Meraup pahala dalam berziarah kubur
Adab-Adab Dalam Berziarah Kubur
Disyari’atkannya ziarah kubur
Pada permulaan dakwah Islam Rosululloh J melarang kaum muslimin (para sahabat) dari berziarah kubur, dan larangan ini bersifat umum, baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk saddu adz-dzari’ah (menutup jalan sesuatu hal karena khwatir akan menjurus pada hal yang dilarang), dikarenakan bangsa arab pada masa jahiliyah suka mencela takdir dan marah serta tidak terima dengan ketetapan Alloh berupa musibah yang menimpa mereka. Oleh karena itu Rosululloh J melarang para sahabatnya dari ziarah kubur disebabkan dekatnya mereka dari kejahiliyahan, sehingga ditakutkan akan timbul fitnah di antara mereka, sebagaimana fitnah itu telah menimpa orang-orang ahlu kitab dari kalangan yahudi maupun nasrani yang pada akhirnya mereka mengagungkan kubur-kubur pembesar dan ulama mereka serta menyembah kubur-kubur tersebut selain Alloh l .
Tatkala iman telah masuk ke dalam dada-dada mereka, bersemayam di hati mereka, dan akidah telah mencengkram kuat dalam hati mereka, sehingga jiwa-jiwa mereka hanya bergantung pada Alloh, dengan hanya beribadah kepada-Nya semata, dan mengagungkan syari’at-syari’at-Nya, Rosululloh mengizinkan mereka untuk berziarah kubur secara syar’i sebagai media untuk mengingat kematian dan negeri akhirat. Dan hal ini dikhususkan untuk kaum laki-lakinya, tidak untuk kaum wanitanya sebagai mana yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka.[1]
Dalil-dali disyar’iatkannya ziarah kubur
Banyak dalil-dalil dari as-sunnah yang menjelaskan tentang disyari’atkannya ziarah kubur sebagai media untuk mengingatkan kita akan adanya kematian dan kehidupan akhirat yang kekal.
Di antara dalil-dalil tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya, dari sahabat Buraidah bin Hushoib Al-Aslamy, beliau berkata, Rosululloh J bersabda,
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا. (رواه مسلم).
Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka ziarahilah kubur-kubur oleh kalian.[2]
Dan juga dari shabat Abu Huroiroh yang juga diriwayatkan oleh Imam muslim. Abu Huroiroh berkata, Nabi J menziarahi kubur ibundanya, kemudian beliau menangis sehingga orang-orang di sekeliling beliaupun ikut menangis, maka Nabi J bersabda,
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ.
Aku meminta izin pada Robbku untuk memohonkan ampun bagi ibundaku, tapi Dia tidak memberiku izin, kemudian aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, maka aku diizinkan. Maka berziarahlah kalian ke kuburan, karena itu akan mengingatkan kalian akan kematian.[3]
Ini adalah beberapa dalil yang menunjukan disyar’iatkannya ziarah kubur dan kami cukupkan dengan menyebutkan dua saja, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan di sini. Dan para pembaca yang budiman bisa melihatnya di kitab-kitab hadits.
Macam-macam ziarah kubur
Setelah menjelaskan tentang disyari’atkannya ziarah kubur, kami merasa perlu dalam pembahasan ini untuk menyertakan poin yang satu ini, yaitu macam-macam atau bentuk bentuk ziarah kubur karena fenomena yang ada di kalangan kaum muslimin, agar nantinya kita benar-benar bisa mengetahui apakah ziarah kita selama ini termasuk yang syar’i, atau bahkan sebaliknya – wal iyadzu billah- termasuk dari ziarah yang dilarang.
Para ulama telah membagi ziarah kubur menjadi tiga macam atau bentuk[4],
Pertama: ziarah kubur yang syar’i
Yaitu ziarah yang dimaksudkan dengannya untuk mengingat kematian dan negeri akhirat, mendoakan mayit, dan mengikuti sunnah dalam tatacaranya, serta memperhatikan adab-adab di dalamnya yang akan kita sebutkan insya Alloh setelah pembahasan point ini.
Kedua: ziarah yang bid’ah
Yaitu ziarah yang dimaksudkan dengannya untuk beribadah kepada Alloh di kuburan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin, dengan sangkaan mereka bahwa beribadah di kuburan itu lebih utama ( lebih afdhal) dan memiliki nilai lebih daripada ibadah yang dilakukan di masjid-masjid yang mana ia adalah tempat yang paling dicintai Alloh untuk beribadah. Banyak hadits-hadits shohih yang melarang sholat di kuburan dan menjadikannya sebagai masjid tempat beribadah kepada Alloh[5], dan ini perlu pembahasan yang khusus.
Ketiga: ziarah yang syirik
Yaitu ziarah yang dimaksudkan dengannya untuk mengagungkan pemilik kubur/mayit, dan meminta sesuatu padanya baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, atau berkorban untuknya, bernadzar dan lain-lainnya dari bentuk-bentuk ibadah yang pada dasarnya tidak boleh dikerjakan kecuali hanya untuk Alloh semata.
Ini adalah kesyirikan yang nyata, yang mana Alloh tidak akan mengampuni para pelakunya sampai mereka bertaubat sebelum ajal menjemputnya, atau sebelum matahari terbit dari arah barat, Alloh berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi[6].
Walaupun begitu kita masih dapatkan banyak dari kaum muslimin yang melakukannya – wal iyadzu billah-, hal ini disebabkan karena jauhnya mereka dari ilmu dan bashirah, sehingga perkaranya pun menjadi rancu bagi mereka, padahal perkara tersebut sangatlah jelas bagi orang-orang yang berilmu dan mendapat hidayah.
Maka benarlah apa yang dikatakan oleh amirul mukminin Umar bin khatab a , beliau berkata,
إِنَّمَا تُنْقَضُ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً إِذَا نَشَأَ فِيْ الْإِسْلَامِ مَنْ لَا يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةَ.
Tali sumpul Islam akan terlepas seutas demi seutas apabila muncul dalam Islam generasi yang tidak mengetahui kejahiliyahan (perbuatan-perbuatan yang dilakukan kaum jahiliyah yang diselisihi oleh Rosululloh, dan diantaranya adalah kesyirikan). [7]
Sehingga tatkala mereka tidak paham terhadap kesyirikan dan bentuk-bentuknya, merekapun terjatuh ke dalamnya, sedang mereka tidak menyadarinya – wal iyadzu billah-. Semoga Alloh menjaga kita, keluarga kita dan kaum muslimin sekalian dari kesyirikan dengan berbagai bentuknya.
Adab-adab dalam berziarah kubur
Setelah kita mengetahui macam-macam ziarah kubur, maka kita harus benar-benar memperhatikan hal ini, dan memperhatikan adab-adabnya supaya kita tidak terjebak dalam kebid’ahan ataupun kesyirikan ketika berziarah kubur.
Adapun adab-adab yang harus kita perhatikan oleh setiap muslim ketika ziarah kubur adalah sebagai berikut,
- Meluruskan niat dalam berziarah kubur, hanya mengharapkan ridha Alloh dan pahala dari–
Ziarah kubur termasuk dari ibadah yang dianjurkan oleh Rosululloh J, beliau bersabda,
قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ.
Sungguh dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, dan telah diizinkan bagi Muhammad untuk menziarahi kubur Ibunya, maka berziarahlah kalian ke kubur-kubur, karena ia mengingatkan akan akhirat. [8]
Jadi wajib bagi kita untuk meniatkan ziarah kubur kita dalam rangka mengikuti perintah Rosululloh, karena melaksanakan perintah beliau adalah bukti ketundukan dan kecintaan kita kepada Alloh l , Alloh berfirman,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ.
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[9]
Selain meniatkan ziarah kita untuk mengikuti perintah Rosululluh J karena Alloh, kita juga meniatkan ziarah kita untuk mengingat kematian dan akhirat sebagaiman telah hadir dalam hadits-hadits yang kami sebutkan.
- Melepaskan alas kaki ketika memasuki tanah pekuburan
Dalam hal ini terdapat hadits dari Basyir Bin Al-Khoshoshiyyah a , ia berkata, ketika aku sedang berjalan bersama Rosulullah n ( di pekuburan kaum muslimin) tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berjalan di pekuburan dengan memakai sandalnya, maka Rosulullah J bersabda,
“يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ”. فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا.
“Wahai pemilik dua sandal, lepaskanlah sandalmu”. Laki-laki itupun menengok (pada pemilik suara), ketika ia mengetahui bahwa itu adalah Rosulullah J iapun melepaskan kedua sandalnya dan melemparkannya.[10]
- Mengucapkan salam dan mendoakan mayit yang di
Ketika seorang muslim berziarah maka dianjurkan baginya untuk mengucapkan salam dan juga mendoakan mayit, bukan malah meminta kepada mereka seperti yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin – wal ‘Iyadzu billah-.
Ada beberapa riwayat yang memberitahukan kita beberapa bentuk doa dan salam yang diajarkan oleh Rosululloh J kepada para sahabatnya, dan kami akan menyebutkan beberapa di antaranya – WAllôhul Musta`ân[11].
- Hadits Buraidah di Shohih Muslim
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلاَحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
Keselamatan atas kalian wahai para penduduk negeri dari kalangan orang-orang yang beriman dan Islam, sesungguhnya kami dengan izin Alloh akan menyusul kalian (mati), aku meminta kepada Alloh keselamatan bagi kami dan kalian. [12]
- Hadits Aisyah di Shohih Muslim, Rosululloh J bersabda kepada Aisyah,
قُولِى: السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلاَحِقُونَ.
Katakanlah wahai Aisyah, “ keselamatan atas penduduk negeri (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim, semoga Alloh merahmati orang – orang yang mendahului dan yang akan mengikuti (terakhir). Sesungguhnya kami dengan izin Alloh akan mengikuti kalian.”[13]
- Hadits Aisyah juga dalam Shohih Muslim, beliau berkata, Rosululloh J -pada malam-malam giliran Aisyah- keluar setiap akhir malam ke pekuburab Baqi’ dan berdoa,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، اللهُمَّ اغْفِر لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ.
Keselamatan atas kalian wahai penduduk negeri (kubur) kaum mu’minin, telah datang pada kalian apa yang dijanjikan, sedang kami masih ditangguhkan sampai besok, sesungguhnya kami dengan izin Alloh akan mengikuti kalian, Ya Alloh ampunilah para penghuni baqi’ul ghorqod[14].
Para ulama berpendapat bahwa ketika berdoa, disunnahkan untuk menghadap ke arah kiblat dan dalam keadaan berdiri.[15]
- Tidak duduk-duduk diatas kuburan
Seorang muslim, kehormatannya harus dijaga, baik ketika ia masih hidup maupun setelah mati. Di antara bentuk penjagaan terhadap kehormatan mereka setelah mati adalah tidak duduk di atas kubur mereka. Ada sebuah riwayat dari Jabir yang menerangkan hal ini, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ J أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ.
Rosululloh J melarang mengkapur (memplester) kubur, dan duduk di atasnya, serta membangunnya[16].
Inilah beberapa adab dalam ziarah kubur yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kami dan kaum muslimin sekalian, sehingga kita benar-benar akan dapat meraup pahala dalam berziarah kubur. Wa shollallôhu ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âlihi wa ashhâbihi ajma`în.
Referensi
- Majallatul Buhuts Al-Islamiyyah: Pembahasan mengenai ziyarah kubur dan hukumnya oleh Syaikh Yusuf Bin Sholih Al-Burqawi; edisi 63 Rabi’ul Awwal hingga Jumada Tsaniyah 1422 H.
- Fatawa Lajnah Da’imah Darul Ashimah 1416 H
- Ahkâmul Janâ-iz Maktabatul Ma’arif 1412 H
- Al-Mausû`atu -Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 1426 H
- Shohîh Fiqh As-Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal
- Al-Qoulul Mufîd ‘Alâ Kitâb At-Tauhîd Syaikh Sholih Utsaimin Dar Ibnul Jauzi 1424 H
[1] Lihat Al-Qoulul Mufîd ‘Alâ Kitâb At-Tauhîd, juz. 1, hal. 430-434, Cet. Ke-2 th. 1424 H, terbitan Dar Ibnu al-Jauzi, dan Fatawa Lajnah Da’imah juz. 9, Hal. 101.
[2] Hadits Riwayat Muslim (no. 1977), Tirmidzi (no. 1054), Abu Dawud (no. 335) Nasai: [IV/ 89] dll.
[3] Hadits riwayat muslim (no. 976), Ahmad [ V/355 ], Abu dawud (no. 3234) Ibnu Majah (no. 1572) dll.
[4] . lihat Al-Qoulul Mufîd ‘Alâ Kitâb At-Tauhîd, juz: 1, hal. 427, cet. Ke-2 Penerbit, Dar Ibnu al-Jauzi. Dan Majallatul Buhuts Al-Islamiyyah edisi 63, diterbitkan bulan Robiul Awal sampai Jumadi Ats-Tsaniyah th. 1422.
[5] . Silahkan pembaca melihat kitab Ahkâmul Janâ-iz atau talkhishnya yang ditulis oleh Syaikh al-Albani.
[6] . QS. Az-Zumar: 65.
[7] . Tafsir Al-Manar, Muhammad Rosyid Ridha [ I/24]
[8] Hadits riwayat Tirmidzi (no. 1054) dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Sunan At-Tirmidzi bi Ahkâm Al-Albani, dan Irwâ’ul Gholîl Juz. 3, hal. 224
[9] . QS. Ali Imran: 31.
[10] Hadits Riwayat Abu Dawud (no. 3230), Ibnu Majah (no. 1568), dan Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod (no. n755) dll. Dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Irwâ’ul Gholîl no. 760.
[11] Shohîh Fiqh As-Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal, juz. I, hal. 699. Kata ‘ penghuni baqi’ al-gharqad, bisa kita ganti dengan nama mayit yang kita ziarahi, contoh: setelah kita mengucapkan salam kita berdoa, ( اللهم اغفر فلانا بن فلان ) ya Allah ampunilah fulan bin fulan, atau kepada seluruh penghuni kubur yang muslim. Wallahu a’lam.
[12] Hadits riwayat Muslim (no. 975), Nasa-i (no. 2040), dan Ibnu Majah (no. 1547).
[13] Hadits riwayat Muslim (no. 974), Nasa-i [ I/278] dll.
[14] Hadits Riwayat Muslim (no. 974), Ahmad [VI/221].
[15] Al-Mausû`atu -Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, juz. 24, hal. 89-90.
[16] Hadits Riwayat Muslim (no. 970), Abu Dawud ( no. 3225) dll.
Abu Ibrahim Abdul Kholiq
Referensi : Majalah Lentera Qalbu
Artikel lainnya :
Leave a Reply