Akhlaq Salaf- Pengertian Akhlaq Salaf
Untuk menjadi seorang muslim yang berakhlaq mulia, tentunya kita perlu memahami benar maksud akhlaq mulia itu sendiri menurut syariat Islam. Dari sejumlah penjelasan para ulama mengenai akhlaq mulia, terdapat satu benang merah yang dapat kita simpulkan; yaitu akhlaq mulia itu terangkum dalam bentuk ketudukan dan ketaqwaan kepada Allah Ta’ala kapan pun dan dimana pun kita berada hingga menimbulkan rasa malu sekaligus takut kepadaNya, sikap santun dan lemah lembut terhadap sesama makhluk sehingga timbul rasa saling menghormati dan juga menjaga hak-hak sesama, serta menjaga kehormatan diri dengan nilai-nilai Islam yang luhur sehingga melahirkan pribadi yang terhormat lagi mulia.
Berikut ini beberapa nukilan dari pernyataan para ulama mengenai hakikat akhlaq mulia menurut islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: “Berakhlaq Mulia terhadap sesama manusia terwujud dengan cara menyambung tali silaturrahmi dengan orang yang memutuskan darimu; bisa berupa mengucap salam kepadanya, menghormatinya, mendoakannya, memohon ampunan untuknya, memuji kebaikannya, serta mengunjunginya.
Juga dengan cara tetap memberi kepada orang yang selama ini enggan mengajarkan ilmu dan enggan memberikan manfaat atau hartanya atasmu. Atau, memaafkan siapa saja yang telah mendzalimimu dalam urusan darah, harta, maupun kehormatan. Perkara diatas ada yang hukumnya wajib, ada pula yang sunnah.[1]
Al-Mawardi Rahimahullah mengungkapkan: “Seseorang dikatakan berakhlaq mulia jika budi pekertinya halus, berwatak lembut, wajah ceria, tidak suka menghardik, dan selalu bertutur kata yang baik.”[2]
Syaikh Ibnu Sa’di Rahimahullah, mengakatakan: ”Akhlaq mulia adalah akhlaq yang utama dan agung. Ia dibangun diatas kesabaran, kelembutan dan kecenderungan pada perangai yang terpuji. Akhlaq inipun melahirkan sifat yang mudah memaafkan, mampu bersikap toleran terhadap kekeliruan orang lain, dan senang berbagi menfaat terhadap orang lain. Akhlaq terpuji terwujud pula dengan kesabaran dalam menghadapi berbagai kejahataan orang lain, memaafkan kekeliruan sesamanya, dan membalas keburukan mereka dengan kebaikan.
Seperti itulah yang Allah sebutkan dalam Firman-Nya:
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang yang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”[3]
Al-Ghazali Rahimahullah mengatakan: “ Menurut sebagian ulama, di antara ciri-ciri akhlaq mulia adalah malu untuk melakukan keburukan, tidak senang menyakiti, senang melakukan kebaikan, berkata jujur, tidak banyak bicara namun banyak berkarya, sedikit melakukan kesalahkan yang berulang-ulang, dan tidak banyak ikut campur urusan orang lain.
Akhlaq mulia juga ditandai dengan sifat tenang, sabar, selalu bersyukur, ridha terhadap manis pahitnya kehidupan, sederhana, lemah lembut, serta pandai menjaga kesucian, dan harga diri. Selain itu, ia ditunjukkan juga dengan munculnya sifat penyayang, tidak senang melaknat atau mencela benda maupun manusia, tidak suka mengadu domba atau memfitnah, tidak tergesa-gesa, tidak bersifat hasad dan kikir, maupun tidak bermanis-manis di bibir dan wajah namun diam-diam memendam dengki dalam hati. Juga, mencintai dan membenci seseorang karena Allah, serta ridha dan marah karenaNya.”[4]
Yusuf bin Asbath Rahimahullah menyebutkan bahwa akhlaq mulia terangkum dalam sepuluh hal, yaitu: tidak suka terpancing dengan perbedaan pendapat, bersikap adil, menjauhi suatu keramaian yang tidak berfaedah, memperbaiki yang terlihat tidak baik, tidak segan minta maaf, tabah menghadapi kesulitan dan kepedihan hidup, tidak menyalahkan orang lain dan introfeksi diri saat mengalami kegagalan, tidak mencari-cari kekurangan orang lain, murah senyum kepada semua orang, bertutur kata santun kepada semua orang baik muda ataupun tua.[5]
Al-Hasan Rahimahullah mengatakan bahwa akhlaq mulia itu berarti berjiwa mulia, bermurah hati, dan tabah menghadapi cobaan.[6] Dalam kesempatan lainnya, al-Hasan Rahimahullah berkata: “Akhlaq mulia diwujudkan dengan wajah berseri, rela mendermawankan harta dengan baik, mencegah keburukan agar tidak menimpa orang lain.”[7]
Sebagian ahli balaghah mengatakan: “Akhlaq mulia pada diri seseorang akan menenangkan dan menjamin keselamatan bagi orang lain, sedangkan akhlaq tercela akan menjadi musibah bagi orang lain selain melelahkan diri sendiri.”[8]
Salah seorang penyair berkata: “Orang yang berakhlaq baik akan memiliki banyak teman dan sedikit musuh. Perkara yang sulit akan mudah baginya, begitu pun hati yang keras akan melunak terhadapnya.”[9]
Abu Hazim Salamah bin Dinar Rahimahullah pernah menyatakan: “Sejatinya orang yang berakhlaq buruk akan menyusahkan dan melelahkan diri sendiri. Bala ini akan menimpa dirinya, istrinya dan anak-anaknya. Bahkan keluarganya yang tengah bergembira, saat mendengar suaranya ketika masuk rumah akan menjauh dari dirinya. Hewan tunggangannya pun akan meringkik kesakitan. Betapa tidak? Orang itu terkadang melempar batu ke arah binatang itu tanpa alasan yang jelas. Anjingnya pun akan kabur, sebagaimana kucingnya yang lari ketakutan karena sifat buruknya.”[10]
Kedudukan Akhlaq Mulia Dalam Islam
- Berakhlaq Mulia merupakan Perintah Allah
Perhatikanlah Kitabullah!
Di dalamnya ada banyak ayat yang memerintahkan kita agar menghiasi diri dengan akhlaq-akhlaq yang terpuji, serta menjanjikan balasan kebaikan di dunia serta pahala yang sangat besar di akhirat.
Allah Ta’ala Berfirman:
لا تعبدون الا الله وبالوالدين احسانا وذ القربى واليتامى والمساكين وقولو للناس حسنا
Artinya: “… Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia….” [11]
Ayat ini berisi perintah agar kita mentauhidkan Allah Ta’ala. Setelah perintah yang agung tersebut, Dia pun mengiringinya dengan seruan supaya seorang hamba selalu berbuat kebajikan dan berakhlaq mulia kepada seluruh manusia.
Tatkala menafsirkan firmanNya: “Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,” Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu mengatakan: “Yaitu kepada setiap Manusia.”[12]
Senada dengan hal tersebut, Atha Rahimahullah menjelaskan: “Ayat ini memerintahkan kita agar memperlakukan umat manusia dengan baik, yang mukmin maunpun yang musyrik.”[13]
Demikianlah Allah memerintahkan para hamba-Nya agar bersikap santun dan berlaku baik kepada setiap orang; kawan maupun lawan, mukmin maupun kafir. Dalam ayat lain, Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘Alaihis salam:
فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Artinya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”[14]
Sudah pasti kita tidak lebih mulia daripada Nabi Musa ataupun Nabi Harun. Dan siapapun orangnya, sudah tentu dia tidak lebih buruk dari pada Fir’aun. Meskipun demikian, Allah memerintahkan kedua nabiNya itu agar bertutur kata yang lembut ketika berbicara kepada sang penguasa yang dzalim ini.
Bahkan Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma, mengatakan: Seandainya Fir’aun mengatakan kepadaku: ‘Baarakallahu fiik; semoga Allah memberkahimu’, pasti akanku jawab: ‘Wa fiik; dan juga untukmu.’ Namun ia telah lama mati.
Allah mendorong setiap hambanya agar tidak membalas keburukan dengan keburukan yang sama, karena tidaklah sama kebaikan dengan keburukan.
Allah Ta’ala berfirman:
ولا تستوى الحسنة ولا السيئه ادفع بالتى هي احسن فاذا الذي بينك وبينه عداوة كانه ولى حميم
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.”[15]
Maka, jangan sampai kebencian mendorong kita berlaku zhalim terhadap sesama, hingga kita mengabaikan akhlaq mulia.
Allah Ta’ala berfirman:
ولا يجرمنكم شنئان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى واتقواالله ان الله خبير بما تعملون
Artinya: “…Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”[16]
Ibnu Taimiyyah Rahimahulla, berkata: Ayat ini diturunkan terkait dengan kebencian kaum muslimin kepada orang-orang kafir, dan kebencian seperti ini diperintahkan oleh syariat. Apabila dalam konteks kebencian yang syar’i saja kita dilarang mendzalimi orang kafir, lantas bagaimana pula dengan kebencian terhadap sesama muslim yang secara umum lahir dari interpretasi dan hawa nafsu belaka? Orang muslim tersebut tentu lebih berhak diperlakukan secara baik, adil, dan tidak didzalimi.”[17]
Maka itu, Allah Ta’ala mendorong hamba-Nya untuk memiliki sifat pemaaf atas kedzaliman orang lain terhadap dirinya.
خذ العفو وامر بالعرف واعرض عن الجاهلين
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”[18]
- Akhlaq Mulia Adalah Warisan Rasulullah
Perhatikanlah hadits-hadits Rasulullah!
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa memotivasi umat ini (Islam) agar bersungguh-sungguh menghiasi diri dengan akhlaq mulia. Betapa tidak? Mendakwahkan akhlaq mulia merupakan misi diutusnya beliau ke tengah manusia. Karena itu, akhlaq mulia termasuk warisan beliau bagi kita semua.
Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[19]
Motivasi di atas bisa terlihat jelas dalam beberapa nukilan riwayat berikut.
- Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam bersabda:
اكمل المؤمنين ايمانا أحاسنهم اخلاقا الموطؤون اكنافا الذين يألفون ويؤلفون ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف
Artinya: “Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, paling lapang dadanya, paling mudah bersahabat dan disahabati. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersahabat dan disahabati.”[20]
- Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
ان خياركم احا سنكم اخلاقا
Artinya: “Sesungguhnya orang yang terbaik diantara kalian adalah orang yang paling bagus akhlaqnya.”[21]
- Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam bersabda:
استقم ولتحسن خلقك للناس
Artinya: “Istiqomalah di atas agama Allah dan baguskanlah akhlaqmu terhadap sesama manusia.”[22]
- Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam bersabda:
ان الناس لم يعطو شيئا خير من خلق حسن
Artinya: “Sesungguhnya manusia tidak dikaruniai sesuatu yang lebih baik daripada akhlaq mulia.”[23]
- Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai keindahan, Dia menyukai perkara-perkara yang indah, dan membenci perkara-perkara yang hina lagi tercela.”[24]
Rasulullah ditanya mengenai sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam syurga, lantas beliau menjawab: “Katakwaan kepada Allah dan akhlaq yang mulia.” Dan ketika ditanya mengenai sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke Neraka, beliau mejawab: “Mulut dan Kemaluan.”[25]
Masih banyak riwayat lain yang secara tersirat maupun tersurat mendorong dan memotivasi kita agar menghiasi diri dengan akhlaq mulia dan menjauhi segala akhlaq tercela.
Bersambung…
Referensi :
Ummu Ihsan dan Abu Ihsan. 2016. Ensiklopedi Akhlaq Salaf. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Diringkas oleh Hanadhia (Pengajar di Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadist)
[1] Majmu Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (X/658).
[2] Adab Ad-Dunya wa Ad-Din hlm.243
[3] Q.S Al-Araaf :199
[4] Ihya Ulumud Din(III/75)
[5] Ihya Ulumud Din(III/75)
[6] Jamiul ulum wal hikam hlm 160
[7] Ihya ulumuddin (III/75)
[8] Adabud Dunya wad Din hlm 237
[9] Adabud Dunya wad Din hlm.237
[10] Siyar A’lamin Nubala(VI/99)
[11] Q.S Al-Baqarah: 83
[12] Syu’abul Iman
[13] Tafsir Ibnu Jarir (II/296)
[14] Q.S Thaahaa:44
[15] Q.S Fushillat: 34
[16] Q.S Al-Maidah:8
[17] Minhajus Sunnah (V/126)
[18] Q.S Al-A’raf:199
[19] HR. Ahmad (no.8952) dan alBaihaqi dalam as-Sunanul Kubra (no.21301). Dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah (no.45)
[20] HR. Ath-Thabrani
[21] HR. Al-Bukhari no.6035
[22] HR. AlHakim no 7616
[23] HR. Ath-Thabrani dalam al mu’jamul kabir no 466.
[24] HR.Ath Thabrani dalam mu’jamul ausath no.6906 dari husain bin ali
[25] HR.Ahmad no.9696 dan ath thirmidzi no.2004.
Baca juga artikel:
Leave a Reply