Tangisan salaf Ketika Membaca & Mendengarkan Al Qur’an
Bab 1
- Kebeaaran Al-Qur’an Dan Keluasan Sifat-Sifatnya
Al Qur’an adalah kalam Allah dan besumber dari Allah juga, yang merupakan akidah kita. Al Qur’an adalah kalam yang paling mulia dan agung secara mutlak.
Allah menggambarkan Al Qur’an stelah sumpah-Nya yang agung dalam firman-Nya,
إنه لقران كريم. في كتاب مكنون. لايمسه الَّا المطهرون. تنزيل من ربَّ العالمين
Artinya: “Sesunghuhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara, tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Waqi’ah : 77-80)
Menurut penulis, sifat karam atau kariim artinya kemuliaan dan keagungan. Al Qur’an itu karim dengan arti mulia, kariim dengan arti agung, dan kariim dengan arti banyak manfaat dan faidahnya, dan terus-menerus memberi kebaikan tanpa terputus.
As-suddi berkata, “Apabila Allah telah memberi Nabi Muhammad Al Qur’an beserta Sab’ul Matsani (tujuh ayat pujian), maka Dia telah memberinya perkara terbaik yang disengketakan oleh segenap manusia pesaing, dan merupakan perkara terbesar yang membahagiakan manusia.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, ‘dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.” (Qs. Yunus: 58)
As-suddi berkata, “Allah besumpah dengan Al-Qur’an. Maksudnya Al Qur’an yang luas maknanya, besar maknanya, banyak sisinya, banyak berkahnya dan banyak buktinya. Majd artinya sifat luas dan besar. Kalam yang paling patut diberi predikat tersebut adalah Al Qur’an, yang mencakup ilmu-ilmu ummat terdahulu dan ummat terakhir, yang mengandung tingkat kefasihan yang paling sempurna, lafadz yang paling agung, serta makna yang paling general dan artistik. Dengan segala kesempurnaan ini, maka wajarlah jika mengikuti Al Qur’an menjadi sebuah keharusan, menaatinya dengan segera, dan bersyukur kepada Allah atas nikmat tetsebut.
- Tadabbur Al Qur’an Dan Kunci Kebajikan
Allah telah memerintahkan kita untuk mentadabburu Al Qur’an dan berupaya memahami kandungannya dengan sungguh-sungguh, serta melarang kita untuk berpaling darinya, seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala,
أفلا يتدبرون القران أم على قلوب أقفالها
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (Qs. Muhammad : 24)
Al Qasim berkata, “Firman Allah, ‘Ataukah hati mereka terkunci?’ Maksudnya adalah, ‘semua peringatan tidak pernah sampai kedalam lubuk hati dan perkaranya tidak pernah tersingkap oleh hati sanubari mereka.”
Ibnu Jarir dan ulama lain meriwayatkan dari Qotadah, ia berkata, “Firman-Nya, ‘Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?’ Merupakan teguran untuk menjauhi maksiat kepada-Nya andai mereka (kaum tersebut) dapat mentadabburi Al Qur’an, sehingga mereka dapat benar-benar memahaminya. Namun sayang, mereka cenderung berpegang pada ayat yang mutasyabih (serupa maknanya) hingga mereka binasa karenanya.”
Diriwayatkan dari kholid bin ma’, ia berkata, “Setiap manusia mempunyai empat mata; dua mata dikepalanya untuk dunianya dan kepentingan kehidupannya, dan dua mata di dalam hatinya untuk agama dan perkara goib yang dijanjikan Allah. Apabila Allah mengehendaki sebuah kebaikan pada seorang hamba maka dia akan membuka kedua matanya yang ada didalam hatinya dan apabila Dia tidak menghendaki demikian maka Dia akan menutupi kedua mata hatinya tersebut. Itulah maksud firman-Nya, ‘Ataukah hati mereka terkunci?’ ”
- Pujian Atas Tangisan Para Pembaca Dan Pendengar Al Qur’an, Serta Keutamaan Menangis Karena Takut Kepada Allah
Allah memuji makhluk-makhluk-Nya yang paling mulia didalam firman-Nya,
إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكيا
Artinya: “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam : 58)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman mengenai para ahli kitab yang sholih,
إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجدا. ويقولون سبحان ربنا لمفعولا. ويخرون للأذقان يبكون ويزيدهم خشوعا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil besujud, dan mereka berkata, ‘Maha Suci Tuhan Kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. ‘Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra’ : 107-109)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata: “Bila kalian membaca ayat sajdah, ‘Allahumma (Maha Suci Allah), ‘maka jangan terburu-buru untuk sujud sebelum kalian dapat menangis. Apabila mata salah seorang kalian tidak dapat menangis maka sebaiknya hatinya yang menangis.”
Diriwayatkan dari Fadhal bin Isa Ar-Raqqasyi, ia berkata, “Para ahli ibadah tidak pernah mendapatkan kenikmatan dan hati mereka tidak pernah terbang, menerawang, lantaran suatu hal, kecuali ketika mereka mendengar merdunya bacaan Al Qur’an. Hati yang tidak merespon keindahan suara bacaan Al Qur’an adalah hati yang mati.”
Fadhal berkata, “Mata yang tidak berlinang ketika mendengar suara indah adalah mata yang lalai.”
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Ubaidah, bahwa sejumlah orang berkumpul dikamar shofiyyah binti Huyai (istri Nabi) untuk berdzikir kepada Allah, membaca Al Qur’an dan sujud. Lalu shofiyah berkata kepada mereka, “Ini adalah ayat sujud, ini ayat yang patut dibaca, lalu mana tangisannya?”.
- Ketakutan Ulama Salaf Terhadap Kemunafikan
Allah Sunhanahu Wata’ala berfirman,
كبر مكتا عند الله أن تقولوا مالا تفعلون
Artinya: “Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. “ (Qs. Ash Shaff : 3)
Al-Hafidz berkata, “Ja’far Al Faryani mengatakan bahwa Qutaibah berkata kepada mereka, Ja’far bin Sulaiman berkata kepada kami dari Al Ma’la bin Ziyad, ia berkata, ‘Aku mendengar Hasan besumpah ketika dia sedang berkata dimasjid ini dengan nama Allah yang tiada tuhan selain Dia, ‘Setiap mukmin pasti takut kepada kemunafikan dan setiap orang munafik pasti merasa nyaman, tiada risau, dengan kemunafikannya, ‘Hasan kembali berkata, ‘Orang yang tidak takut kepada kemunafikan berarti termasuk orang munafik’.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Wasi’, ia berkata, “Aku bertemu dengan seorang lelaki yang selalu tidur dengan satu bantal dan kepalanya selalu berdampingan dengan kepala istrinya, sedangkan bantal yang dibawah pipinya selalu basah oleh air matanya, tanpa disadari oleh istrinya. Aku juga bertemu dengan seseorang yang berdiri dalam sebuah barisan sholat, lalu air matanya mengalir kepipinya, sedangkan orang yang berada disampingnya tidak menyadarinya.”
Diriwayatkan dari Hammad bin Zaid, ia berkata, “Ayyub sedang berada dimajelis, dan Abarah mendatanginya. Ayyub berdehem sambil berkata, ‘Alangkah beratnya sakit pilek ini.’
REFERENSI:
Diringkas oleh : Isti Aditiya
Ditulis oleh : Muhammad Syauman bin Ahmad Ar-Ramali
Dari buku berjudul : Tangisan Salaf ketika membaca dan mendengarkan Al-Qur’an
Baca juga artikel:
Leave a Reply