Hukum Setelah Kelahiran

HUKUM SETELAH KELAHIRAN

 HUKUM SETELAH KELAHIRAN

Apabila kandungan itu telah lahir dalam keadaan selamat dan hidup maka disunnahkan bagi orang tuanya melakukan beberapa hal, diantaranya :

  1. Disunnahkan untuk menyiarkan bisyaroh (kabar gembira kelahiran)

Adalah menyiarkan kabar gembira kepada orang lain akan perasaan senang dan berbahagia yang mereka rasakan, yaitu kelahiran. Ibnu Qutadah al-Maqdisi berkata:

“menyampaikan kabar dengan jujur akan menghasilkan sesuatu yang dapat merubah manusia menjadi senang ataupun sedih. Adapun bisyaroh (kabar gembira), apabila kata tersebut (bisyaroh) digunakan secara umum maka kata tersebut dimaksudkan untuk memberitakan kabar kegembiraan dan kata tersebut juga dapat digunakan untuk memberitakan kabar keburukan apabila diikuti dengan sesuatu untuk menyatakan sesuatu yang buruk, sebagaimana di dalam al-Qur’an ;

….فبشّرهم بعذاب أليم

Artinya: “Maka sampaikanlah kabar gembira kepada mereka akan adzab yang sangat menyakitkan.” (QS. Ali-Imran : 21).

Istilah yang digunakan oleh para ahli fiqih tidak keluar dari  kedua hal tersebut. Yaitu bisyaroh digunakan untuk kabar baik dan kabar buruk.

  1. Disunnahkan untuk memberikan busyaroh (pemberian hadiah kepada orang yang memberikan kabar gembira)

Ibnu atsir menerangkan makna busyaroh yaitu pemberian kepada orang yang menyampaikan kabar gembira. Sebagaimana perbuatan Ka’ba bin Malik ketika mendengar berita gembira bahwa taubatnya diterima oleh Allah. Beliau melepaskan pakaiannya kemudian menghadiahkannya kepada kedua orang yang menyampaikan kepadanya kabar gembira tersebut.

  1. Disunnahkan untuk memberikan ucapan selamat kepada mereka yang mendapatkan kabar gembira baik di dunia maupun di akhirat

Dalilnya atas disunnahkannya adalah hadits Ka’ab bin Malik Radhiyallahu Anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam sahih mereka berdua:

فبينا أنا جالس على الحال الّتي ذكر الله قد ضاقت عليّ نفسي وضاقت عليّ الأرض بما رحبت سمعت صوت صارخ أوفى على جبل سلع بأعلى صوته يا كعب بن مالك أبشر قال فخررت ساجدا وعرفت أنّ قدجاء فرج وآذن رسل الله بتوبة الله علينا حين صلّى صلاة الفجر فذهب الناس يبشّروننا وذهب قبل صاحبيّ مبشّرون وركض إليّ رجل فرساً وسعى ساع من أسلم فأوفى على الجبل وكان الصوت أسرع من الفرس فلما جاءني الذي سمعت صوته يبشرني نزعة له ثوبيّ فكسوته إيّاهما ببشراه والله ما أملك غيرهما يومئذ واستعرت ثوبين فلبستهما وانظلقت إلى رسول الله فيتلقّاني الناس فوجاً فوجاً يهونني بالتوبة يقولون لتهنك توبة الله عليك

Artinya: “Tatkala saya sedang duduk pad atelah disebutkan Allah عزوجل, jiwaku sudah sangat sempit juga bumi yang luas sudah sangat terasa sempit, tiba-tiba saya mendengar orang yang berteriak dan sangat dekat diatas gunung Sala’. Dia meneriakkan dengan suaranya yang paling tinggi, ‘Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah.’ (Ka’ab bin Malik) berkata : lalu saya tersungkur sujud dan saya tahu sudah datang jalan kemudahan, lalu Rasulullah mengumumkan dengan diterimanya taubat dari Allah عزوجل kepada kami pada saat shalat subuh. Orang-orang pergi untuk memberi kabar gembira kepada kami dan juga pergi ke kedua sahabatku laki-laki yang datang kepadaku dengan membawa kuda dan datang seseorang dari Aslam dan menaiki gunung yang ternyata suara tersebut lebih cepat dari pada kuda. Tatkala datang kepadaku orang yang saya dengar suaranya dengan memberikan kabar gembira, saya lepas pakaianku dan saya hadiahkan kepadanya karena pemberitaan kabar gembiranya. Demi Allah saya sudah tidak memiliki selain kedua bajuku itu. Akhirnya saya meminjam dua pakaian dan saya pakai, lalu saya berangkat untuk menemui Rasulullah. Orang-orang yang bertemu denganku berkelompok-kelompok, mereka memberi selamat kepadaku atas taubatku yang telah diterima. Mereka berkata; semoga kamu senang dengan di terimanya taubatmu dari Allah” (Muttafaqun ‘alaihi).

Lafadz tahni’ah / memberikan selamat kepada seseorang ketika lahiran

Dalam masalah ini (lafadz pemberian selamat), tidak ada satupun lafadz yang ditetapkan dari Nabi, dan tidak juga dari sahabat-sahabat beliau, akan tetapi ada lafadz do’a yang diriwayatkan dari sebagian tabi’in, yaitu perkataan mereka;

جعله الله مباركًا عليك وعلى أمّة محمد. رواه الطبراني في كتاب الدعاء

Artinya: “Semoga Allah menjadikan dirinya keberkahan atas dirimu dan atas umat Muhammad” (Do’a ini diriwayatkan oleh Imam at-Thobaroniy dalam kitabu ad-Du’a halaman 294).

Dan lafadz ini berasal dari Imam Hasan al-Bashriy dan Ayyub as-Sikhtiyani, Imam at-Thobaroni menyebutkan sanad yang sampai kepada as Surry bin Yahya, beliau berkata;

أنّ رجلا ممّن كان يجالس الحسن ولد له ابن فهنّأه رجل فقال ليهنّك الفارس فقال الحسن ومايدريك أنّه فارس لعلّه خيّاط قال فكيف أقول؟ قال : قل جعله الله مباركّا عليك وعلى أمّة محمد.

Artinya: “Seorang laki-laki yang sering berada dan meuntut ilmu di sisi Imam Hasan al-Bashri mendapatkan karunia seorang anak, maka ada seorang laki-laki yang mengucapkan kepadanya selamat, lelaki tersebut berkata; “selamat ! kamu punya anak nantu menjadi seorang faris (penunggang kuda)”, mendengar ini, Hasan al-Bashri berkata; “ apa yang membuatmu tahu bahwa dirinya nanti akan menjadi seorang prajurit penunggang kuda ? Bisa saja kelak dia akan menjadi pengrajin kayu, atau seorang penjahit”, kemudian lelaki tersebut bertanya kepada Hasan; “lantas apakah yang seharusnya aku ucapkan ?,”Hasan menjawab; “katakanlah : Semoga Allah menjadikan dirinya keberkahan atas dirimu dan atas umat Muhammad.”

Dan juga riwayat dari Hammad bin Zaid, beliau berkata:

كان أيّوب إذا هنّأ  رجلا بمولود قال جعله الله مباركا عليك وعلى أمّة محمد

Artinya: “Kebiasaan Ayyub as-Sikhtiyani jika memberikan selamat kepada orang yang baru saja mendapatkan karunia anak dari Allah beliau berdoa: Ja’alahullahu mubaarakan ‘alaika wa ‘ala ummati muhammadin /semoga Allah menjadikan dirinya keberkahan atas dirimu dan atas umat Muhammad.”

Maka diperbolehkan untuk kaum muslimin menggunakan lafadz ini ketika ia ingin mendoakan dan memberikan selamat kepada saudaranya sesama muslim yang mendapatkan keturunan, dan juga diperbolehkan bagi setiap muslim untuk menggunakan lafadz apa saja yang mewakilkan maksud mereka atau sesuai adat yang berlaku di tempat masing-masing terkait memberi selamat dan kabar gembira. Selama adat tersebut tidak menyelisihi syari’at dan tidak menyerupai perkataan orang-orang kafir serta orang-orang pada masa jahiliyyah sebagaimana ucapan mereka (orang-orang jahiliyyah) ketika mereka memberikan ucapan selamat pada pernikahan, mereka berkata:

بالرفاء والبنين

Artinya: “Semoga kalian bersatu, bersesuaian dan mendapatkan anak laki-laki”. (HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Damaskus)

Yang berarti, kamu telah menikah dan smeoga pernikahan kalian ini mencapai persatuan serta saling bersesuaian satu sama lain dan mendapatkan keturunan laki-laki. Mereka memberikan doa dan selamat hanya agar mendapatkan anak laki-laki tetapi tidak untuk perempuan.

  1. Tidak boleh merasa kecewa dan tidak puas apabila mendapatkan anak perempuan karena hal tersebut merupakan sifat dari kaum jahiliyyah

Nabi mengabarkan tentang balasan yang sangat besar serta pahala yang sangat melimpah atas perbuatan mendidik anak-anak perempuan dan saudari-saudari perempuan, serta berbuat baik kepada mereka sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata;

منّ كنّ له ثلاث بنات يؤويهنّ ويرحمهنّ ويكفلهنّ وجبت له الجنّة البتّة قال قيل يا رسول الله فإن كانت اثنتين قال وإن كانت اثنتين قال فرأى بعض القوم أن لو قالوا له واحدة لقال واحدة.

Artinya: “Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan, memberinya tempat tinggal, menyayanginya serta menanggungnya maka dia pasti mendapatkan syurga”. ( Jabir bin Abdullah) berkata; ada yang bertanya. Wahai Rasulullah, apabila hanya dua? (Rasulullah) menjawab, “Walau hanya dua”. ( Jabir bin Abdullah) berkata; maka sebagian kaum berpendapat; apabila ada yang bertanya dengan hanya satu, maka beliau akan menjawabnya. (HR. Ahmad (13729)).

  1. Disunnahkan untuk mentahnik dan mendoakan kepadanya keberkahan

At-tahnik adalah menghaluskan sesuatu dengan cara menggigitnya di dalam mulut kemudian meletakkan sesuatu yang dihaluskan tersebut ke dalam mulut bayi sambil menempelkannya ke langit-langit mulut bayi tersebut, kemudian menggosok-gosokkanya dengan jari sampai proses tahnik ini selesai. Al-Hink berarti bagian atass mulut. Hikmah dari mentahnik bayi ini adalah agar melatih bayi untuk dapat memakan sesuatu dan memperkuat rahang-rahang mulutnya dan yang seharusnya dilakukan dalam proses tahnik adalah agar si bayi terus membuka mulutnya sampai makanan yang telah dihaluskan tersebut benar-benar sudah berada di dalam mulut bayi.

Yang paling utama untuk digunakan dalam hal ini adalah at-thamr (kurma yang telah matang dengan sempurna), apabila tidak ada thamr maka boleh digantikan dengan ruthob (kurma yang baru saja matang yang biasa disebut sebagai kurma muda). Apabila keduanya tidak ada maka boleh dengan hal yang lainnya seperti halawiyat (sejenis manisan arab) atau menggunakan madu dan semua makanan-makanan ini lebih utama digunakan daripada makanan yang lainnya. Kemudian boleh juga menggunakan makanan yang tidak dibuat dengan cara dipanggang/sentuhan api seperti susu atau yang lainnya yang mana pembuatannya tidak menggunakan api.

Apakah disunnahkan untuk melakukan adzan pada telinga kanan bayi, dan iqamah pada telinga kirinya ketika lahir?

Menurut Ibnu Qudamah al-Maqsisi;”Sebagian ahlul ilmi berkata bahwa perbuatan tersebut adalah sunnah, maka agar orang tuanya melakukan adzan di telinga anaknya ketika dia baru dilahirkan sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits ‘Ubaidullah bin Abi Rafi’ dari ayahnya;

أنّ النّبيّ أذن في أذن الحسن بن عليّ حين ولدته فاطمة.

Artinya: “bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengumandangkan adzan pada telinga Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).

Juga riwayat dari Umar bin Abdul ‘Aziz, apabila dirinya dikaruniai seorang anak maka ia mengambil bayi tersebut dan meletakkannya di atas kain kemudian mengazankan ditelinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya.

Menurut penulis, adapun hadits Abu Rafi’ di atas adalah hadits yang berderajat dhaif/ lemah yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Tirmizi, dan Thobaroni dalam Mu’jam al-Kabir dan Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya, juga diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dan sunan al-Kubra, semua periwayatan tersebut terfokus jalurnya melalui seorang perawi yang bernama ‘Asim bin ‘Ubaidullah, sedangkan ‘Asim adalah seorang perawi yang dhaif/lemah.

Adapun riwayat lain yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya dari jalur Ibnu Abi Yahya dari Abdullah bin Abu Bakr, bahwa sesungguhnya Umar bin Abdul Aziz mengazankan anaknya setiap dia diberikan karunia anak, kemudian mengazani anaknya tersebut di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya kemudian menamai bayi tersebut langsung pada saat itu. Ini adalah riwayat yang tidak sahih, sanadnya tidak sampai kepada Umar bin Abdul Aziz, dalam sanad tersebut terdapat seorang perawi yang bernama Ibrahim bin Abi Yahya dan dia adalah seorang pendusta/kazdab, demikian penilaian Yahya ibn ma’in terhadapnya Imam Ahmad bin Hanbal memandang Ibrahim bin Abi Yahya adalah seorang yang haditsnya tidak boleh ditulis dan manusia meninggalkan haditsnya. Kemudian Imam Ahmad menerangkan bahwa dia telah banyak meriwayatkan hadits-hadits munkar yang tidak ada asal usulnya, bahkan diceritakan apabila dia (Ibrahim bin Abi Yahya) sering mengambil kabar-kabar yang tengah ramai diperbincangkan manusia kemudian menjadikannya hadits dalam bukunya.

Maka pendapat yang rajih (yang lebih kuat dan terpilih oleh penulis) adalah tidak disunnahkan untuk melakukan adzan pada telinga kanan bayi yang baru lahir dan juga tidak disunnahkan melakukan iqamah pada telinga kirinya. Inilah pendapat yang diambil oleh Imam Malik dan dirajihkan (dipilih) oleh Syaikh al-Albaniy.

  1. Wajibnya memberikan air susu kepada bayi

Wajib bagi seorang ibu untuk memberikan air susu kepada anaknya apabila dia masih berada dalam perlindungan suaminya ( tidak bercerai). Berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233;

ولوالدات يرضعن أولدهنّ حولين كاملين لمن أراد أن يتمّ الرّضاعة

Artinya: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yag ingin menyusui secara sempurna”. (QS. al- Baqarah: 233).

REFERENSI:

Judul                                 : Hukum setelah kelahiran

Judul Buku                      : Fiqih seputar hukum kelahiran

Cetakan pertama            : Februari 2021

Cetakan kedua                : September 2021

Penulis                             : Syaikh Umar bin ‘Awadh bin Dahmasy al-Gharieb

Penerbit                           : Sinnaur press

Diringkas oleh   : Dewi sartika pengajar di ponpes darul Qur’an wal Hadits Ogan Komering Ulu Timur Sumsel

Baca juga artikel:

Panduan Memberi Nafkah Istri

Sikap Kita Terhadap Ahli Bid’ah

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.