Kesalahan – kesalahan Ketika Buang Hajat

Kesalahan-kesalahan Ketika Buang Hajat

KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA BUANG HAJAT  PART 3. Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah melimpahkan karunia kepada para hamba dengan kelemahlembutan-Nya, dan menerangi hati mereka dengan cahaya Islam serta tugas-tugas agama. Yang mana di dalamnya terdapat perintah maupun larang-Nya. Terutama disini akan dibahas tentang kesalahan orang ketika membuang hajat yang terkadang orang tidak mengetahuinya perbuatan apa yang harus ia lakukan ketika buang hajat dan apa yang tidak boleh dilakukan  ketika buang hajat. Berikut rinciannya:

Kesalahan kesebelas: Beristinja dengan kurang tiga batu

Ini merupakan kesalahan yang tidak disadari oleh kebanyakan kaum Muslimin. Padahal telah tertera larangan melakukan hal tersebut:

Dari Abdurrahman bin Yazid Rahimahullah, ia berkata: ‘’Ada yang bertanya kepada Salman, ‘Benarkah kalian telah mengajari kalian segala sesuatu hingga tentang buang hajat?’ Salman menjawab, ‘Benar, beliau telah melarang kami menghadap kiblat atau membelakanginya tatkala buang air besar atau buang air kecil, atau beristinja dengan tangan kanan,atau salah seorang dari kami beristinja dengan kurang tiga batu, atau beristinja dengan kotoran binatang atau tulang.’[1]

Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Salman rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

لَقَدْ نَهَانَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – “أَنْ نَسْتَقْبِلَ اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ, أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ, أَوْ أَنْنَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ, أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ

Artinya:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau buang air kecil, beliau melarang kami dari beristinja’ dengan tangan kanan, kami juga dilarang beristinja’ kurang dari tiga batu, dan beliau melarang pula beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan kotoran atau tulang.” [2]

Kesalahan kedua belas: Beristinja dengan tangan kanan

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ, وَهُوَ يَبُولُ, وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ اَلْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ, وَلَايَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ

Artinya:

 “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing. Jangan pula membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan, dan jangan pula bernafas di dalam bejana (tempat air).” [3]

Ini juga merupakan kesalahan yang banyak sekali terjadi dikalangan masyarakat- kecuali orang yang dirahmati Allah-.

Sungguh Nabi telah melarang yang demikian. Dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkta, ‘’Ada yang bertanya kepada Salman, ‘Benarkan Nabi kalian telah mengajari kalian segala sesuatu hingga tentang buang hajat?’ Salman menjawab, ‘Benar, beliau telah melarang kami menghadap kiblat atau membelakanginya tatkala buang air besar atau buang air kecil, atau beristinja menggunakan tangan kanan….’ ‘’[4]

Imam Nawawi Rahimahullah berkata: ‘’Para ulama telah berijma’ bahwa hal itu dilarang, kemudian jumhur ulama berpendapat bahwa larangan itu adalah untuk hukum makruh sebagai salah satu  adab bukan untuk hukum haram. Sedangkan sebagian ahli zahir berpendapat bahwa larangan itu adalah untuk haram.’’ Dia melanjutkan, ‘’Dan beberapa orang ulama dari para sahabat kami mengisyaratkan keharamannya, namun tidak ada pijakan atas isyarat ini. Imam an-Nawawi melanjutkan, para sahabat kami berkata, ‘Dianjurkan tidak menggunakan tangan kanan untukmelakukan istinja kecuali karena udzur. Apabila seseorang beristinja dengan air maka dia menuangkan air dengan tangan kanan dan mengusapnya dengan tangan kiri. Dan apabila dia beristinja dengan batu, jika di dubur, maka dia mengusap dengan tangan kiri, sedangkan jika di kemaluan , maka  jika mungkin baginya  untuk meletakkan batu ditanah atau di antara dua kakinya, lalu mungkin baginya untuk mengusapnya, maka dia memegang kemaluan dengan tangan kirinya dan mengusapnya ke batu tersebut. Akan tetapi apabila tidak mungkin demikian dan terpaksa memegang batu itu, maka dia memegang batu tersebut dengan tangan kanannya dan memegang kemulian dengan tangan kirinya, kemudian mengusapnya dan tidak menggerakkan tangan kananya. Inilah pendapat yang benar.[5]

Kesalahan ketiga belas: sengaja mengurut, menarik-narik kemaluan dan berdehem

Ini diantara kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang shalat, khususnya orang yang selalu was-was yang menyusahkan diri mereka sendiri.

Imam Ibnul Qayyim rahimahuallah berkata tentang Nabi dan petunjuk beliau dalam hal ini, ‘’Beliau keluar dari WC, dan beliau membaca al-Qur’an. Beliau beristinja’ dan beristijmar dengan tangan kirinya. Beliau sama sekali tidak melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang diuji dengan rasa was-was, yaitu menarik-narik kemaluan, berdehem, meloncat, memegang tali, naik tangga, menyumbat saluran kencing dengan kapas, menuangkan air padanya, memeriksanya secara periodik, dan hal-hal semisalnya yang termasuk bid’ah yang dilakukan orang-orang yang was-was.’’[6]

Kesalahan keempat belas: Tidak membersihkan diri dari kencing

Kesalahan ini akan menyebabkan batalnya shalat tanpa disadari oleh seseorang yang melakukan kesalahan ini.

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah memperingatkan kita dengan bersabda:

تتزّهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ

Artinya:

“Bersihkanlah diri kalian dari air kencing, karena kebanyakkan siksa kubur berasal darinya.’’[7]

 

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ…. أنّ النّبيّ مرّ بقبرين فقال:

Artinya:

“Bahwasannya Nabi melewati dua buah kuburan seraya bersabda, ‘Sesungguhnya keduanya disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa karena dosa besar. Adapun salah satunya karena tidak menutup diri dari air kencing…’. (Muttafaqun Alaih)

 

di dalam riwayat lain disebutkan,

أَمَّا أحدهما فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ

Artinya:

‘’Adapun salah satunya, maka dia tidak membersikan diri dari kencingnya.’’ (HR. Muslim, dll)

 

Kesalahan kelima belas: Keyakinan tidak boleh bersuci dengan benda padat (istijmar) karena adanya air

ini adalah keyakinan yang salah yang tidak berdasar kepada dalil.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: ‘’Tidak dimakruhkan mencukupkan diri bersuci dengan batu menurut pendapat yang shahih.’’[8]

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إذا ذهب أحدكم إلى الغائط فليستطب بثلاثة أحجار فإنها تجزئ عنه.

Artinya:

‘’Apabila salah seorang dari kalian buang air besar, hendaklah dia beristijmar dengan tiga batu, sesungguhnya tiga buah batu itu sudah mencukupinya.’’[9]

 

Imam asy-Syaukani Rahimahullah  berkata:  ‘’Di dalam al-Bahr disebutkan, dan istijmar itu disyariatkan menurut ijma’. Sabda beliau,  yakni mencukupinya, dan ini merupakan dalil bagi orang yang berpendapat cukup bersuci dengan batu dan tidak wajib beristinja dengan air. Inilah pendapat dipilih oleh asy-Syafi’iyyah dan al-Hanafiyyah serta dipilih oleh Ibnu az-Zubair, sa’ad  bin Abi Waqqash, Ibnu al-Musayyib, dan al-‘Atha.’’[10]

Asy-Syuqairi Rahimahullah berkata, “Dan barangsiapa yang berpendapat bahwa istijmar itu tidak boleh dilakukan kecuali jika tidak air, maka ia diminta untuk bertaubat (maka itulah yang diharapkan), dan jika ia tidak mau bertaubat, maka udzur (akan kejahilannya) diterima, dan tidak ada riwayat shahih dari Nabi bahwa beliau mengutamakan salah satunya.[11]

Demikian  kesalahan orang ketika buang hajat part 3, semoga kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah kita dapat, agar tidak sia-sia kehidupan di hari kelak dengan mengikuti perintah dan larangan Nabi kita yaitu Nabi Muhammad. Barokallahhufikum…

Referensi:

 

kesalahan-kesalahan umum dalam SHALAT lengkap dengan koreksinya, karya: Abu Ammar Mahmud Al-Misri.

Peringkas: NENSI LESTARI (UMMU SALMA ATIKAH HASNA) pengajar di Ponpes Darul Qur’an wal Hadist OKU Timur Sumsel.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/62, Ibnu Majah 1/328: dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-ghalil.

[2] (Diriwayatkan oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 262]

[3] (Muttafaqun ‘alaih, dan lafaznya menurut riwayat Muslim) [HR. Bukhari, no. 153 dan Muslim, no. 267]

[4] ibid

[5] Nail al-Authar 1/123

[6] Zad al-Ma’ad karya Imam Ibnul Qayyim,1/173

[7] Diriwayatkan olehn ad-Daruquthni di dalam sunnanya, no.47, dari Anas. Dilihat takhrijnya di dalam shahih al-jami’, no.3002

[8] Al-ikhtiyarat al-Fiqhiyyqh,5/301

[9] Diriwayatkan oleh Ahmad,6/108 dan an-Nasa’i,1/41, serta dishahihkan oleh al-Albani.

[10] Nail al-Authar 1/119

[11] As-sunan wa al-Mubtada’at, hal.16

Baca juga:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.