Seorang yang sholat dilarang untuk berbicara. Dan sebelumnya, sebelum datang larangan untuk berbicara di dalam sholat, bila ada perlu, sebagian sahabat berbicara kepada yang lainnya, hingga turun firman Alloh: “dan dirikanlah sholat untuk Alloh dengan penuh khusyuk dan tenang.” (Al-Baqoroh:238) maka para sahabat pun diperintahkan untuk diam, dan dilarang untuk berbicara. (seperti dalam hadits yang diriwayatkan secara Muttafaq alaih)
Namun tentu ada hal yang kadang terjadi saat sholat, yang menyebabkan seseorang perlu untuk berbicara, padahal ia dilarang untuk berbicara saat sholat. Lalu apa yang ia lakukan? Bila imam kelupaan, dan perlu untuk diingatkan, bagaimana yang harus diperbuat? Maka di sini Nabi memberikan pengertian kepada sekalian kaum muslimin akan hal ini dengan sabda beliau dari riwayat Abu Huroiroh:
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلّى الله عليه وسلّم: «التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ، وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Huroiroh berkata, Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Mengucapkan tasbih itu untuk kaum lelaki, sedangkan tepuk tangan itu untuk wanita.” (Muttafaq alaih, sedangkan Imam Muslim menambahkan kata: di dalam sholat)
Makna Hadits
Maknanya adalah bahwa bila ada sesuatu yang terjadi, sedangkan dia sendiri tengah sholat, misalnya ia hendak memperingatkan imam, atau ingin memberi peringatan terhadap seseorang, atau ada seseorang yang menginginkan sesuatu dari orang yang sholat, sedangkan orang itu tidak tahu kalau orang yang dicari tengah sholat, maka orang yang sholat ini mengucapkan tasbih. Ia mengatakan “Subhanalloh”. Ini untuk kaum lelaki.
Adapun untuk kaum wanita, bila ada sesuatu yang terjadi sedangkan dia tengah sholat, maka ia menepuk tangan.
Dan hal ini adalah suatu bentuk kemurahan dan anugerah dari Alloh atas hamba-Nya. Karena ketika Alloh menasakh (menghapuskan) bolehnya berbicara di dalam sholat, maka Alloh masih menyisakan sesuatu yang bisa memberi kemanfaatan dan dengannya suatu maksud bisa diwujudkan, seperti halnya ucapan tasbih dalam masalah ini.
Dan dalam riwayat Baihaqi, dari Abu Huroiroh berkata: Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Apabila dimintakan izin atas seseorang sedangkan dia tengah sholat, maka izin yang ia berikan adalah dengan bertasbih. Dan bila dimintakan izin kepada seorang wanita sedangkan dia tengah sholat, maka izinnya adalah dengan bertepuk.” Syaikh Albani mengatakan, ini adalah hadits yang sanadnya shohih sesuai dengan syarat Bukhori.
*Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan: Apabila imam lupa, kemudian dia melakukan suatu perbuatan (dalam sholat) bukan pada tempatnya, maka para makmum haruslah mengingatkannya. Bila mereka kaum lelaki, mereka mengucapkan tasbih. Bila mereka kaum wanita, mereka bertepuk dengan menepuk tangan, yaitu bagian dalam tangan ditepukkan pada bagian luar tangan yang satunya. Inilah yang menjadi pendapat Syafi’i.
Hal ini didasarkan pada hadits yang telah disebut di atas: “Mengucapkan tasbih itu untuk kaum lelaki, sedangkan tepuk tangan itu untuk wanita.” Juga dari Sahl Bin Sa’d berkata: Rosululloh n bersabda: “Bila ada sesuatu yang terjadi pada kalian di dalam sholatnya, maka hendaknya kaum lelaki bertasbih, dan kaum wanita bertepuk.” (Muttafaq alaih). Demikian pula Abdulloh Bin Umar berkata: aku bertanya kepada Bilal: Bagaimanakah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab mereka ketika orang-orang memberi salam pada beliau dalam sholat? Maka Bilal menjawab: “Beliau memberi isyarat dengan tangannya.” (HR.Turmudzi dan Nasa’i) Juga dari Shuhaib berkata: Aku melewati Rosululloh n sedangkan beliau tengah sholat. Lalu akupun memberi salam pada beliau, kemuddian Nabi menjawabku dengan memberi isyarat. Shuhaib berkata: “Aku tidak tahu, melainkan bahwa beliau memberi isyarat dengan jari beliau.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi) Turmudzi berkata: Dua hadits ini shohih.
Sedangkan Malik mengatakan: tasbih itu untuk kaum lelaki dan juga kaum wanita, berdasarkan ucapan Nabi:
مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ
“Barangsiapa yang terjadi padanya sesuatu hal dalam sholatnya, maka hendaknya ia mengucapkan subhanallah.” (Muttafaq alaih).
Namun hadits yang dijadikan sandaran Malik, itu (yakni dengan bertasbih) adalah untuk kaum lelaki. Dan hadits yang telah disebutkan di atas mengenai tasbih untuk kaum lelaki dan bertepuk untuk wanita, memberikan tafsiran untuk hadits yang dijadikan dalil Imam Malik tersebut. Karena dalam hadits tersebut terdapat perincian dan keterangan tambahan, sehingga mengharuskan untuk mengambil keterangan rinci tersebut.
Sedangkan dari Abu Hanifah, dihikayatkan darinya bahwa memperingatkan seseorang dengan bertasbih,atau dengan ayat Al-Quran, atau dengan isyarat, membatalkan sholat. Karena itu adalah suatu bentuk pembicaran kepada seseorang. Ini didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Ghothofan dari Abu Huroiroh, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang memberi satu isyarat dengan tangannya dalam sholat dengan isyarat yang bisa membuat orang paham, maka sungguh itu telah memutuskan sholat.” (HR. Abu Daud)
Namun hadits ini adalah hadits yang dhoif, diriwayatkan oleh Abu Ghothofan, sedangkan dia seorang yang tak dikenal. Maka hadits-hadits shohih yang ada tidak bisa dipertentangkan dengan hadits yang dhoif ini.[1]
*Imam Nawawi dalam Roudhotut Thôlibîn berkata: “… Seandainya seseorang berbicara untuk kepentingan sholat; misalnya imam yang seharusnya duduk namun ia justru berdiri, lalu si makmum berkata: Duduklah! , maka batal sholat orang tersebut. Dan hal itu bukanlah hal menjadi udzur untuk boleh berbicara. Karena cara (mengingatkannya) adalah dengan bertasbih (bagi lelaki). Sekiranya ada seseorang yang hendak celaka, dan orang yang sholat ingin memperingatkannya, dan hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan berbicara, maka ketika itu orang yang sholat tersebut wajib untuk berbicara. Namun sholatnya batal, menurut pendapat yang lebih shohih.”
Menurut yang tersebut dalam Majmu’nya Imam Nawawi, kalau orang yang sholat melihat seseorang hendak terkena binasa, seperti halnya seorang buta hampir tercebur sumur, atau anak kecil hampir masuk ke kobaran api dan yang semacamnya, atau orang lalai dari bahaya binatang buas, dan yang semacamnya, maka apakah batal sholatnya? Beliau mengatakan, di sana ada dua sisi pendapat dalam madzhab ulama Syafiiiyyah. Yang paling shohih menurut penyusun Muhaddzab, juga Qodhi Abi Thoyyib, dan Mutawalli, hal itu tidak membatalkan sholat. Dan ini pendapat Ishaq Al-Marwazi. Sedangkan yang lebih shohih menurut Rofi’i, itu membatalkan sholat. (Al-Majmu’: 4/13)
*Bagaimana Wanita Bertepuk
Caranya adalah dengan menepukkan bagian dalam tangannya ke bagian punggung tangan yang lain. Atau dengan menepukkan punggung tangan ke bagian bagian dalam tangan lainnya. Atau dengan menepukkan tangan bagian dalam atas bagian dalam tangan yang lain. Mengenai hal ini terdapat kelonggaran, karena syariat tidak menentukan sifat tertentu. (Minhatul Allam). Namun ada baiknya kita melihat ke keterangan yang dibawakan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berikut: “Sekiranya seorang lelaki bertepuk, sedangkan perempuan bertasbih, maka mereka telah menyelisihi sunnah. Namun sholat mereka tidaklah batal. Dan cara bertasbih adalah dengan mengucapkan subhanalloh atau yang serupa dengan kata ini, dan diucapkan secara jahar (keras) di mana orang yang dituju mendengarnya. Sedangkan cara bertepuk bagi wanita adalah ia menepukkan punggung tangan kanannya pada tangan kiri bagian dalamnya, atau sebaliknya. Ada yang mengatakan ia menepukkan kebanyakan jari tangan kanannya pada punggung jari-jari kirinya. Ada lagi yang mengatakan ia menepukkan dua jari pada punggung tangan satunya. Dan cara-cara itu, semuanya berdekatan. Namun cara yang pertama itu lebih shohih dan lebih terkenal. Para ulama kami (ulama syafi’iyyah) berkata: janganlah seorang wanita menepukkan bagian dalam tangannya pada bagian dalam tangan yang lain.[2] Kalau ia melakukan hal itu atas dasar untuk bermain-main, maka sholatnya batal; dikarenakan bertentangan dengan kekhusyukan. Di antara ulama yang menyatakan batalnya sholat orang tersebut yang melakukannya atas dasar main-main adalah Qadhi Abu Thayyib. Namun bila ia tidak mengetahui keharaman perbuatan ini, maka itu tidak membatalkan. (Al-Majmu’ 4/13)
Berapa Kali dilakukan?
Bila orang yang hendak diberi peringatan telah sadar dengan satu kali tasbih, maka tidak perlu tasbih diucapkan kembali. Karena ucapan ini adalah dzikir yang disyariatkan karena satu sebab tertentu. Sehingga ucapan tasbih ini dihentikan dengan hilangnya penyebabnya.
Mengapa Dibedakan Antara Lelaki Dan Perempuan
Hikmah perbedaan antara kaum lelaki dan perempuan mengenai masalah memberi peringatan di tengah sholat sudah jelas, yaitu bahwa perempuan diperintahkan untuk merendahkan suaranya di dalam sholat secara mutlak, karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Bila Wanita Sholat Bersama Sesama Wanita
Bila wanita sholat bersama sesama wanita saja, apakah ia bertasbih –karena tasbih adalah dzikir yang disyariatkan di dalam sholat, sedangkan bertepuk tidaklah demikian- atau apakah ia tetap bertepuk secara mutlak dalam setiap keadaan? Dalam masalah ini, memang ada memungkinkan untuk keduanya. Ulama yang mengambil keumuman hadits, dan bahwa wanita bertepuk dalam hal ini, maka berarti wanita bertepuk secara mutlak. Namun ulama yang memberi alasan bahwa tujuan perintah tersebut agar tidak menimbulkan fitnah bagi yang mendengarnya, maka mereka mengatakan, bahwa wanita ketika bersama sesama wanita, ia bertasbih.[3] Dan hal itu didukung oleh zhahir hadits yang disebutkan di awal. Bahwa ucapan “hendaknya lelaki bertasbih, dan wanita bertepuk” bisa dipahami darinya bahwa yang dimaksudkan adalah ketika berkumpulnya lelaki dan wanita dalam sholat. Karena dalam hadits tersebut Rosul memberikan masing-masing hukumnya tersendiri. Maka bila wanita sholat bersama sesama, maka mereka bertasbih.
Catatan: mengenai bertepuk, sebaiknya hal ini dihindari di luar sholat. Karena hal tersebut dirasa kurang pas dan tak ada contohnya dari kaum salaf. Bila mereka melihat hal yang menakjubkan, atau mendengar orasi atau syair, mereka tidaklah bertepuk. Itu mungkin cara yang didapat dari bangsa lain. Bila ada sesuatu yang mengundang takjub, kita katakan, ma sya
Alloh, atau Allohu Akbar dan yang semisalnya yang punya landasan dari syara’. Wallahu a’lam.
Demikian sekilas tentang hal-hal berkenaan dengan masalah di atas. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 03
[1] Pentahqiq dari Al-Mughni mengatakan: “Al-Azhim Abadi menukilkan dari Al-Iraqi bahwa perawi ini bukanlah seorang yang tak dikenal. Ada sekelompok perawi yang meriwayatkan darinya. Ia dipandang tsiqah oleh Nasai dan Ibnu Hibban.”
Syaikh Albani menghukuminya sebagai hadits munkar. Cacatnya hadits ini dikarenakan salah seorang perawinya, yaitu Ibnu Ishaq. Ia seorang mudallis, dan ia meriwayatkan hadits ini dengan lafazh ‘an. (bila seorang mudallis meriwayatkan hadits dengan lafazh ‘an, maka sanadnya dihukumi terputus).
[2] Meskipun sebagian ulama memandang itu boleh saja, karena itu pun dikatakan sebagai tashfiq (tepukan), dan seperti dikatakan di atas, tidak ada dalil yang menentukan caranya. Sedangkan yang melarang hal itu, dikarenakan itu menyerupai tepukan main-main. Maka bila wanita perlu bertepuk dalam sholat, maka sebaiknya ia menghindari cara yang dilarang oleh sebagian ulama, sebagai bentuk kehati-hatian.
[3] Imam Zarkasyi seperti dikutip dalam Mughni Muhtaj berkata: Mereka telah memandang bertepuk itu sifatnya mutlak bagi wanita. Namun tidak diragukan lagi bahwa tempat bertepuk adalah bila wanita ada bersama lelaki asing. Maka kalau ia bersama sesama wanita, atau lelaki yang menjadi mahromnya, maka ia bertasbih, seperti halnya membaca keras di hadapan mereka.”
Terimakasih penjelasannya