Fenomena Childfree dalam Tinjauan Islam

childfree dalam islam

Fenomena Childfree dalam Tinjauan Islam – Sesungguhnya syariat Islam datang dengan membawa hikmah dan maslahat untuk kelangsungan hidup manusia, diantara syariat Islam yang penuh hikmah adalah Allah subhanahu wata’ala syariatkan pernikahan pada umat Islam, sehingga kehidupan mereka tidak sama dengan kehidupan binatang, yang dengan adanya syariat pernikahan menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia dan menjadi salah satu makhluk terbaik yang Allah ciptakan. Allah subhanahu wata’ala maha mengetahui kebutuhan manusia sebagai makhluk yang lemah, sehingga Allah ciptakan manusia berpasang-pasangan agar bisa menghasilkan keturunan. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..” (QS. An-Nisa: 1).

Ustadz Bahraen (2021) mengartikan childfree sebagai keputusan untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Jika berkaitan dengan hak asasi manusia, memang ini merupakan suatu pilihan yang semua orang bebas untuk memilihnya. Apakah dia akan menundanya untuk sementara ataupun selamanya dia tidak ingin memiliki anak. Terlepas dari itu semua, sebagai umat Islam kita berusaha menjalankan syariat Islam semaksimal yang kita bisa. Dan harus kita camkan bahwa kebahagiaan sejati hanyalah pada ketaatan terhadap perintah Allah. Adapun mengikuti cara ataupun metode di luar yang disyariatkan untuk meraih kebahagiaan hanya akan menghasilkan kebahagiaan yang semu dan berakhir dengan kesengsaraan.

Sedangkan menurut Ustadz Jawas (2018), diantara tujuan menikah adalah untuk memperoleh keturunan yang salih, yakni untuk menjaga keberlangsungan generasi anak adam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

Artinya:“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 72).

Diantara hikmah pernikahan adalah menjadi kekuatan bagi umat Islam, memperbarui generasi muda, serta menghinakan musuh-musuh Islam karena ia menjadi perantara (wasilah) dalam menambah jumlah kaum muslimin di seluruh dunia untuk memakmurkan bumi dan menyebarkan agama Allah (al-Malik Fahd, 2015). Oleh karenanya Nabi menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur (Jawas, 2018). Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

تَزَوَّجُوا الوَدُودَ الوَلودَ، فإني مُكَاثِرٌ بكم الأنبياءَ يومَ القيامةِ

Artinya: “Nikahilah wanita yang penyayang dan subur. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan para Nabi pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dan Ath-Thobroni).

Bisa kita pahami dari hadis di atas, banyaknya populasi umat Islam menjadi suatu kebanggan bagi Nabi Muhammad pada hari kiamat, maka tidak inginkah kita menjadi bagian dari kebanggan Nabi di hari kiamat kelak? Maka jika kita tinjau dari sudut pandang Islam, childfree bertentangan dengan konsep pernikahan dalam Islam dalam beberapa poin berikut:

  1. Menyalahi Fitrah Manusia

Sesungguhnya fitrah manusia yang lurus menginginkan keturunan untuk meneruskan nasabnya. Dan Allah telah menjadikan anak-anak sebagai perhiasan dunia bagi orang tua. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ

Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Betapa banyak pasangan yang telah menikah mendambakan kelahiran buah hatinya namun tak kunjung datang, karena pada fitrahnya terdapat kebahagiaan dan kesenangan pada anak-anak.

  1. Menyelisihi Sunnah Para Nabi ‘alaihimussalam.

Di dalam banyak ayat, Allah menyebutkan bahwa para Nabi ‘alaihimussalam meminta untuk dikaruniai keturunan yang shalih. Diantaranya adalah Nabi Zakaria ‘alaihis salam terus meminta keturunan kepada Allah walaupun usia beliau saat itu sudah beranjak tua, beliau terus berdo’a hingga Allah Subhanahu Wata’ala mengabulkannya.

وَزَكَرِيَّآ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥ رَبِّ لَا تَذَرْنِى فَرْدًا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْوَٰرِثِينَ فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ

Artinya: Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.”(QS. Al-Anbiya: 89-90).

Do’a yang beliau panjatkan terabadikan di dalam al-Quran. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100).

  1. Keturunan yang Salih Adalah Aset untuk Meraih Amal Jariyah

Sesungguhnya kehidupan di dunia ini adalah ladang untuk beramal salih, kita berusaha semaksimal mungkin untuk mencari bekal menuju kampung akhirat yang abadi. Terlebih lagi amal perbuatan manusia akan terputus ketika ia wafat sehingga tidak mungkin lagi bisa beramal salih ketika sudah berada di alam barzah. Namun Nabi memberikan pengecualian, ada tiga amalan yang terus mengalir walaupun seseorang tersebut sudah wafat. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إذا مات الإنسان انقطع عمله إلّا من ثلاث: صدقة جارية, و علم ينتفع به, وولد صالح يدعو له.

Artinya: “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Maka salah satu aset untuk meraih amal jariyah adalah anak yang salih yang mendo’akannya. Dan tidak akan mendapatkan keutamaan ini kecuali dia memiliki keturunan dari hasil pernikahannya.

  1. Rasulullah Mendoakan Sahabatnya agar Memiliki Anak yang Banyak.

Ustadz Jawas (2018) berpendapat bahwa dianjurkan untuk memiliki anak yang banyak, serta tidak boleh takut akan berkurangnya rizki karena banyaknya anak. Bahkan beliau menanggap tindakan pembatasan anak seperti program keluarga berencana (KB) sebagai tindakan yang diharamkan syariat.

Rasulullah pernah mendoakan salah seorang sahabat, yaitu Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu, sahabat yang telah melayani beliau selama sepuluh tahun, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berdoa:

اللّهمّ أكثر ماله وولده, وبارك له فيما أعطيته

Artinya: “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya apa-apa yang Engkau anugerahkan kepadanya.” (HR. Al-Bukahri dan Muslim).

Maka dari itu anggapan bahwa memiliki anak yang banyak adalah hal yang merepotkan, menyebabkan kurangnya rizki, dan anggapan buruk lainnya adalah anggapan yang keliru. Karena tidaklah Nabi mendoakan sesuatu melainkan itu merupakan kebaikan untuk yang didoakan dan akan membawa keberkahan padanya.

Kesimpulan

Memiliki anak merupakan salah satu karunia terbesar yang Allah berikan kepada pasangan yang telah menikah. Oleh karenanya tidak layak bagi seorang muslim untuk sengaja menunda memiliki anak tanpa sebab yang diizinkan syariat atau bahkan tidak menginginkan anak sama sekali dalam pernikahannya atau yang disebut dengan istilah childfree. Cukupkanlah dengan apa yang disyariatkan oleh Allah untuk meraih kebahagiaan sehingga tidak perlu mengikuti metode ataupun gaya orang kafir dalam meraihnya. Maka kebahagiaan sejati ada pada ketaatan terhadap perintah Allah dan mengikuti petunjuk Nabi-Nya.

 

Referensi

Al-Malik Fahd. (2015). Al-Fiqhu Al-Musyassar.Daar Alamiyah. Kairo.

Bahraen, Raihanul. (2021). Childfree dalam Pandangan Islam [Halaman Web]. Diakses 7 Desember 2021, dari https://muslim.or.id/68365-childfree-dalam-padangan-Islam.html

Jawas, Y.A. (2018). Panduan Keluarga Sakinah. Pustaka Imam Asy-Syafi’i. Jakarta

Disusun Oleh: Sahl Suyono (Staf Pengajar Ponpes Darul Quran wal Hadis OKU Timur)

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.