Menyelamatkan Bahtera Keluarga Dari Neraka – Segala puji Allahتعالى yang telah menganugerahkan rezeki yang luas dan melimpah ruah, dan cukuplah Allah sebagai pemberi petunjuk, penolong, tempat kembali dan tempat berpulang. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi yang diutus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan , juga kepada keluarga, dan para sahabat beliau, serta para tabi’in, yang merupakan bintang-bintang dan bulan purnama yang bersinar terang. Wa ba’du:
Sejenak, kita perdengarkan hati kita sebuah kisah yang dibawakan oleh imam Jauzi.
Kiranya, dengan menghibur hati melalui kisah-kisah para ulama kita, bisa melunakkan hati dan mendekatkannya pada potret kehidupan orang-orang sholih.
Ibnu Jauzi berkata dalam kitabnya shifatus shofwa: “Ada seorang raja dengan harta yang melimpah ruah. Ia memiliki seorang putri, itulah satu-satunya belahan hatinya. Ia begitu sangat mencintainya. Maka tak heran bila ia memanjakannya dengan berbagai macam permainan dan hiburan. Demikianlah keadaannya selama beberapa waktu lamanya. Sedangkan di samping kediaman raja, ada seorang ahli ibadah. Tatkala seorang ahli ibadah ini membaca ayat dengan mengeraskan suaranya:
يا أيها الذين امنوا قوا أنفسكم واهليكم نارا وقودها الناس والحجارة
Artinya: “hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)
Saat itu juga sang putri mendengar bacaan tersebut. Ia pun berkata kepada para pelayannya: “berhentilah, berhenti bermain-main. ” sedangkan ahli ibadah terus mengulang-ulang bacaannya, dan setiap kali itu juga si putri tadi berkata kepada para pelayannya, berhentilah, berhentilah. Karena tak mau berhenti, maka si putri tadi pun merobek-robek pakaian yang ia kenakan. Ketika ayahandanya diberitahu dan akhirnya datang padanya, ia bertanya: “wahai putriku, ada apa denganmu semenjak malam ini? ” sang ayah pun memeluk putrinya. Sang putri pun berkata: “Aku bertanya padamu wahai ayahanda, apakah Allah memiliki satu negeri, yang disana terdapat api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu?” sang ayah menjawab: “ya, benar. ” si putri pun berkata lagi “Lalu, mengapa ayah tidak memberitahukan itu padaku? Demi Allah, aku tidak akan bisa tahu, dimana tempatku kelak, disurga ataukah, ataukah di neraka?!”
Kisah diatas sebenarnya menyentil kita. Kita yang hidupnya biasa-biasa saja, namun sangat susah hati kita tersentuh untaian ayat-ayat Allah dan sabda rasulnya. Sudah banyak nasihat dan kajian yang sampai ke telinga kita, namun seolah itu semua lewat begitu saja tanpa bekasnya. Sedangkan si putri raja diatas, yang hidup gelimang harta, yang lebih berpotensi untuk terjerat fitnah harta dan kedudukannya, namun sekali ia mendengar ayat diatas, kala itu juga hatinya bangun dari tidur panjangnya. Hidayah datang menyirami hatinya yang tengah didera dahaga. Dan itulah hidayah yang Allah karuniakan kepada hambanya.
ومن يهدالله فهو المهتد
Artinya: “Dan barangsiapa yang ditunjuki allah, dialah yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Isra: 97)
Memang benar harta dan kesenangan hidup sangat berpotensi melalaikan dan menyesatkan manusia. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun bersabda
ان أخوف عليكم ما يخرج الله من نبات الأرض وزهرة
Artinya: “sesungguhnya hal uang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah tanaman bumi dan bunga-bunga kesenangan dunia yang Allah keluarkan untuk kalian.” (HR. Muslim, Ahmad)
Namun sebenarnya ada potensi dalam hati untuk bisa membentengi dari fitnah gemerlap dunia. Jadi, kalaupun kita diberi kelebihan dalam harta, maka disitulah ajang kita untuk menjadikan harta sebagai piranti untuk menggapai surga.
Dan merupakan satu kewajiban yang dipikul orang tua, untuk memberikan pendidikan yang bisa mengantarkan keluarga menuju kebahagiaan dunia yang akan bermuara ke surga nan abadi. Dengan demikian, seluruh anggota keluarga yang ada di bawah kendali kita, akan dapat terjaga dari jilatan api neraka.
Rona wajah keluarga kita
Semua orang tanpa terkecuali, mendambakan selamat dari badai bencana menuju daratan keselamatan. Begitu pula dengan lembaga keluarga, mereka pun ingin mewujudkan kebahagiaan yang mereka idamkan. Maka dari itulah, segala daya dan upaya dikerahkan oleh orang tua, guna mewujudkan kebahagiaan yang mereka impikan. Bahkan, kadang upaya mereka untuk mewujudkannya, harus ditebus dengan hilangnya atau rusaknya satu sisi yang begitu prinsip dari bangunan keluarga mereka. Sudah banyak contoh yang mengemuka dimasyarakat kita. Keluarga yang disibukkan dengan urusan bisnis dan karir mereka, hingga mereka meraih kesuksesan yang gemilang dari sisi materi, namun harus ditebus dengan porak-porandanya hubungan antara keluarga. Atau sebagian anggota keluarga harus tumbuh dalam asuhan narkoba dan pergaulan bebas, dikarenakan nihilnya perhatian orang tua terhadap anggota keluarganya. Dan biasanya, orang tua baru tersadarkan manakala nasi sudah menjadi bubur. Naudzu billahi min dzalik. Dan itu semua bermuara pada satu sebab, yaitu kosongnya keluarga dari sentuhan Islam.
Maka tahulah kita, bahwa tanggung jawab kita terhadap keluarga dan anak-anak kita sangatlah besar yaitu tanggung jawab untuk menyelamatkan mereka dari neraka. Kewajiban untuk mendidik mereka ada di pundak dua orang tua, seperti yang diperintahkan Allah dan Rasulnya. Seperti dalam ayat yang disebutkan di atas yang artinya: “Hai orang-orang yang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS.At-Tahrim: 6). Imam Qurthubi Rahimahullah berkata berkuasa dan perkasa.
Orang tersebut masih ingat janjinya kepada Allah, namun keinginannya yang besar untuk dekat dengan surga sangat besar di dalam hatinya, hingga ia berdoa kepada Allah agar didekatkan ke pintu surga. Maka Allah mencelanya karena tidak menepati janji untuk tidak meminta kepada selain apa yang Allah berikan kepadanya. Namun orang tersebut terus berdoa, dan Allah bertanya kepadanya sebagaimana pertama kali, adakah kemungkinan ia akan meminta selain daripada yang telah diberikan kepadanya? Maka dengan menyebutkan keperkasaan Allah, orang tersebut menjawab bahwa ia tidak akan meminta selain daripada hal tersebut. Sebagaimana sebelumnya telah diambil janji darinya, hingga ia didekatkan ke pintu surga.
Tatkala orang tersebut telah berada di depan pintu surga maka ia melihat kesenangan dan kebahagiaan di dalamnya, ia lihat sungai-sungai yang mengalir, kebun-kebun yang indah, dan bisa jadi ia mendapatkan sebagian dari bau dan hawa surga. Maka orang tersebut terdiam dalam tempo yang telah Allah kehendaki, hingga hilanglah kesabarannya dan ia pun kembali berdoa kepada Allah yang maha melihat lagi maha mendengar, maha kasih sayang. Ia berdoa kepadanya agar dimasukkan ke dalam surga. Maka Allah berfirman: “wahai anak adam betapa ingkarnya engkau terhadap janjimu.” itulah celaan Allah kepada orang tersebut atas keingkarannya terhadap janjinya, yang disebabkan ketidaksabarannya untuk meraih sebesar mungkin kasih sayang Allah kepadanya. Maka orang tersebut berkata: “wahai tuhanku, jangan sampai aku menjadi makhlukmu yang paling sengsara.” Allah tertawa melihat keadaannya serta segala apa yang ia perbuat, hingga dikabulkanlah doanya. Barang siapa yang Allah tertawa padanya maka sungguh ia orang yang beruntung.
Allah memerintahkan kepada orang tersebut untuk masuk surga dan mengangankan serta memohon apa yang ia inginkan. Namun orang tersebut tidak ingat semua angannya hingga Allah mengingatkan akan segala angan-angannya dan memberi kenikmatan yang lain bersamanya.
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud kisah lain mengenai orang yang terakhir keluar dari neraka dan terakhir masuk surga yang berbeda dengan riwayat ini. Bisa jadi hal tersebut ada, merupakan dua kisah. Namun kita cukupkan dengan kisah dari riwayat Abu Hurairah ini. wallahu a’lam bishowab.
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini:
- Luasnya surga, dan besarnya kenikmatan yang diraih oleh penduduk surga. Jika demikian yang diperoleh orang yang terakhir masuk surga, maka kenikmatan orang diperoleh orang yang mendahuluinya tidak bisa diperkirakan selain oleh Allah.
- Hadits yang mengabarkan mengenai perkara-perkara yang ghaib seperti ini dan yang semisalnya wajib untuk diimani selama drajatnya shohih.
- Hadits menunjukkan apa yang menjadi keyakinan ahlusunnah wal jama’ah bahwa pelaku kemaksiatan dari kalangan orang-orang yang bertauhid memungkinkan untuk dikeluarkan dari neraka setelah ia memasukinya.
- Sedikit kesabaran orang untuk meraih kenyamanan, dan rasa keinginannya besar untuk mendapatkan apa yang lebih baik daripada yang sedang ia rasakan sebagaimana yang dialami orang ini.
- Keingkaran orang tersebut terhadap janjinya namun Allah memberikan ampunan kepadanya karena Allah mengetahui bahwa ia melihat sesuatu yang tidak mungkin ia bisa bersabar meraih
- Keluasan rahmat Allah kepada para hambanya dan pengabulan doa-doa mereka terus berdoa dan bersabar dan tidak tergesa-gesa.
- Penetapan sifat tertawa bagi Allah, kita tidak boleh mengingkari sifat tertawa bagi Allah disaat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah menetapkan hal tersebut baginya. Namun tertawa Allah tidak serupa dengan tertawa makhluk, melainkan tertawa yang sesuai dengan keagungan dan kemuliannya.
Demikianlah pelajaran yang berharga dari kisah nabawi yang shohih. semoga hal ini bermanfaat bagi kita, dan senantiasa memberikan kepada kita kerinduan kepada surga yang belum pernah terdengar oleh telinga dan terlihat dimata.
REFERENSI:
Diringkas oleh : Nadia Dika Valency (Staff & Pengajar Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits
Sumber : Majalah Lentera Qolbu, menyelamatkan bahtera keluarga dari neraka ditulis oleh ustadz Amir Ghazali, Lc.
BACA JUGA :
Leave a Reply