GANTUNGKAN CAMBUK DI RUMAHMU
(Part 5)
Tips Agar Anak Mematuhi Perintah Orang Tua
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulilah, wa ba’da.
Kebiasaan buruk orang tua ketika menghendaki anaknya untuk melakukan instruksi dari orang tua adalah dengan memberikan janji-janji dan ancaman. Hal ini sangat tidak baik bagi perkembangan mental anak. Berikut ini beberapa langkah yang mungkin bisa dijadikan sebagai upaya orang tua agar anak mematuhi perintah dari orang tua atau aturan rumah secara umum:
- Pergunakanlah kalimat perintah yang dipahami oleh anak Apalagi jika anak masih berusia belia, maka memilih kalimat yang dipahami oleh anak menjadi sangat penting
- Perintah harus benar-benar sanggup dilakukan oleh anak Misalnya, orang tua meminta anak menghabiskan makanannya, padahal anak tidak menyukai makanan tersebut. Maka sampai kapan pun anak akan menolak makan karena memang ia tidak pernah ingin memakan makanan tersebut
- Perintah dalam batas wajar atau tidak membuat anak kewalahan. Misalnya, orang tua memerintahkan anaknya dengan sekian banyak perintah yang harus dilakukan oleh anak. Anak akan merasa bingung untuk memilih manakah perintah orang tua yang harus dilaksanakan terlebih dahulu.
- Perintah cukup diulang sekali. Terlalu sering mengulang perintah akan membuat anak menjadi sebal terhadap orang tuanya.
- Berilah contoh langsung bagaimana melakukannya. Misalnya, ketika orang tua menyuruh anaknya memasukkan mainannya ke dalam keranjang, maka orang tua turut serta memasukkannya, sehingga anak termotivasi karena merasa ada yang membantunya.
- Jadikan sebagai kegiatan yang menyenangkan anak. Misal nya, orang tua memerintahkan anaknya untuk tidur malam dengan membawa buku cerita yang siap dibacakannya mengiringi anaknya tidur. Anak akan merasa senang untuk segera tidur, karena ada cerita yang hendak ia dengarkan sebelumny
- Berikan pujian jika anak memenuhi perintah orang tua. Pujian harus dilakukan secara obyektif, wajar dan tidak berlebihan. Akan tetapi jangan terlalu sering memberikan pujian karena akan berdampak pada berkurangnya nilai pujian di benak anak.
- Sesekali, bersikap tegas bila anak tidak mematuhi perintah orang tuanya. Misalnya, kita meminta anak untuk tidak duduk terlalu dekat dengan televisi ketika anak menonton televisi. Bila anak tidak menurut, maka tariklah tubuhnya agar menjauh dari televisi, dan jangan lupa memberikan alasan mengapa kita melakukan hal tersebut.
- Sering-seringlah merujuk pada aturan yang telah disepakati bersama, jika anak hendak atau telah melanggarnya.
Resep Keenam: Membimbing Anak Memahami Konsekuensi
Anak lebih banyak tidak tahu daripada tahu. Jika ia mengetahui perbuatan baik, maka ia akan berjalan dengan langkah yang terpuji. Akan tetapi jika ia hanya mengetahui sesuatu yang buruk, maka ia cenderung mengikuti hal yang buruk, itu adalah tugas orang tua memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anak mengenai sesuatu yang boleh atau tidak boleh dilakukannya, serta menunjukkan apa konsekuensi dari perbuatan tersebut. Ada aturan dan ada konsekuensi terhadap pelanggaran aturan tersebut. Hal itulah yang harus dijelaskan kepada anak agar ia memahami hukuman yang diberikan orang tua ketika dirinya melanggar aturan tersebut. Namun perlu diingat, jangan menakut-nakuti anak ketika menjelaskan konsekuensi dari sebuah pelanggaran tertentu, serta jangan pula orang tua menentukan konsekuensi berupa hal-hal yang berdampak negatif. Orang tua juga perlu memahamkan kepada anak bahwa konsekuensi yang diambil adalah tindakan positif yang bermanfaat bagi anak. Misalnya, saat anak melanggar aturan, orang tua memberikan konsekuensi dengan meminta anak membaca buku di kamar. Orang tua harus memahamkan anak bahwa membaca adalah kegiatan yang baik dan sangat bermanfaat. Jangan sampai orang tua lupa menjelaskannya, sehingga anak dapat memiliki persepsi bahwa membaca adalah hukuman dan bisa jadi anak akan menganggap membaca sebagai momok yang menakutkan.
Terangkan kepada anak mengapa anak harus mematuhi aturan atau perintah dari orang tua. Jelaskan manfaat dari mematuhi aturan atau perintah orang tua, sehingga anak menjadi bersemangat ketika memenuhinya. Sebaliknya, terangkan pula mengenai konsekuensi yang harus diambil orang tua jika anak melanggarnya. Dengan demikian ada pilihan bagi anak antara mengikuti aturan orang tua atau melanggarnya, dan anak telah mengetahui konsekuensi dari masing-masing pilihan tersebut. Contoh sederhana adalah perkara shalat. Jika anak tidak mau shalat, maka orang tua secara syar’i diperkenankan untuk menghukum anak agar dia bergegas mengerjakan shalat. Hal ini berlaku bila usia anak sudah mencapai sepuluh tahun.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Perintahkanlah anakmu supaya shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (bila tidak mau shalat) ketika berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.”(HR. Imam malik dalam muwaththa’)
Terangkan kepada anak tentang kewajiban dan pentingnya shalat. Kemudian jelaskan bahwa ada konsekuensi yang harus diterima anak bila meninggalkan shalat, baik konsekuensi dunia (berupa hukuman dari orang tua) maupun konsekuensi akhirat (meninggalkan shalat merupakan dosa besar dan pelakunya akan mendapatkan adzab dari Allah Ta’ala). Bagaimana cara orang tua menerangkan hal ini tentu dengan tetap menggunakan bahasa yang dipahami oleh mereka.
Tips Efektif Menjelaskan Konsekuensi Perbuatan
Peran orang tua dalam menjelaskan setiap kosekuensi atas aturan yang ditetapkan memang sangat penting dan dibutuhkan oleh anak. Namun seringkali orang tua merasa kebingungan bagaimana seharusnya mereka menyampaikan kepada anak. Berikut beberapa cara yang bisa digunakan orang tua dalam menjelaskan konsekuensi perbuatan yang melanggar aturan kepada anak:
- Katakan dengan singkat dan sederhana. Contohnya, “Adik kalau kamu tidak mau makan, ibu tidak akan memberi uang jajan.” Kalimat tersebut menjelaskan konsekuensi kepada anak jika ia tidak bersedia makan, maka ia tidak akan mendapatkan uang jajan. Anak akan mengerti langsung terhadap kalimat yang disampaikan ibunya.
- Pilih kata-kata yang jelas dan tidak mengandung pengertian yang membingungkan bagi anak. Apalagi jika anak masih kecil, ia butuh kata-kata yang jelas maknanya. Bila ibu mengatakan, “Awas, jangan ke sana, nanti kamu jatuh!” Anak akan bingung, mengapa ibu melarangnya? Apa maksudnya “ke sana?” Berbeda bila ibu mengatakan, “Sayang, kamarmu baru di pel, jangan ke kamar dulu nanti kamu bisa jatuh karena masih licin.”
- Gunakan dengan suara dan bahasa yang lembut. Misalnya, “Nak, kalau kamu malas belajar, bagaimana jika kamu tidak naik kelas?” Orang tua menjelaskan kepada anak bahwa konsekuensi malas belajar adalah kemungkinan anak tidak naik kelas. Akan tetapi orang tua memilih menjelaskannya dalam bentuk pertanyaan, bukan ancaman. Tentu ini lebih baik bagi anak daripada harus mengingatkan anak dengan ancaman atau perintah yang keras.
- Biasakan dialog dengan anak untuk menjelaskan sebuah konsekuensi dari perbuatan yang tidak baik. Hindari kata kata perintah yang kasar seperti, “Adik, jangan jadi pemalas, bersihkan kamarmu!” Sebaiknya berikan kesempatan ke pada anak untuk menyatakan pendapatnya dengan mengatakan pertanyaan, “Menurut Adik, kalau kamar Adik kotor baik atau tidak?”
- Perhatikan situasi dan kondisi ketika menyampaikan penjelasan kepada anak. Pilih waktu yang tepat dan santai untuk berbicara yang ‘serius’ dengan anak, jangan ketika anak sedang asyik bermain.
Resep Ketujuh: Menegur dengan Halus, Namun Berkesan Tegas
Ketidakdisiplinan menjadikan anak seringkali melakukan kesalahan atau melanggar aturan yang telah ditetapkan di rumah. Hal semacam ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Orang tua perlu memberikan teguran dengan menggunakan berbagai cara yang sarat dengan kelembutan dan kasih sayang. Meskipun mengedepankan kelembutan dan kasih sayang, hal itu tidak akan mengurangi kesan tegas dan berwibawa yang dimiliki orang tua.
Ada dua cara menegur dengan cara yang halus, tetapi masih menampilkan kesan yang tegas.
- Pertama, menegur dengan perkataan yang lembut. Pada kasus ini, Rasulullah telah mencontohkan teguran melalui perkataan yang lembut. Dalam Ash-Shahihain disebutkan riwayat dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Hasan bin Ali pernah mengambil sebiji kurma dari kurma sedekah dan kemudian hendak menyantapnya. Seketika itu pula Rasulullah bersabda, Kakh.. kakht Buang! Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak makan barang sedekah?” Perhatikan, Nabi tidak mengatakan, “Buang, kita tidak makan barang sedekah!” Beliau memilih menggunakan kata, “Tidakkah engkau tahu…, agar lebih menyentuh jiwa seorang anak kecil yang tak lain adalah cucu beliau. Beliau memilih kalimat tanya untuk menegur Hasan bin Ali yang menunjukkan betapa tepatnya cara menegur beliau. Sarat dengan kelembutan, ada rasa kasih sayang, namun tetap terkesan tegas. Teguran yang indah juga pernah dilakukan oleh Rasulullah pada kesempatan yang lain. Abu Dawud meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Uqbah, dari ayahnya yang pernah menjadi budak orang Persia, bahwa ia berkata, “Aku turut berperang bersama Nabi dalam perang Uhud, lalu aku memukul seseorang dari kalangan kaum musyrikin. Aku katakan kepada orang musyrik itu, Ayo kalau berani, aku adalah seorang pemuda Persia! Rasulullah kemudian menoleh kepadaku dan berkata, ‘Mengapa tidak kamu katakan saja, aku adalah seorang Anshar, putra dari saudari mereka?” Inilah teguran yang dicontohkan oleh Rasulullah Sebuah teguran yang indah, namun tetap terkesan gagah. Teguran yang membuat anak tersentuh, sekaligus menjadikan orang tua dapat bersikap tenang tanpa harus marah, gemas atau ingin menghukum anak.
- Kedua, menegur dengan cara membuat contoh langsung melalui perbuatan. Anak seringkali tidak memahami perintah yang harus ia kerjakan. Jika kemudian ia melaksanakan perintah orang tua, tetapi masih keliru, maka perlu diluruskan. Tanamkan di benak kita bahwa kesalahan adalah hal yang wajar bagi anak. Persoalan sesungguhnya adalah bagaimana cara kita meluruskannya? Meluruskan kesalahan anak bisa dengan cara memberitahukan bagaimana cara seharusnya ia berbuat, atau mencontohkannya secara langsung melalui perbuatan nyata. Rasulullah juga berbuat demikian dalam meluruskan kesalahan anak.
Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Sa’id bahwa Rasulullah pernah bertemu dengan seorang anak yang sedang menguliti seekor kambing, namun keliru dalam melakukannya. Rasulullah kemudian bersabda, “Menyingkirlah dulu, akan aku perlihatkan kepadamu cara menguliti yang benar.” Beliau kemudian memasukkan tangan di antara kulit dan daging, lalu menyusupkannya hingga masuk ke bagian ketiak. Sesudah itu beliau berlalu untuk melaksanakan shalat bersama para sahabat tanpa berwudhu lagi.” Cara menegur ala Rasulullah merupakan cara menegur yang cukup efektif. Lembut, tidak menyakiti hati anak, namun tetap mengena. Berbeda halnya dengan teguran yang dilakukan dengan berteriak keras dan kasar, yang justru akan membuat orang tua mengalami kelelahan fisik dan hati apabila hal itu di lakukan berulang-ulang. Di mata anak, orang tua juga dianggap galak dan menakutkan.
Tips dalam Menegur Anak
Berikut ini beberapa tips menegur anak yang melakukan kesalahan yang dapat dipraktikkan oleh orang tua:
- Carilah kata-kata yang tepat dan halus, seperti kalimat tanya, “Tidakkah engkau suka bila kamarmu bersih? Lalu mengapa engkau tidak membersihkannya?” Hal ini tentu lebih indah daripada kalimat yang kasar, seperti, “Bersihkan kamarmu agar kamu tidak menjadi anak yang pemalas.”
- Ketika memberikan teguran, dekatilah anak dan posisikan tubuh orang tua sejajar dengan anak, agar pandangan mata antara orang tua dan anak juga sejajar. Misalnya dengan posisi menekuk lutut atau posisi duduk. Dengan sikap seperti ini, anak semakin menghargai dan menghormati orang tuanya.
- Tegurlah perbuatannya yang salah, bukan orangnya. Orang tua salah bila mengatakan, “Dasar anak nakal!”Teguran sebaiknya diarahkan kepada perbuatannya, “Nak, apa yang kamu lakukan itu tidak baik!”
- Hindari pernyataan vonis buruk kepada anak seperti, “Kamu selalu saja tidak menurut!,” atau “Sudah berkali-kali ibu bilang kamu selalu saja…” Pernyataan tersebut seolah anak ditakdirkan untuk selalu mengecewakan orang tua
- Berikan alasan yang logis ketika menegur dan hindari alasan-alasan yang tidak realistis. Contohnya,”Jangan duduk di depan pintu, Nak!” Pernyataan tersebut tentu tidak bisa diterima oleh anak karena secara alami anak masih membutuhkan alasan yang logis, Beritahu alasan sebenarnya mengapa anak dilarang duduk di depan pintu, misalnya, “Jangan duduk di depan pintu, kan buat lewat, nanti tertabrak ayah sama ibu “
- Berikan peringatan di samping teguran. Hal ini berlaku jika anak sudah mampu untuk mengetahui dan memahami aturan rumah. Dengan memberikan teguran yang berisi peringatan, anak akan merasa segan kepada orang tua, karena ada sanksi yang harus diterimanya segera setelah ia melakukan pelanggaran.
Bersambung…
Referensi : Gantungkan Cambuk di Rumahmu, seni mendisiplinkan anak menurut Nabi, Nawawi Publishing, Cetakan pertama, Juli 2012 M.
Di ringkas oleh : Ulfa Salimatun Nisa (Pengabdian Ponpes DQH OKU Timur)
Baca juga artikel:
Leave a Reply