Allah ‘azza wajalla dialah satu-satunya Dzat yang pantas untuk dicintai dari semua pertimbangan dan sudut pandang.1 karena semua sebab yang menjadikan seorang manusia mencintai sesuatu atau orang lain, ada pada Allah ‘azzawajalla.
Diantara kandungan makna nama Allah ‘azzawajalla al-Wadud adalah bahwa Dialah yang memberi hidayah taufik kepada para hamba-Nya yang beriman kepada sebab-sebab yang memudahkan mereka untuk mencintai-Nya, bahkan menjadikan-Nya lebih dicintai dari segala yang ada di dunia ini.
Secara umum, faktor dan sebab utama yang menjadikan manusia mencintai sesuatu atau orang lain kembali kepada dua hal, yaitu:
– Keindahan dan kesempurnaan yang ada pada sesuatu atau orang itu.
– Kebaikan dan kasih sayang yang bersumber dari sesuatu atau orang itu.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullahu mengatakan, “Rasa cinta ditinjau dari faktor yang membangkitkannya terbagi menjadi dua:
Pertama : Cinta yang timbul dari (faktor) kebaikan, yaitu menyaksikan banyaknya nikmat dan anugerah. Karena sesungguhnya hati manusia secara tabiat mencintai pihak yang (selalu) bebuat kebaikan kepadanya dan membenci pihak yang (selalu) berlaku buruk kepadanya.
Kedua : (Cinta yang timbul dari faktor) kesempurnaan dan keindahan. Jika terkumpul faktor kebaika dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan ada yang berpaling dari mencintai Dzat yang terkumpul padanya dua faktor tersebut kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta paling jauh dari semua kebaikan. Karena sesungguhya Allah ‘azzawajalla menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya.”2
Berikut ini penjelasan tentang kedua faktor tersebut dalam menumuhkan kecintaan kepada Allah ‘azzawajalla :
- Faktor Kebaikan, Kasih Sayang dan Banyaknya Limpahan Nikmat
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada satupun yang kebaikannya lebih besar dibandingkan dengan Allah subhanahu wata’ala. Karena sunggauh kebaikan-Nya kepada hamba-Nya tercurah di setiap waktu dan tarikan nafas hamba tersebut. Seorang hamba selalu mendapatkan limpahan kebaikan-Nya dalam semua keadaannya, sehingga tidak mungkin baginya untuk menghitung secara persis jenis-jenis kebaikan Allah subhanahuwata’ala tersebut, apalagi macam-macam dan satuan-satuannya.”3
Allah subhanahuwata’ala berfirman :
وَمَا بِكُم مِّن نِّعمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيهِ تَجـَٔرُونَ (٥٣)
“Dan nikmat apa saja yang ada pada kamu, maka itu semua dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa bencana, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan.”(QS. An-Nahl/16:53)
Artinya, hanya kepada-Nyalah kamu berdo’a dan menundukkan diri memohon pertolongan, karena kamu mengetahui bahwa tidak ada yang mampu menghilangkan bahaya dan bencana kecuali Allah subhanahuwata’ala semata-mata. Maka Dzat Yang Maha Tunggal dalam memberikan apa yang kamu minta dan mencegah apa yang tidak kamu sukai, Dialah satu-satunya yang pantas untuk dicintai dan di ibadahi tanpa disekutukan.”4
Kebaikan, nikmat dan kasih sayang yang Allah subhanahu wata’ala limpahkan kepada manusia, terlebih kepada hamba-Nya yang beriman, sungguh tiada terhitung dan tiada terkira, melebihi semua kebaikan yang diberikan oleh siapapun di kalangan makhluk. Karena kebaikan dan nikmat-Nya untuk lahir dan bathin manusia. Bahkan nikmat dan taufik-Nya bagi manusia untuk mengenal dan mengikuti jalan Islam dan Sunnah Rasulullah shallallahu‘alaihiwasalam adalah anugerah terbesar dan paling sempurna bagi manusia, karena ini sebab kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat dan tidak ada yang mampu memberikan semua ini kecuali hanya Allah subhanahuwata’ala semata.
Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang ucapan penghuni Surga :
وَنَزَعنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّن غِلٍّ تَجرِى مِن تَحتهمُ ٱلأَنهارُ وَقَالُواْ ٱلحَمدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى هَدَانَا لِهَـٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهتَدِىَ لَولَا أَن هَدَانَا ٱللَّهُ لَقَد جَاءَت رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلحَقِّ وَنُودُواْ أَن تِلكُمُ ٱلجَنَّةُ أُورِثتُمُوهَا بِمَا كُنتُم تَعمَلُونَ (٤٣)
“Mereka penghuni Surga berkata,”Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kami kepada (jalan jalan menuju Surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Raab kami, membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka: “Itulah Surga yang telah diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dulu kamu kerjakan.”(QS. Al-A’raf/7:43)
Termasuk kebaikan dan kasih sayang yang paling sempurna menurut pandangan manusia adalah kebaikan dan kasih sayang orang tuanya kepadanya, terutama ibunya. Akan tetapi, betapapun besarnya besarnya kebaikan dan kasih sayang tersebut, tetap saja hanya pada batasan yang mampu dilakukan manusia. Karena tentu orang tuanya tidak mampu memberikan rezeki, mencegah penyakit atau bencana dari diri anaknya. Belum lagi kebaikan berupa taufik untuk menempuh jalan Islam yang lurus.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “ Seandainya tidak ada kebaikan dan limpahan nikmat dari Allah subhanahu wata’ala yang seharusnya menjadi sebab para hamba-Nya mencintai-Nya kecuali :
- Dengan Allah subhanahu wata’ala menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di dunia dan akhirat, semua untuk mereka, kemudian Dia memuliakan mereka dengan mengutus para Rasul-Nya, menurunkan Kitab-kitab-Nya, mensyariatkan agama-Nya dan mengizinkan bagi mereka untuk bermunajat (berkomunikasi) dengan-Nya di setiap waktu yang mereka inginkan.
- Bahkan dengan satu kebaikan yang mereka kerjakan Dia menuliskan pahala bagi mereka sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan sampai berlipat-lipat kali banyak. Sementara untuk satu keburukan yang mereka kerjakan Dia menuliskan bagi mereka hanya satu dosa, lalu jika mereka bertaubat maka Dia menghapuskan dosa tersebut dan menggantikannya dengan satu kebaikan.
- Seandainya dosa salah seorang di antara hamba-hamba-Nya mencapai sepenuh awan di langit kemudian dia memohon ampun kepada-Nya maka Dia akan mengampuninya. Seandainya hamba tersebut berjumpa dengan-Nya meninggal dunia dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tapi dia membawa Tauhid (mengesakan-Nya dalam beribadah) dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka Dia akan memberikan pengampunan sepenuh bumi pula bagi hamba tersebut.
- Dia yang mensyariatkan bagi mereka taubat yang menggugurkan dosa-dosa, lalu Dia juga yang memberi taufik kepada mereka untuk melakukannya, kemudian Dia menerima taubat dari mereka. Dan Dia mensyariatkan ibadah haji yang menggugurkan dosa-dosa terdahulu, Dialah yang memberi taufik kepada mereka untuk mengerjakannya dan dengan itu Dia menggugurkan dosa-dosa mereka.
- Demikian juga semua ibadah dan ketaatan lainnya, Dialah yang memerintahkan mereka untuk mengerjakannya, Dia menciptakan mereka untuk beridah kepada-Nya,mensyariatkan ibadah itu untuk mereka yang memberikan balasan pahala penegak ibadah itu.
Maka dari Dialah sebab, dari-Nya balasan pahala, dan dari-Nya taufik dan nikmat di awal dan akhir mereka yang selalu mendapatkan kebaikan dari-Nya seluruhnya dari awal sampai akhir. Maka bagaimana mungkin tidak akan dicintai Dzat yang demikian keadaannya? Bagaimana mungkin seorang hamba tidak merasa malu untuk memalingkan rasa cintanya kepada selain-Nya? Siapakah yang lebih pantas untuk dipuji, disanjung dan dicintai selain Allah subhanahu wata’ala? Dan siapakah yang lebih banyak kepemurahan, kedermawanan dan kebaikannya dari pada Allah? Maka maha suci Allah, segala puji bagi-Nya, tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia yang maha perkasa dan maha bijaksana”.5
Syakh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, :”Allah subhanahu wata’ala mengajak para hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang denag itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki keadaan dan menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan kebutuhan pokok, memudahkan urusan, menhilangkan semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka.
Maka semua yang ada di Dunia dan hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang lahir maupun bathin, adalah bersumber dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk mengajak para hamba-Nya agar mencintai-Nya.
Sungguh hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang selalu berbuat baik kepadanya. Lalu kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan yang Allah subhanahu wata’alalimpahkan kepada para hamba-Nya? Kebaikan ini tidak sanggup untuk di hitung jenis dan macamnya, apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat Allah subhanahu wata’ala mengharuskan seorang hamba untuk memenuhi hatinya denan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepada-Nya.” 6
- Faktor Kesempurnaan dan Keindahan
Semua manusia yang berakal sehat tentu mencintai keindahan dan kesempurnaan. Semakin indah dan sempurnasesuatu dalam penilaian manusia maka sesuatu itu tentu akan semakin dicintai. Kalau keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk saja bisamenjadikan manusia yang mengenalnya mencintainya, padahal bagaimanapun tingginya keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk, tetap saja semua itu terbatas, maka bagaimana pula dengan keindahanyang maha sempurna dan kesempurnaanya tidak terbatas yang ada pada Allah subhanahu wata’ala ? Dialah yang maha indah dan sempurna pada Dzat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatannya. Oleh karena itu, seoran hamba yang mengenal kemahaindahan dan kemahasempurnaan ini tentu akan mencintai-Nya bahkan menjadikan-Nya yana paling dicintai, melebihi cintanya kepada segala sesuatu yang ada di Dunia ini.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Kecintaan itu memiliki dua sebab yang membangkitkannya, yaitu keindahan dan pengagungan, dan Allah subhanahu wata’ala memiliki kesempurnaan yang mutlak pada semua itu, karena Dia maha indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah milik-Nya, dan semua pengagungan bersumber dari-Nya, sehingga tidak ada sesuatu apapun yang berhak yang berhak untuk dicintai dari semua segi dzatnya kecuali Alla subhanahu wata’ala .”7
Syaikh Abdrurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Maka semua kebaikan atau karunia kembali kepada-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan para hamba-Nya cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak para hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan sifat-sifat-Nya yang maha luas, agaung dan indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesunggauhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai sifat-sifat kesempurnaan.
Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam menyempurnakan penghambaan diri seorang hamba dan menarik hati hamba-hamba-Nya.”8
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Kalau kesempurnaan itu dicintai manusia karena dzatnya, maka seharusnya Allah subhanahu wata’ala lah yang dicintai manusia karena kesempurnaan Dzat dan sifat-Nya. Hal ini disebabkan karena tidak ada sesuatupun yang lebih sempurna daripada Allah subhanahu wata’ala. Semua nama, sifat dan perbuatan-Nya menunjukkan kesempurnaan-Nya. Dia dicintai dan dipuji dalam semua perbuatan-Nya dan semua yang diperintahkan-Nya, karena tidak ada kesis-siaan dalam segala perintah-Nya. Semua perbuatan-Nya tidak ada kesalahan dalam segala perintah-Nya. Semua perbuata-Nya lepas dari hikmah, kemaslahatan, keadilan, karunia dan rahmat bagi hamba-hamba-Nya, dan masing-masing dari semua hal itu memotivasi manusia untuk memuji, menyanjung dan mencintai-Nya. Semua firmanya benar dan adil; semua balasan-Nya adalah karunia dan keadilan. Kalau dia memberi kepada hamba-Nya maka semua itu dengan karunia, rahmat dan nikmat-Nya, kalau Dia tidak memberi atau menghukum hamba-Nya yang berhak mendapatkan hukuman maka semua itu dengan keadilan dan hikmah-Nya.”9
Sebagai kesimpulan tentang dua sebab besar yang merupakan motivator cinta kepada Allah subhanahuwata’ala adalah sebagaimana ucapan Imam Ibnu Qayyim, “Jika terkumpul Faktor kebaikan dan banyaknya limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan ada yang berpaling dari mencintai Dzat yang demikian keadaannya kecuali hati yang paling buruk , rendah dan hina serta paling jauh dari semua kebaikan, karena sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan kepadanya dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya.”10
DAFTAR PUSTAKA
- Lihat al-Jawabul kafi hlm.276.
- thariqul hijratain hlm. 349 dan 352.
- 3.thariqul hijratain hlm. 349.
- 4.taisirul karimir rahman hlm. 442.
- 5.thariqul hijratain hlm. 350-351.
- 6.fathur rahimil malikil ‘allam hlm. 56.
- 7.al-jawabul kafi hlm. 164.
- 8.fathur rahimil malikil ‘allam hlm. 55.
- thariqul hijratain hlm. 352.
- thariqul hijratain hlm. 352.
Sumber: MAJALAH AS-SUNNAH Edisi 11/Thn XVII/ Jumadil Awwal 1435H/Maret 2014M
Penulis : Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA.
Dirangkum oleh: ‘Afifah Evi Utami (Santriwati Darul Qur’an wal Hadits OKU Timur)
Leave a Reply