HALALKAH MEMAKAN DAN MEMELIHARA HAMSTER?
SOAL
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
Semoga Allah selalu menjaga ustadz dan keluarga serta seluruh kaum muslimin.
Izin bertanya pak ustadz.
Apa hukumnya memelihara hamster? Apakah ia najis? Seandainya tidak boleh dipelihara, apakah harus dibunuh atau cukup dibuang saja?
Terima kasih. Jazaakumullaahu khairan
Faisal, Bekasi.
JAWABAN
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillah. Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah.
Pada dasarnya semua hewan yang ada di bumi ini adalah halal untuk manusia, kecuali yang kita dapatkan dalil akan keharamannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah yang menciptakan untuk kalian apa-apa yang di bumi seluruhnya.” (QS Al-Baqarah: 29)
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa hewan yang haram dimakan atau menyebutkan ciri hewan yang dilarang untuk dimakan, seperti: ular, kelajengking, kodok, yang memiliki taring dan buas, burung yang mencengkram dengan cakarnya dan lain-lain. Hewan-hewan yang tidak didapatkan dalil pengharamannya maka hukumnya adalah halal.
Hamster termasuk hewan yang memiliki kemiripan dengan tikus, dan sebagaimana kita ketahui bahwa memakan dan memelihara tikus hukumnya adalah haram. Akan tetapi, apakah hamster benar-benar bisa dikategorikan sebagai tikus atau bukan? Inilah yang menjadi permasalahannya.
Sebagian ulama memasukkannya ke dalam jenis tupai-tupaian karena melihat prilaku, makanan dan cara menyimpan makanannya di pipinya sangat mirip dengan tupai. Sebagian ulama ada juga yang memasukkannya ke dalam jenis kelinci-kelincian. Oleh karena itu, kita mendapatkan sebagian fatwa ulama yang menghalalkan hamster dan membolehkan untuk memeliharanya.
Dan ada juga ulama yang memasukkannya ke dalam jenis tikus-tikusan. Jika dimasukkan ke dalam jenis tikus-tikusan, maka tentunya hukumnya haram untuk dimakan dan dipelihara, bahkan diperintahkan untuk dibunuh.
Di dalam ilmu Biologi, hamster dimasukkan ke dalam subfamili Cricetinae dan subfamili ini memiliki sekitar 19 spesies. Dan hamster dan tikus sama-sama dalam superfamili Muroidea.
Kita mendapatkan jenis hewan yang mirip dengan tikus, seperti jarbu’ (جربوع) dalam bahasa Arab. Jenis hewan ini dinyatakan halal oleh sebagian ulama. Di dalam bahasa Inggris disebut dengan Jerboa dan memiliki nama latin Dipodinae. Tetapi superfamilinya adalah Dipodoidea, berbeda dengan jenis tikus dan hamster yang dikategorikan dalam superfamili Muroidea. Mereka baru bergabung dalam subordo yang sama, yaitu Myomorpha.
Dan ternyata ada jenis tikus yang terkadang disebut juga sebagai hamster, contohnya adalah yang disebut dengan hamster bermahkota. Sebenarnya dia adalah jenis tikus yang bernama latin Lophiomys imhausi dan contoh tikus lainnya yang juga disebut sebagai hamster adalah jenis tikus yang bernama latin Calomyscus spp. dan Mystromys albicaudatus.
Melihat paparan di atas, kita bisa melihat bahwa hamster sangat dekat dengan jenis tikus-tikusan, bahkan sebagian yang dinamakan hamster adalah benar-benar jenis tikus.
Meskipun secara hukum asalnya tidak ada dalil yang melarang untuk memakan hamster dan memeliharanya, tetapi dalam syariat kita berlaku hukum yang dinamakan saddu adz-dzari’ah, yaitu menutup semua jalan atau sarana menuju ke yang haram.
Dengan dilarangnya kita memakan hamster dan memeliharanya, maka ada beberapa hal yang kita bisa dapatkan:
- Kita bisa keluar dari perselisihan para ulama menuju ke yang lebih aman, dan ini sangat dianjurkan.
- Kita terhindari dari keragu-raguan, karena sebagian jenis tikus dinamakan sebagai hamster, sehingga ini akan membuat orang-orang yang tidak paham dengan jenis ini menganggap bahwa dia adalah hamster padahal dia adalah tikus.
- Kita akan terjauh dari penyerupaan dengan orang-orang kafir, karena kaum muslimin dari dulu tidak memiliki kebiasaan memelihara hamster dan tikus.
- Kita akan terhindar dari tuduhan orang-orang yang menyangka itu adalah tikus.
- Kita akan terhindar dari mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Mengenai pertanyaan di atas “seandainya tidak boleh dipelihara, apakah harus dibunuh atau cukup dibuang saja?”, maka saya katakan, “Yang lebih baik adalah dibuang saja.”
Wallahu a’lam bishhawab. Billahittaufiq.
Dijawab oleh:
Ust. Said Yai Ardiansyah, M.A.
- Direktur Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur
- Ketua Yayasan Kunci Kebaikan OKU Timur
- S1 Alumnus Universitas Islam Madinah, KSA
- Ustadz Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia Korwil Palembang dan OKU
Baca juga artikel:
baarakallahu fiika Ustadz
wafiika barakallah