AKHLAK-AKHLAK YANG TERCELA

aKHLAK TERCELApng

 

AKHLAK-AKHLAK YANG TERCELA- Diantara akhlaq tercela yang harus dihindari oleh seorang muslim adalah kezhaliman. Seorang muslim tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dianiaya,  maka kezhaliman (penganiayaan) tidak akan muncul dari seorang muslim kepada siapa pun dan ia juga tidak mau menerima kezhaliman dari siapa pun, sebab kezhaliman dengan berbagai jenisnya yang tiga itu telah diharamkan didalam kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah annabawiyyah.  Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

و من يظلم منكم نذقه عذابا كبيرا (19)

Artinya:

“Barangsiapa diantara kamu yang berbuat zhalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang keras (QS. Al-Furqan:19)

 

Tiga macam kezhaliman:

  1. kezhaliman hamba kepada rabbnya (yang pada hakikatnya bukan menzhalimi tuhan, akan tetapi kembali kepada dirinya sendiri) yaitu kufur kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

والكفرون هم الظلمون

Artinya:

dan orang orang kafir itulah orang orang yang zhalim” (Al-Baqarah:254)

  1. kezhaliman hamba kepada sesama hamba dan makhluk Allah lainnya, yaitu dengan mengganggu kehormatan, fisik, atau harta tanpa alasan yang benar. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من كانت عنده مظلمة لأخيه من عرضه, أو من شيء فليتحل له منه اليوم قبل أن لا

يكون دينار ولا درهم, اِن كان له عمل صالح أُخذ منه بقدر مظلمته, وأِن لم يكن له حسنة

أُخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

Artinya:

barangsiapa pernah melakukan suatu kezhaliman terhadap saudaranya berkenaan dengan kehormatan atau selainnya, maka hendaklah dia meminta kehalalan darinya hari ini, sebelum datang hari yang tidak lagi bermanfaat dinar maupun dirham, jika ia memiliki amal yang baik akan diambil seukuran kezhalimannya dan jika tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambilkan keburukan saudaranya lalu dipikulkan kepadanya.” [1]

  1. kezhaliman hamba kepada dirinya sendiri, berupa merusak diri dan melumurinya dengan pengaruh berbagai dosa dan kejahatan, keburukan dari kemaksiatan kepada Allah dan Rasulullah. Allah Ta’ala berfirman:

وما ظلمونا ولكن كانوا أنفسهم يظلمون

dan tidaklah mereka menganiaya kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (QS. Al-Baqarah:57)

Pelaku dosa besar dan kekejiaan pada hakikatnya menganiaya diri sendiri, karena menjerumuskannya kepada akibat akibat yang buruk dan kegelapan, sehingga pelakunya menjadi orang yang dilaknat Allah dan jauh darinya.

Iri dengki

Seorang muslim tidak mendengki, dengki bukanlah akhlaqnya maupun sifatnya, selagi ia mencintai kebaikan untuk masyarakat umum,dan lebih mengutamakannya daripada untuk dirinya sendiri, sebab kedengkian menghilangkan dua akhlaq yang mulia ini yaitu: cinta kebaikan dan itsar (mendahulukan orang lain)[1]

Seorang muslim tidak suka mendengki bahkan membencinyakarena iri dengki adalah menentang pembagian allah akan karunianya kepada makhluknya, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

أم يحسدون الناس على ما ءاتهم الله من فضله [2]

Artinya:

“ataukah mereka dengki kepada manusia (muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya?” (QS. An-Nisa:54)

 

Dua macam iri dengki:

Pertama: seseorang mengharapkan hilangnya nikmat harta, ilmu, kehormatan, kedudukan maupun lainnya dari orang lain agar pindah kepada dirinya.

Kedua: yang lebih jelek yaitu mengharapkan hilangnya nikmat pada orang lain, meskipun tidak pindah kepada dirinya dan ia tidak mendapat bagian apapun darinya.

Sedangkan al-ightibath bukan termasuk hasad (iri) karena ia hanya menginginkan memperoleh nikmat seperti  kenikmatan orang lain, berupa ilmu, harta, maupun kenyamanan lainnya tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang lain.

Kedengkian dengan dua jenisnya itu adalah haram secaera mutlak, maka seseorang tidak dihalalkan mendengki kepada seseorangpun, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

أم يحسدون الناس على ما ءاتهم الله من فضله

Artinya:

“ataukah mereka dengki kepada manusia (muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya? (QS. An-Nisa:54)

 

Celaan Allah terhadap akhlaq yang tercela ini menentukan hukum haramnya dan larangannya dari berbuat demikian. Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

لا تباغضوا ولا تحاسدوا ولا تدابروا ولاتقاطعوا وكونوا عبادالله أِخوانا, فلا يحل لمسلم أن

يهجر أخاه فوق ثلاث

Artinya:

janganlah kalian saling membenci, saling iri, saling bermusuhan, dan saling memutuskan hubungan ,dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, maka tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” 2

 

Jika terlintas dipikiran seorang muslim untuk mendengki sesuai watak manusianya dan tidak dijaminnya ia dari berbuat kesalahan, maka haruslah berusaha menolak pikiran dengki itu dari dirinya dan harus membencinya sehingga hasad tidak menjadi hasrat baginya. Jangan sampai ia berkata dengan menurutinya atau bertindakdengan hasad itu, sehingga akan menimbulkan kehancuran. Jika ada sesuatu yang membuatnya kagum, hendaklah mengatakan, maa sya allah (segala sesuatu atas kehendak Allah), laa haulaa wala quwwata illabillah (tiada kekukuatan kecuali dari Allah). Dengan cara ini maka iri dengki tidak akan berpengaruh padanya dan selamat lah dia.

Menipu

Seorang muslim senantiasa tunduk kepada Allah dengan tulus berbuat baik kepada setiap orang islam dan hidup dia atas kebaikan, maka ia tidak boleh menipu seorang pun, melanggar janji, maupun mengkhianati, karena menipu, berkhianat, melanggar janji adalah sifat tercela dan keji bagi seseorang, sedangkan kekejian bukananlah akhlaq seorang muslim, bukan pula menjadi sifatnya didalam kondisi apapun, karena kesucian jiwanya dengan akhlaq tercela itu yang betul betul jahat dan tidak ada kebaikannya, sedangkan seorang muslim senantiasa dekat dengan kebaikan dan jauh dari keburukan,

Akhlaq menipu yang tercela itu banyak bentuknya, seperti kami uraikan berikut:

  1. menghiasi perbuatan yang buruk, jahat, atau rusak agar saudaranya terjerumus kedalam kerusakan itu.
  2. memperlihatkan bagian luar sesuatu yang bagus dan baik dengan menyembunyikan bagian dalamnya yang buruk dan rusak.
  3. menampakkan apa yang menyelisihi maksud hatinya, merahasiakannya untuk menipu, memperdaya, dan mengelabui (orang lain)
  4. sengaja merusak harta orang lain atau istrinya , anaknya, pembantunya, kawannya dengan memfitnah atau mengadu domba.
  5. berjanji menjaga seseorang atau harta atau rahasianya, namun mengkhianatinya.

Sedangkan seorang muslim dalam menjauhi akhlaq ini (menipu), melanggar janji maupun khianat adalah demi menaati Allah dan Rasulnya. Allah Suabhanahu Wata’ala berfirman;

والذين يؤذون المؤمنين والمؤمنت بغير ما اكتسبوا فقد احتملوا بهتنا وأِثما مبينا

Artinya:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata “(QS. Al-Ahzab:58)

 

Allah Suabhanahu Wata’ala berfirman;

ولايحيق المكر السيئ الا بأهله

Artinya:

rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri” (QS. Fathir:43)

 

Riya

Seorang muslim tidak akan berbuat riya, karena riya adalah kemunafikan dan kesyirikan. Sedang seorang muslim adalah orang yang beriman lagi bertauhid, dengan imannya dan tauhidnya dia menentang akhlaq riya’ dan kemunafikan. Maka seorang muslim tidak akan pernah menjadi seorang munafik dan tidak pula seorang tukang pamer(riya’)

Cukuplah seorang muslim didalam membenci akhlaq tercela ini dan menjauhinya dengan mengetahui, bahwa sesungguhnya allah dan rasulnya membenci dan mengancam perbuatan riya’. Allah mengancam orang orang yang pamer dengan siksaan, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

فويل للمصلين.4 الذين هم عن صلاتهم ساهون .5 الذين هم يراءون .6

Artinya:

maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, yaitu orang orang yang lalai dari shalatnya dan orang orang yang berbuat riya (QS. Al-Ma’un: 4-6)

Adapun hakikat dari riya (pamer) adalah sebagai berikut:

  1. jika seorang hamba bertambah ketaatan ibadahnya dikala dipuji atau disanjung didalam ketaatannya tersebut dan ia akan meninggalkannya jika dicela pada ketaatannya itu.
  2. jika seseorang rajin beribadah dikala bersama manusia lain, akan tetapi menjadi malas dikala sendirian.
  3. mau bersedekah, namun bila tidak ada yang melihatnya, dia tidak mau bersedekah.
  4. membicarakan kebenaran dan kebaikan atau melaksanakan ketaatan dan kebaikan tetapi bukan murni karena Allah , namun juga karena manusia atau bukan karena Allah sama sekali, hanya karena manusia semata.

Ujub dan terpedaya

Seorang muslim harus waspada terhadap sikap berbangga diri (ujub) serta keterpedayaan dan bersungguh-sungguh agar keduanya jangan sampai menjadi sifatnya dalam kondisi bagaimanapun , karena keduanya penghalang terbesar untuk mencapai kesempurnaan dan penghancur tebesar bagi kedudukan dan harta.

Berapa banyak kenikmatan yang berbalik menjadi bencana, disebabkan ujub dan terlena. Berapa banyak kejayaan yang dirombak oleh keduanya menjadi kehinaan. Berapa banak kekuatan yang dilumpuhkan menjadi kelemahhan, maka cukuplah keduanya sebagai penyakit yang berbahaya. Cukuplah keduanya sebagai perusak pelakunya , karena itulah seorang muslim harus mewaspadai dan takut dari keduanya dan karena ini pulaAl-kitab dan As-sunnah mengharamkannya, memperingatkannya agar menjauhi dan mewaspadai keduanya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وغرتكم الأماني حتى جاء أمرالله وغركم با لله الغرور

Artinya:

dan kalian ragu ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah dan penipu (setan) telah memperdayamu tentang (keimanan) kepada Allah “ (QS. Al-Hadid:14)

Beberapa contoh:

  1. iblis laknatullah alaih membanggakan kedudukannya, tertipu oleh dirinya sendiri dan asal kejadian dirinya ,ia berkata, ”engkau jadikan aku dari api , sedangkan dia dari tanah!Maka Allah menjauhkan dan mengusirnya dari rahmat-Nya dan dari kesenangan dihadirat kesucian-N
  2. kaum ‘ad merasa bangga dengan kekuatannya, tertipu oleh keraja’anya, mereka berkata “siapa yang lebih kuat dari kita?Maka Allah menimpakan azab yang menghinakan didalam kehidupan dunia dan akhirat.
  3. suatu ketika Nabi Sulaiman pernah lupa kemudian berkata: ”malam ini aku akan menggilir seratus permaisuriku dann masing masing akan melahirkan seorang pejuang dijalan Allah” beliau terlupa tidak mengucapkan “insya allah” maka Allah menggagalkan beliau dari harapan memiliki anak itu (lihat Bukhari, no.6720)
  4. para sahabat Rasulullah pada perang Hunain merasa bangga karena banyaknya jumlah pasukan mereka saat itu, mereka mengatakan ”hari ini kita tidak akan dikalahkan oleh pasukan yang jumlahnya sedikit” kemudian mereka diserang secara bertubi-tubi sampai terdesak, sehingga bumi yang luas terasa sempit bagi mereka , kemudian mereka lari terbirit-birit dan kocar

Bentuk bentuk keterpedayaan:

  1. didalam ilmu: seseorang merasa bangga dengan ilmunya, dan tertipu dengan banyaknya pengetahuan, sehingga menjadikannya tidak mau lagi menambah ilmu atau mencarinya, atau sampai membuatnya meremehkan para ahli ilmu. Menganggap kecil orang selainnnya, maka cukuplah ini sebagai penghancur dirinya.
  2. didalam harta: seseorang terkadang bangga dengan hartanya yang melimpah, kemudian dia tertipu dengan banyaknya harta lalu menghambur-hamburkan atau berlaku boros, bergaya hidup mewah, menyombongkan diri terhadap terhadap orang lain dan meremehkan nasihat yang benar, maka hancurlah ia.
  3. didalam kekuatan: seorang terkadang bangga dengan kekuatannya, tertipu oleh keagungan pemerintahannya, kemudian melampui batas dan berbuat zhalim (aniaya) , merampas, mengancam, menakut-nakuti orang lain, padahal dalam sikap demikian terdapat kebinasaan dan bencananya.
  4. didalam kemuliaan: seseorang terkadang bangga dengan kemuliaannya, tertipu dengan nasab keturunan dan asalnya, kemudian tidak mau lagi berusaha menempuh usaha mencapai kemuliaan , malas mencari kesempurnaan, maka amalnya pun lamban karena terlena, sedangkan nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya (untuk meraih kebaikan), maka jadilah ia seorang yang rendahh, kecil, dan hina dina
  5. didalam beribadah: seseorang terkadang bangga dengan amalnya, tertipu dengan banyaknya ketaatan, membuatnya lancang kepada rabbnya, mengungkit ungkit pemberiannya, maka gugurlah amalnya, rusak karena ujubnya dan sengsara karena terpedaya.

Pengobatannya

Obat penyakit ini adalah ingat kepada Allah dengan menyadari bahwa segala yang dianugrahkan Allah kepadanya dihari ini berupa ilmu, harta, kekuatan, kejayaan, maupun kemuliaan bisa saja dilenyapkan keesokan harinya jika Allah menghendaki demikian. Dan ingatlah bahwa ketaatan seorang hamba kepada Allah sebanyak apapun tidak akan sebanding dengan sebagian kenikmatan yang dikaruniakan Allah kepada hambanya. Dan sesungguhnya Allah yang maha tinggi tidak didikte oleh apapun, sebab dia adalah sumber segala keutamaan, dan pemberi segala kebaikan, Rasulullah bersabda:

“tidak seorang pun diantara kamu yang diselamatkan oleh amal perbuatannya , (mereka bertanya”) dan tidak juga anda ya Rasulullah?: beliau menjawab: ”dan tidak juga aku, hanya saja Allah meliputiku dengan rahmat nya”[3]

Lemah dan malas

Seorang muslim tidak akan pernah lemah maupun malas, bahkan teguh dan rajin bekerja serta sangat giat, karena kelemahan dan kemalasn adalah dua akhlaq yang tercela. Karena itu seorang muslim tidak akan ditemukan sebagai seorang yang lemah maupun pemalas sebagaimana tidak ditemukan sebagai seorang yang pengecut, kikir, maupun bakhil. Maka mana mungkin dia hanya duduk berpangku tangan tanpa beramal , atau meninggalkan semangatnya bekerja untuk sesuatu yang sangat bermanfaat baginya, padahal dia beriman dengan aturan Allah (sebab akibat), dan aturannya pada sunnatullah dialam raya ini? Seorang muslim tidak akan bermalas malasan karena dia beriman pada seruan Allah agar berlomba didalam firmannya,

سابقوا أِلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها كا عرض السماء والأرض

Artinya:

berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi”(QS. Al-Hadid:21)

Seorang muslim bukanlah seorang penakut maupun pengecut, karena ia telah meyakini ketentuan Allah, beriman dengan takdir dan mengetahui, bahwa apa yang mengenainya tidak akan luput darinya, dan apayang tidak ditentukan untuknya tidak akan mengenainya bagaimanapun keada’annya. Seorang muslim juga tidak akan bermalas-malasan untuk mengerjakan hal hal yang bermanfaat, karena ia telah mendengarkan bisikan Al-Quran tentang hal ini:

وما يفعلوا من خير تجدوه عنده الله هو خير وأعظم أجرا

Artinya:

dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya (QS. Ali-Imran: 115)

Beberapa gambaran sifat malas dan lemah:

  1. jika seseorang mendengar seruan adzan untuk shalat dia tidak menjawab, tidak segera memenuhi, disibukkan oleh tidurnya, obrolan atau pekerjaanya yang tidak penting, sehingga waktu hampir habis baru dia menegakkan shalat sendirian diakhir waktunya
  2. seseorang menghabiskan waktu satu jam dan beberapa jam dengan nongkrong dikedai kedai kopi ataau dikursi kursi goyang atau jalan jalan dipasar atau dijalanan padahal dia memiliki tugas yang harus dikerjakan segera, namun dia menundanya dan tidak dikerjakan dengan segera
  3. seseorang meninggalkan pekerjaan yang bermanfaat , seperti belajar ilmu bertani, membangun pemukiman atau pengaturan rumah , dan pekerjaan lainnnya yang bermanfaat untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya, namun ditinggalkan dengan alasan usianya yang lanjut atau dia merasa kurang menguasai bidang itu, atau beralasan bahwa pekerjaan itu membutuhkan waktu yang lapang dan lama. Dan hari hari berlalu , tahun demi tahun meninggalkannya, namun tiada satupun amal yang bermanfaat yang dia hasilkan didalam urusan dunianya maupun urusan akhiratnya.
  4. seseorang diberi kesempatan yang baik dan muliia seperti kesempatan menunaikan ibadah haji dan dia mampu melakukannya namun dia tidak mau berhaji, atau disaat ada orang yang tertimpa kesulitan dan dia mampu menolongnya, namun ia tidak mampu menolongnya atau seperti orang yang mendapatkan kesempatan memasuki bulan ramadhan, namun dia tidak menggunakan malam-malamnya dengan Qiyamul Lail sebaik baiknya. Atau masih disertai kedua orang tua yang sudah lemah dan amat tua , sedangkan dia mampun berbakti, berbuat baik, dan merawat dengan sebaik-baiknya, namun dia tidak berbuat baik maupun berbakti sebaik-baiknya karena lemah dan malas atau karena kikir dan bakhil atau durhaka, Naa’uzubillah, kita memohon perlindundungan kepada Allah dari perbuatan yang demikian.
  5. seseorang mendiami rumah yang kumuh dan hina, dia tidak mau mencari rumah lain yang lebih layak untuk menjaga agamanya, melindungi kehormatan dan kemuliaanya

Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu Dari sifat lemah dan malas, dari sifat penakut dan bakhil dan mohon perlindungan dari setiap akhlaq yang tidak diridhai dan dari amal perbuatan yang tidak bermanfaat.

Semoga Allah tetap melimpahkan shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad , keluarga serta para sahabat semuanya.

REFERENSI:

Diringkas  dari buku Minhajul Muslim , karya Syaikh Abu Bakar al-Jaza’iri

Diringkas Oleh: Azwari Abu Afzal (pegawai Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6534

[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6065, dan Muslim, no.2559

[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.6463

Baca juga artikel:

Masruq bin Al Ajda

Anak Yatim yang Terlantar

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.