rangka mengajak umat manusia kepada jalan hidayah dan menyampaikan misi agama karena masing-masing manusia memiliki karakter, tabiat, keperluaan, kepentingan dan kekurangan yang berbeda-beda, sehingga masing-masing sangat membutuhkan orang yang mampu menghadapi mereka penuh dengan lapang dada dan tabah dalam mensikapi kekurangan mereka karena seorang dai seakan sedang mendidik generasi dari dasar serta menanamkan pemahaman yang berbeda dengan pemahaman mereka yang ada saat ini baik dari sisi tingkah laku, tabiat, kecendrungan  dan keinginan mereka.

Seorang da’i melakukan semua itu bukan dalam rangka menginginkan balasan, ucapan terima kasih atau keuntungan dunia namun hanya demi kebaikan manusia. Dengan bersabar tujuan akan tercapai, rintangan dakwah akan bisa teratasi, hidayah akan bisa diraih, jalan terjal akan bisa dilewati, kesulitan akan dimudahkan dan dalam jiwa orang mukmin yang sabar tertanam cita-cita dan harapan serta semangat membara untuk terus maju sehingga terhindar dari sifat putus asa dan merasa rendah diri.

  • Ketiga: perasaan kasih sayang

Seorang dai harus memiliki hati penuh kasih sayang terhadap semua orang dan mengajak kepada kebaikan dengan lapang dada dan kelembutan. Dengan penuh rasa kasih sayang seorang da’i akan merasa ringan dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan yang mungkin muncul dari orang -orang yang lalai dan bodoh.

Selama seorang da’i menyikapi kesalahan umat dengan pandangan penuh dengan rasa kasih sayang dan lapang dada, ia akan mudah memaafkan orang Ketika hatinya merasa disakiti, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗ اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَه عَدَاوَةٌ كَاَنَّه وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. fushilat: 34)

Seorang da’I yang tidak memiliki rasa kasih sayang dan berhati keras tidak akan berhasil dan tidak diterima dakwahnya meskipun ucapan yang disampaikan benar dan penuh kejujuran.

  • Keempat: rendah hati I(tawadhu’)

Tawadhu’ merupakna sifat yang paling menonjol yang mampu memberi pengaruh cukup signifikan dalam kesuksesan dakwah sehingga seorang da’i akan dicintai dan menjadi tokoh panutan ditenga-tengah masyarakat. Sebaliknya sifat sombong akan menjauhkan seorang da’i dari pergaulan, bahkan dikucilkan dan dibenci oleh masyarakat.

  • Kelima: ikhlas

Ikhlas berdakwah ialah engkau berdakwah untuk mencari ridha Allah bukan mencari keuntungan dunia, pamer, ingin didengar orang lain dalam rangka riya’ atau mencari popularitas. Bila niat seseoramg dalam berdakwah sudah kerena Allah semata dan bukan karena manusia, maka akan mendapatkan janji Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَه فِيْ حَرْثِه وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِه مِنْهَاۙ وَمَا لَه فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ

Artinya: “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat” (QS. Ayi-syura: 20)

Ikhlas dalam berdakwah walaupun hanya sedikit, allah akan membalasnnya dengan pahala yan berlipat ganda, bahwa ketulusan dalam berdakwah menjadi kuncu kesuksesan dalam mengajak umat manusia kejala Allah dan membuat da’I senantiasa istiqamah  dalam berdakwah.

Berdakwah tidak ajkan sempurna dan membuahkan hasil kecuali dengan niat yang ikhlas dan mencapai ikhlas itu sangat sulit. Sehingga Sufyan ats-Tsauri berkata, “aku tidak pernah membenahi sesuatu dalam diriku yang lebih berat dari niatku karena ia selalu berubah-ubah.”

Ikhlas tidak hanya diwajibkan dalam ibadah seperti shalat, membaca al- Qur’an, bersedekah, berpuasa dan bribaah haji saja. Bahkan, keikhlasan diperlukan dalam semua bentuk amal  shaleh termasuk berdakwah kepada agama Allah. Allahu a’lam bissawab

REFERENSI:

Artikel ini diambil dari kitab LANGKAH PRAKTIS MENDAKWAHI KELUARGA karya Zainal Abidin bin Syamsuddin

Da diringkas ulng oleh Nurmimi Haria Putri pengajar Ponpes Darul Qur’an wal Hadits

Baca juga artikel:

Saat Prahara Datang

Sepenting Apa Belajar Aqidah?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.