Kejujuran Membawa Keselamatan Dunia & Akhirat

kejujuran membawa keselamatan dunia akhirat

Kejujuran Membawa Keselamatan Dunia & Akhirat – Kaum muslimin, marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan terus berupaya menundukkan nafsu kita agar terus berjalan di garis yang telah ditetapkan Allah, terus berupaya merenungi ayat-ayat Allah dan mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah terjadi, terutama peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam al-Qur’an ataupun hadits-hadits Rasulullah. Karena kisah-kisah itu mengandung pelajaran penting bagi kita.

Diantara kisah sekaligus peristiwa penting yang terjadi di zaman Rasulullah dan pasti mengandung banyak pelajaran bagi umat islam yaitu kisah Rasulullah memerintahkan para shahabatnya Rahimahullah untuk memboikot Ka’ab bin Malik Rahimahullah beserta dua shahabat lain yang ikut serta dalam perang Tabuk tanpa memiliki udzur syar’i.

Dikisahkan bahwa sepulang Rasulullah dari perang tabuk, beberapa orang yang tidak ikut perang datang menghadap kepada beliau untuk menyampaikan alas an mereka tidak ikut dalam peperangan itu. Orang-orang munafik mengemukakan berbagai alas an palsu dan berbohong kepada Rasulullah. beliau menerima alas an mereka dan menyerahkan urusan mereka kepada Allah, karena beliau menghukumi seorang berdasarkan apa yang tampak, adapun yang tidak tampak, maka beliau serahkan urusannya kepada Allah.

Lihatlah perbedaan antara orang munafik dengan orang yang beriman! Mereka berkata jujur dan siap menerima hukuman dari Nabi sebagai akibat dari kesalahan yang telah mereka perbuat.

Ka’ab bin Malik Rahimahullah berkata ketika ditanya oleh Rasulullah tentang alas an dia tidak ikut berperang : “Demi Allah! Sungguh, seandainya aku berhadapan dengan penduduk dunia selainmu, niscaya aku bisa terhindar dari kemurkaannya dengan mengemukakan alasan-alasan, karena aku adalah orang yang pandai berdebat. Akan tetapi, Demi Allah! Sungguh aku sudah tahu, jika hari ini aku bisa menyampaikan alas an dusta yang membuatmu tidak marah kepadaku, niscaya nanti Allah akan menjadikanmu murka kepadaku. Jika aku berkata jujur, maka engkau pasti akan menyikapi kesalahanku itu. Aku berharap Allah memberikan ampunan-Nya kepadaku dalam masalah ini. Demi Allah! Saya tidak punya alas an (untuk tidak ikut perang).”[1]  

Mendengar ini, Rasulullah memerintahkan para Shahabatnya memboikot Ka’ab bin Malik dan kedua Shahabatnya Rahimahullah  dengan tidak mendekati dan tidak berbicara dengan mereka.

Ketiga Shahabat ini dijauhi oleh para Shahabat rahimahullah yang lain. Terkadang Ka’ab Radhiallahuanhu, berharap ada yang menyapanya. Namun Rasulullah dan mengucapkan salam tapi Ka’ab radhiallahuanhu mengatakan, ‘Saya tidak tahu, apakah beliau menjawabnya atau tidak.’’

Tidak sebatas itu, Rasulullah senantiasa memalingkan mukanya dari Ka’ab Radhiallahuanhu. Ka’ab terkadang pergi pasar, namun tak seorang pun menyapa dan menjawab salamnya.

Tidak terbayang oleh kita, bagaimana beban yang dirasakan oleh tiga Shahabat Rasulullah ini. Akhirnya Ka’ab Radhiallahuanhu datang kepada Abu Qatadah Radhiallahuanhu, sepupu beliau dan juga termasuk Shahabat yang paling dicintai oleh Ka’ab Radhiallahuanhu. Ka’ab Radhiallahuanhu mengatakan :

يا أبا قتاة أنشدك بالله هل تعلمني أحب الله ورسوله

Artinya: “Wahai Abu Qatadah! Aku memohon atas nama Allah. Apakah engkau tahu bahwa aku cinta Allah dan Rasul-Nya?” [2]

Tapi Abu Qatadah Radhiallahuanhu dian dan hanya mengatakan Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.

Ketika pemboikotan yang sangat membuat mereka itu menderita masih berlangsung, ujian lain mendatangi mereka. Utusan Raja Ghassan menawarkan kepada Ka’ab Radhiallahuanhu untuk bergabung dan tinggal di tempat mereka dan berjanji akan memuliakannya. Bagaimana respon Shahabat yang mulia ini? Ka’ab Radhiallahuanhu membakar surat tersebut dan tidak memperdulikannya.

Ujian Ka’ab Radhiallahuanhu beserta dua Shahabat lainnya terus berlanjut sampai datang ujian terberat yaitu perintah Rasulullah kepada mereka untuk menjauhi istri-istri mereka dan membiarkan mereka pulang ke rumah keluarganya.

Ka’ab bin Malik Radhiallahuanhu mengatakan, ‘’Seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkanku untuk mentalak istriku, niscaya aku akan lakukan, akan tetapi Beliau hanya memerintahkan untuk menjauhinya.’’

Subhanallah……… kesusahan dan penderitaan yang terus mendera tidak membuat Ka’ab Radhiallahuanhu beserta kedua Shahabatnya Radhiallhuanhu menyelisihi dan membenci keputusan Rasulullah. mereka tetap patuh dan tunduk.

Sebuah sikap beragama dam kejujuran sikap kepada Allah dan Rasul-Nya yang luar biasa kuat. Sikap beragama yang tidak menodai oleh campuran perasaan dan hawa nafsu sebagaimana yang sering dilakukan oleh kebanyakan kita. Terkadang kita dapati banyak kaum Muslimin yang memilih-milih syari’at yang sesuai dengan perasaan dan hawa nafsu.

Setelah pemboikotan itu berlangsung selama lima puluh hari, kabar gembira dari langit pun datang. Akhirnya Allah memberikan ampunan-Nya kepada mereka.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وعلى آلثلثة الذين خلفوا حتى إذا ضاقت عليهم الأرض بما رحبت وضاقت عليهم أنفسهم وظنوا أن لا ملجأ من الله إلا إليه ثم تاب عليهم ليتوبوا إن الله هو آلتواب آلرحيم

Artinya: Dan terhadap mereka tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabi bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka bertaubat. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah/9: 118)

Para Shahabat yang mengetahui berita gembira ini berebutan, berlarian saling mendahului menuju tiga Shahabat Rasulullah untuk menyampaikan kabar gembira ini. Mereka mengucapkan selamat atas mereka yang telah mendapatkan ampunan Allah. Rasulullah pun terlihat sangat bahagia sehingga muka beliau terlihat berseri-seri. Ka’ab radhiallahuanhu yang mendatangi Rasulullah setelah mendengar kabar itu di masjid mengatakan, ‘’Seakan wajah Beliau seperti rembulan.

Itulah akhir dari ujian ini. Akhir yang sangat  mengharukan semua. Kejujuran mereka membuahkan ampunan dari Allah.

Dari kisah Ka’ab bin Malik dan kedua Shahabat lainnya di atas terdapat banyak faedah penting. Imam an-Nawawi Rahimahullah menyebutkan tiga puluh tiga faedah dalam kitab Syarah Shahih Muslim, di antaranya adalah keutamaan kejujuran.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab asy-Syarhul Mumti’, mengatakan, ‘’Lihatlah ujian yang berakhir kebaikan ini! Semua ujian dari Allah apabila engkau menghadapinya dengan sabar maka akan berakhir dengan kebaikan. Setelah ujian ini, Allah menjadikan mereka sebagai qudwah (panutan) dalam kejujuran. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يأيها الذين ءامنوا آتقو الله وكونوا مع الصدقين

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang jujur”. (QS. At-Taubah/9: 119)

Kejujuran dalam segala hal pasti membawa kebaikan, terlebih jujur dalam beragama. Ketiga Shahabat tadi terselamatkan dari siksaan Allah dan mendapatkan keutamaan yang senantiasa dibaca kaum Muslimin dala al-Qur’an karena kejujuran. Setelah mendapatkan ampunan dari Allah, Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu mengatakan:

يارسول الله إن الله إنما نجاني بالصدق وإن من توبتي أن لا أحدث إلا صدقا

Artinya: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah tidak menyelamatkanku kecuali  dengan sebab kejujuran dan termasuk dari bagian taubatku adalah (aku berjanji) untuk tidak berbicara kecuali dengan jujur selama aku hidup”.[3]

Maka marilah kita senantiasa jujur walaupun berat dan beresiko, karena kejujuran akan membawa kita ke surga dan akan mendapatkan ketenangan. Dan hendaknya kita berusaha maksimal menjauhi dusta walaupun kelihatannya akan membawa kebaikan dan kemudahan karena akhir dari kedustaan dan kebohongan adalah neraka. Wal iyadzubillah.

Referensi:

Dari majalah as-sunnah edisi 11/thn XVIII/Jumadil Awwal 1436H/Maret 2015M,

Diringkas oleh: Lailatul Fadilah (Pengajar ponpes Darul Qur’an WalHadits Oku Timur)


[1]  HR. Al Bukhari dan Muslim

[2]  (HR. Al-Bukhari)

[3]  HR. Al-Bukhari

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.