Saudariku, Sebelum kita melangkah lebih jauh, maka hendaknya kita mempersiapkan diri-diri kita untuk mengemban amanah yang sangat mulia dan merupakan sunnatullah ini. Sehingga kita lebih siap untuk menyelami bahtera rumah tangga yang di dalamnya terdapat banyak problematika-problematika yang sangat banyak, yang mengharuskan seorang hamba itu mengetuk pintu langit di sepertiga malam dengan rintikan air mata. Mungkin sempat terlintas di dalam hatimu, kenapa pembicaraan ini hanya di tujukan kepada kami –kaum wanita-? Dan tidak diajukan kepada kaum pria? Mungkin di sini perlu kita luruskan.
Saudariku para istri yang mulia, Bagaimana mungkin kita menuntut suami agar menjadi suami yang ideal, kita menuntut ini dan itu, sementara kita tak mau memperbaiki diri. Kerap kali seorang wanita hanya pandai menuntut dan merasa tidak puas tanpa mau memandang permasalahan secara bijak. Untuk memeperjelas hal ini, mungkin perlu kita paparkan beberapa contoh kasus:
Seorang istri mengeluhkan suaminya yang tidak pernah betah di rumah. Ada saja alasan yang ia kemukakan untuk dapat segera meninggalkan rumah. Ia pergi pagi-pagi buta dan baru kembali bila hari mulai merangkak malam. Maka istri terus-terusan mengajukan protes dan menuntut suaminya agar betah di rumah. Namun sayang, si istri tidak memandang secara bijak, dia tidak mencari tahu alasan kenapa suaminya tidak betah di rumah? Ternyata semua itu berpangkal dari kelalaian si istri. Ia ternyat seorang istri yang awut-awutan. Sama sekali tidak bisa menciptkan suasana rumah yang nyaman. Semua sudut rumah berantakan, di tambah lagi dengan kondisi anak-anak yang tidak sedap di pandang. Ia tidak pandai menjaga penampilan di hadapan suami, tidak terampil mengurus rumah tangga dan selalu menyuguhi suaminya berbagai masalah dan keluhan. Lantas, benarkah tuntutannya terhadap suami untuk betah di rumah jikalau kondisinya seperti itu?
Seorang istri mengeluh kalau suaminya lebih suka makan atau jajan di luar dari makan di rumah. Si istri mengomentari suami dengan kata-kata pedas, seperti tidak menghargai jerih payah istri dan lain sebagainya. Ia menuntut suaminya untuk enak makan di rumah tanpa mau melihat apa yang sebenarnya yang menyebabkan suaminya lebih suka jajan di luar. Ternyata ia seorang istri yang tidak terampil memasak dan tidak juga mau belajar. Lalu bagaimana ia bisa menuntut suaminya untuk makan puas di rumah?
Seorang istri mengeluh suaminya yang lemah dan sering sakit-sakitan. Iapun merasa kesal mengapa suaminya tidak bisa bugar sebagaimana suami-suami yang lain. Ia sama sekali tidak menyadari ternyata ia adalah seorang istri yang tidak pandai merawat dan menjaga suami. Tepatkah sikap seperti ini?
Saudariku… Itu hanya beberapa contoh kasus yang bisa kita jadikan pelajaran. Sebab, bagaimana mungkin menuntut hak apabila kewajiban di lalaikan. Bagaimana mungkin menuntut suami menjadi suami yang shalih sementara kita tidak berusaha menjadi wanita yang shalihah. Dan mungkinkah kita mengimpikan suami kita menjadi suami idaman sementara kita bukanlah tipe istri idaman. Ada kaidah yang sudah di maklumi berasama, bahwa di alam ini selalu ada aksi dan reaksi. Dan reaksi akan sangat tergantung pada aksi. Apabila aksi baik biasanya reaksinya juga akan baik, dan apabila aksinya tidak baik maka reaksinya tidak akan baik pula.
Benarlah firman Allah Subhanahu Wata’ala :
هل جزء الاحسان الاحسان الا الاحسان
Artinya: “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula” (Q.S. Ar-Rahman:60)
Oleh karena itu, Jangan tergesa-gesa mengatakan hal yang tidak-tidak tentang suami sebelum kita melihat bagaimana sebenarnya diri kita ini. Sebab bisa jadi sikap suami yang tidak mengenakkan hati ini hanyalah sebuah reaksi dari sikap dan prilaku kita sendiri.
Maka disini penulis akan menjelaskan juga tentang:
Hakikat Kebahagiaan
Rumah tangga yang bahagia adalah idaman setiap orang. Namun bila di tanya “Apa itu bahagia?” Mungkin pertanyaan ini sulit kita jawab. Sebab, kebahagian itu sesuatu yang bisa di r asakan, namun sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bahagia adalah sebuah perasaan.
Bahagia adalah sesuatu yang maknawi, sebuah perasaan yang lahir dalam hati, membawa berjuta makna. Dan orang yang merasakan kepuasaan dan kecukupan, itulah orang yang bahagia. Kebahagian itu dapat dirasakan oleh siapa saja. Kebahagian bukanlah monopoli orang yang berharta saja. Bukankah rumah sederhana yang membuat seorang wanita selalu tersenyum lebih baik dari pada istina yang megah yang selalu membuatnya menangis dan merintih, hidupnya ibarat burung yang di dalam sangkar emas?
Betapa banyak pasangan suami istri yang siang malam di perbudak oleh hartanya,sehingga hubungan cinta kasih diantara mereka terasa gersang. Bahagiakah kehidupan seperti itu?
Bahagia juga bukan monopoli wanita cantik rupawan yang memiliki suami tampan. Betapa banyak wanita cantik rupawan yang kecantikannya justru menjadi bumerang bagi dirinya?. Dan bukankah seorang pria yang bershaja yang mampu merengkuhnya dalam kebahagian lebih baik dari pada pria tampan lagi rupawan yang selalu melukai hati dan perasaannya.
Kesimpulannya, Kebahagiaan tidak dapat dikejar semata-mata dengan harta berjibun ataupun tampilan fisik semata. Lalu bagaimanakah rumah tangga yang bahagia itu dan siapakah wanita yang bahagia?
Ketahuilah! kebahagiaan itu hanya dapat diraih dan dirasakan oleh pasangan suami istri yang senantiasa selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan merasa berkecukupan. Mereka saling bahu-membahu dalam urusan dunia maupun akhirat. Mereka memahami tugas dan hak masing-masing. Mereka hidup penuh keharmonisan dan masing-masing pihak dapat memberikan kebahagian, kehangatan dan ketentraman bagi pasangannya. Selanjutnya, kebahagian rumah tangga akan membawa kepada kebahagian yang kekal abadi yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan. Mereka jadikan rumah tangga mereka itu sebagai jalan meraih ridha Allah. Maka kebahagian rumah tanggapun menjadi saah satu anak tangga dalam meraih kebahagian yang kekal abadi di akhirat.
Saudariku yang ku cintai, Kebahagian pasti diimpikan oleh setiap orang yang berakal sehat. Bergegaslah mencarinya dan carilah kebahagian itu bersama suamimu, bersama anak-anakmu, bersama keluargamu, dan siapa saja yang bergaul denganmu. Dengan cara membantu mereka dan menuntun tangan mereka kepada perkara-perkara yang di cintai Allah.
Berjalanlah bersama suamimu menempuh jalan kebahagiaan dengan tenang, muthma’ninah, dan kasih sayang. Serta dengan mendidik anak-anak menjadi generasi yang shalih dan shalihah, dan saling bahu membahu dalam mengerjakan ketaantan. Ciptkanlah suasana rumah tangga yang tenang yang mendorong kita untuk berbuatan ketaantan, suasana rumah tangga yang nyaman, tidak membuatmu penat dan tidak membuatmu bosan dalam melaksanakan tanggung jawab. Suasana yang menambah kebahagiaan dari setiap pekerjaan yang engkau lakukan, seiring bertambahnya semangatmu dalam meraih pahala di sisi Ar-Rahman. Agar engkau dapat meraih kebahagian rumah tangga yang merupakan anak tangga menuju surga yang penuh kenikmatan.
Sekarang mari kita simak pandangan nabi tentang kebahagiaan: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
أربع من السعادة: المرأة الصالحة و المسكن الواسعة و الجار الصالح و المركب الهنيئ و أربع من الشقاء: المرأة السوء و الجار السوء لمركب السوء و المسكن الضيق.
Artinya: “Empat perkara yang mendatangkan kebahagiaan: Pertama, istri yang shalihah. Kedua, rumah yang luas. Ketiga, tetangga yang shalih. Keempat, kendaraan yang cepat. Empat perkara yang mendatangkan kesengsaraan, pertama, istri yang buruk. Kedua, tetangga yang jahat. Ketiga, kendaraan yang buruk. Keempat, rumah yang sempit. (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam silsilah ash-shahihah (282) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqqash).
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda:
ثلاثة من الثلاثة من الشقاء فمن السعادة: المرأة الصالحة تراها فتعجبك و تغيب عنها فتأمنها على نفسها و مالك و الدابة تكون وطيئة فتلحقك بأصحابك و الدار تكون واسعة كثيرة المرافق و من الشقاء: المرأة تراها فتنسوؤك و تحمل لسانها عليك و ان غبت عنها لم تأمنها على نفسها ومالها و الدابة تكون قطوفا فان ضربتها أتعبتك و ان تركتها لم تلحقك بأصحابك و الدار تكون ضيقة قليلة المرافق.
Artinya: “Tiga perkara yang mendatangkan kebahagiaan dan tiga perkara yang mendatangkan kesengsaraan. Adapun tiga perkara yang membawa kebahagiaan adalah:
- Istri yang shalihah, yang membuatmu kagum setiap kali melihatnya, engkau merasa aman atas kesucian dirinya dan hartamu apabila engkau tidak berada di sisinya.
- Kendaraan yang cepat, yang membuatmu dapat menyusul rekan-rekanmu.
- Rumah yang lapang dan lengkap perabotannya.
Adapun tiga perkara yang mendatangkan kesengsaraan
- Istri yang membuatmu jengkel setiap kali melihatnya, yang menggunakan lisannya untuk menyerangmu dengan kata-kata keji, dan engkau merasa tidak aman atas kesuciaan dirinya dan hartamu apabila engkau tak berada di sisinya.
- Kendaraan yang lambat. Kalaupun engkau halau niscaya hanya akan membuatmu letih. Dan tidak di halau maka tidak akan bisa membuatmu untuk menyusul rekan-rakanmu.
- Rumah yang sempit lagi minim perabotannya. (Di shahihkan oleh Al-Albani dalam shilsilah Ash-shihah (1047) dari hadits Sa’adbin Abi Waqqash).
Tentu, istri yang shalihah adalah istri yang paham dan taat beragama. Rumah yang luas adalah hati yang lapang dan luas yang senantiasa terisi dengan sifat qana’ah. Tetangga yang shalih adalah lingkungan dan pergaulan yang baik lagi shalih. Kendaraan yang cepat adalah setiap sarana dan harta yang kita miliki yang mendorong kita untuk segera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih . dan perlengkapan adalah ilmu yang bermanfaat yang mengisi hati kita.
Dan tentunya, istri yang buruk adalah istri yang tak paham dan tak taat beragama. Rumah yang sempit adalah hati yang sempit dan kosong dari sifat qana’ah. Tetangga yang jahat adalah lingkungan dan pergaulan yang jahat. Kendaraan yang lambat adalah sarana dan harta yang menahan kita berbuat ketaan. Dan perabotan yang minim adalah ilmu yang dangkal lagi sedikit yang tidak bisa mengisi hati.
Semoga kita semua termasuk dalam barisan orang-orang yang taat beragama dan menyadang gelar istri shalihah. Semoga Allah selalu memberikan hidayah dan selalu mengokohkan kaki-kaki kita diatas sunnah Rasullah di manapun kaki kita berpijak. Aamiin…
REFERENSI:
Judul buku : Surat Terbuka Untuk Para Istri
Ditulis oleh : Ummu Ihsan dan Abu Ihsan
Cetakan Kelima : Dzulqa’dah 1432 H / Oktober 2011 M
Penerbit : Darul Ilmi publishing
Penyusun : Anggun Paramita (Farhah)
BACA JUGA:
Leave a Reply