Sosialisme Bukan Ajaran Islam

Sosialisme Bukan Ajaran Islam

SOSIALISME BUKAN AJARAN ISLAM

Sesungguhnya Islam adalah agama Allah عزّوجلّ  yang sempurna. Islam berlaku untuk segala zaman dan tempat hingga hari Kiamat dan ia adalah agama yang lengkap meliputi semua segi kehidupan manusia.

Islam memiliki tatanan ekonomi yang istimewa dan menyelisihi tatanan Kapitalisme dan Sosialisme dengan segala macamnya, dan menyelisihi Komunisme. Apa yang diklaim sebagai kebaikan di dalam paham-paham di atas maka Islam telah mendahuluinya dengan berabad-abad sebelumnya, dan apa yang merupakan kejelekan di dalam paham-paham ini maka sesungguhnya Islam telah menjauh darinya dan memperingatkan manusia darinya.

Islam menyelisihi Kapitalisme dengan menetapkan adanya zakat yang merupakan santunan atas kaum miskin, melarang riba dan mu’amalah-mu’amalah yang haram. Demikian juga, Islam menyelisihi Sosialisme yang dibangun di atas kezaliman terhadap para hamba dan menimbulkan permusuhan di antara mereka, munculnya kemalasan di barisan mereka, dan memunahkan kemampuan-kemampuan mereka. Sosialisme dilandaskan atas pembatasan kepemilikan-kepemilikan pribadi, dan menghapus kelas-kelas manusia; agar manusia sama di dalam kemiskinan, penghambaan, dan kehinaan di bawah tatanan yang rusak ini.

Akan tetapi, yang sangat disesalkan, sebagian orang yang disebut sebagai para “pemikir Islam” justru menjadi propagandis dan penyeru Sosialisme. Mereka mengklaim bahwa Sosialisme adalah bagian dari Islam dengan menyebut adanya “Sosialisme Islam”. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم  sudah mengajarkan Sosialisme sejak seribu dua ratus tahun sebelum Karl Marx!

SOSIALISME BELUM ADA PADA ZAMAN NABI صلى الله عليه وسلم, KHULAFAUR RASYIDIN, DAN PARA KHALIFAH KAUM MUSLIMIN

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله berkata: “Sesungguhnya paham Sosialisme ini belum ada pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم, dan belum ada pula pada zaman Khulafaur Rasyidin dan pada masa-masa kekhilafahan-kekhilafahan (kerajaan-kerajaan) Islam. Maka dari sini, bisa jadi yang haq adalah pada jalan yang ditempuh Nabi صلى الله عليه وسلم, Khulafaur Rasyidin, dan para waliyyul amr yang datang setelah mereka dan para imam kaum muslimin, ataukah jalan yang ditempuh oleh para penganut Sosialisme ini; dan kemungkinan yang kedua adalah batil secara pasti, dan kalau tidak batil maka mengharuskan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم dan Khulafaur Rasyidin serta para imam kaum muslimin yang datang setelah mereka adalah di atas kesesatan, kecurangan, dan merampas hak-hak rakyat hingga datang para pengekor Komunisme dan setelah berlalu tiga belas abad lebih tiga perempat abad, yang para pengekor komunisme ini berjalan pada hamba-hamba Allah عزّوجلّ dengan jalan yang diridhai Allah عزّوجلّ, jalan yang dibangun di atas keadilan dan rahmat serta menyampaikan hak-hak rakyat dengan cara merampas dan mengambil paksa harta-harta mereka, menyiksa mereka dengan siksaan yang keji, membunuh kreativitas-kreativitas mereka, dan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Inikah keadilan(?) inikah kasih sayang(?) inikah pemenuhan hak-hak(?) inikah jalan yang lurus(?) yang tidak diketahui oleh Muhammad bin Abdillah utusan Rabb semesta alam dan makhluk yang paling adil dan paling wara'(?) tidak diketahui oleh para khalifahnya dan orang-orang yang datang setelah mereka dari para imam kaum muslimin dan waliyyul amr mereka(?) atau ini diketahui oleh mereka akan tetapi mereka sengaja berpaling darinya di dalam memperlakukan para makhluk secara zalim, melampaui batas, khianat, dan curang!”[1]

HARAMNYA MEMAKAN HARTA ORANG LAIN DENGAN JALAN YANG TIDAK HAQ

Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”[2]

Manakah kebatilan yang lebih batil daripada diambilnya harta dari orang yang mendapatkannya dengan dia bekerja dengan cucuran keringatnya dan jerih payah anggota tubuhnya, dan jerih payah akal dan pikirannya, kemudian harta itu diberikan kepada seorang penganggur yang berharap belas kasihan kepada orang lain, dia tidak memiliki peran sedikit pun di dalam menghasilkan harta tersebut?! Ini jika diberikan kepadanya. Akan tetapi, orang yang melihat kepada para penganut paham Sosialisme—saudara Komunisme— maka akan mendapati bahwa mereka hanyalah memberikan kepada rakyat hal yang sangat sedikit, yang banyak mereka habiskan untuk propaganda mereka dan menyebarkan mata-mata dan para penyelundup, dan memperkuat pertahanan mereka yang tidak dimaksudkan kecuali melindungi kekuasaan mereka dan pengaruh mereka atas rakyat dan kepemilikan-kepemilikan mereka; dan Allah عزّوجلّ  selalu meliputi dari belakang mereka.

Dan perhatikanlah firman Allah Ta’ala “dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” maka engkau akan mendapati bahwa Allah عزّوجلّ mengharamkan memakan harta benda orang lain sama saja apakah secara langsung dan terang-terangan seperti perampasan dan pencurian, ataukah dengan perantaraan para penguasa dan kekuasaan mereka, hingga seandainya atas segi yang tampaknya adalah haq sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:

إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ, وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَلْحَنُ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ, فَمَنْ قَطَعْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا بِقَوْلِهِ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ اَلنَّارِ فَلَا يَأْخُذْهَا

Artinya “Sungguh kalian seringkali mengadukan sengketa kepadaku. Barangkali di antara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain. Maka barangsiapa yang kuputuskan menang dengan mencederai hak saudaranya berdasarkan kepandaian argumentasinya, berarti telah kuambil sundutan api neraka baginya, maka janganlah dia mengambilnya.”[3]

Karena sesungguhnya dua pihak yang bersengketa, jika masing-masing mengajukan argumennya dan ternyata salah satu dari keduanya lebih fasih dan lebih unggul di dalam yang tampak dari perkataannya, maka dimenangkan dia ses-uai dengan yang tampak dari perkataannya dan dikuasakan dia atas apa yang dia klaim atas lawannya. Akan tetapi, keputusan dan penguasaan ini meskipun dari sisi hakim maka dia tidak ha-lal untuk mengambil apa yang dia klaim jika dia mengetahui bahwa sebenarnya dia tidak berhak atas hal itu.

Ayat dan hadits di atas merupakan dalil bahwa tidak boleh bagi rakyat untuk menghalalkan harta orang lain dengan dalih bahwa pemerintah membolehkannya; bahkan wajib atasnya agar mengingkari hukum ini, dan agar dia bermuraqabah kepada Allah Ta’ala, dan agar hendaknya perintah Allah dan syari’at-Nya lebih agung di dalam hatinya dari semua perkara dan dari semua aturan dan undang-undang. Hendaknya dia mengetahui bahwa jika dia mengagungkan perintah Allah عزّوجلّ dan menegakkannya di hadapan siapa yang menyelisihinya karena mencari keridhaan Allah dan membela agama-Nya, maka sesungguhnya Allah عزّوجلّ  akan membelanya dan memenangkannya atas lawannya:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Yang artinya : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”[4]

وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Yang artinya : “Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[5]

Dengan banyak dalil yang menentang pemahaman sosialisme maupun hasil turunannnya, kita sebagai umat islam hendaknya menjauhlkan diri dari pemikiran tersebut dan wajib berpegang teguh dengan tatanan perekonomian sesuai syariat islam

REFERENSI:

Oleh : jeffri pamungkas setiawan

Diringkas dari     : Majalah Al-Furqon , No. 133 Ed.8 Thn. ke-12_1434 H

Dengan Judul     : ISLAM dan SOSIALISME 

Penulis                 : Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah حفظه الله

[1] al-Adillah ‘ala Buthlanil Isytirakiyyah hlm. 19

[2] QS. al-Baqarah [2]: 188

[3] Diriwayatkan oleh Jama’ah dari hadits Ummu Salamah رضي الله عنها Bukhari: 7169 dan Muslim: 1713

[4] QS. al-Hajj [22]: 40

[5] QS. al-Anfal [8]: 10

Baca juga artikel:

Penerimaan Santri/Santriwati Baru Ponpes DQH Beasiswa gratis 100%

Tafsir Ayat-Ayat Syiam (Puasa)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.