Kunci Dicintai Allah – Bismillah, Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya dan meminta tolong hanya kepada-Nya serta selalu memohon ampunan atas dosa-dosa kita kepada-Nya. Kita juga memohon perlindungan kepada-Nya atas segala khilaf dan kesalahan-kesalahan kita, baik dari perbuatan maupun perkataan kita. Sungguh, barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, tidak akan ada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada seorang pun juga yang dapat memberinya hidayah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta kepada sanak keluarga dan sahabat-sahabat beliau seluruhnya, serta dilimpahkan juga kepada orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan kita berharap termasuk salah satu dari pengikut mereka. Amma ba’du:
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad -semoga Allah meridhainya- bahwasanya ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah lalu berkata. “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai oleh manusia.” Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
اِزْهَدْ فِـي الدُّنْيَا، يُـحِبُّكَ اللّٰـهُ، وَازْهَدْ فِيْمَـا فِي أَيْدِى النَّاس، يُـحِبُّكَ النَّاسُ
Artinya: “Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang pada manusia, maka manusia akan mencintaimu.”[1]
Zuhud adalah salah satu adab bagi seorang muslim. Dengan zuhud kita akan mendapatkan kecintaan Allah Rabbul ‘Alamin dan manusia sebagaimana sabda Rasulullah. Maka sudah sepantasnya bagi kita mengetahui ilmu mengenai zuhud, yang insyaallah akan kita bahas pada artikel kali ini dengan pembahasan yang singkat.
Pengertian Zuhud
Zuhud secara bahasa berarti الإعراض atau berpaling, atau الإعراض عن الشيئ إحتقارا له وتصغيرا لشأني والاستغناء عنه بخير منه atau berarti berpaling dari sesuatu karena meremehkan hal tsb dan menganggapnya kecil agar kita merasa tidak butuh terhadap hal tsb karena ada yang lebih baik darinya. Adapun secara istilah, disebutkan oleh Imam Ahmad bin Abdil Halim dan dikuatkan oleh Imam Ibnul Qayyim bahwasanya zuhud itu ترك ما لا ينفع للآخرة atau meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat untuk akhirat[2]. Adapun hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat ada empat unsur, yaitu hal-hal yang haram, hal-hal yang makruh, hal-hal yang mubah namun melebihi dosis yang dibutuhkan, dan hal-hal yang syubhat bagi yang tidak mengilmuinya.
Adapun hal-hal yang haram itu jelas tidak diperbolehkan oleh agama. Sejauh apapun epport kita di dunia ilmu dan selama apapun kita berhijrah, tapi masih melakukan hal-hal yang haram, maka dipastikan kita bukan orang yang zuhud. Kecuali bagi yang bertaubat dan bangkit lagi dari keterpurukan dosa, maka mereka tetap tergolong sebagai orang-orang yang zuhud. Kaidahnya semua manusia itu tidak terlepas dari kesalah dan pasti melakukan kesalahan. Sedangkan hal-hal yang makruh atau yang dibenci hendaklah kita jauhi karena walaupun hal ini tidak terhitung dosa, akan tetapi dia bisa menghilangkan kezuhudan para diri kita. Lalu mengenai hal-hal yang mubah, boleh saja dilakukan namun disesuaikan dengan kebutuhan kita. Jika kebutuhan sudah terpenuhi maka berhentilah dari hal tersebut. Adapun hal-hal yang syubhat tidak boleh kita kerjakan, meskipun bagi orang lain hal yang kita hadapi sekarang ini bukanlah syubhat karena sudah tahu hukumnya. Oleh karena itu, syubhat ini bisa dihilangkan dengan ilmu sehingga tiap-tiap orang berbeda satu sama lain dalam memandang syubat tergantung seberapa dalam ilmu orang tersebut. Ketika seseorang sudah terbiasa dengan yang syubhat, maka akan terjerumus pada yang haram. Sebaliknya, jika kita tegas menolak yang syubhat, maka ketika dihadapkan dengan yang sudah jelas haram, kita bisa melihat kebenaran dan menolaknya.
Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmatina- mengatakan dalam kita beliau Madarijus salikin, “Zuhud adalah safarnya hati dari negeri yang bernama dunia yang dia ambil untuk akhiratnya.” Zuhud bukan berarti menolak kekuasaan atau kepemilikan. Seperti Nabi Sulaiman dan Nabi Daud alaihimassalam adalah orang paling zuhud di zamannya dan di waktu yang sama mereka diberi kerajaan yang sangat besar, harta dan perempuan-perempuan.
Langkah Meraih Zuhud
Ada beberapa langkah yang bisa kita tempuh untuk meraih zuhud, di antara disebutkan oleh al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab beliau Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
- Memahami bahwa dunia itu tempat berteduh (bayangan) yang semu dan banyak ilusinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
ٱعلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلحَيَوٰةُ ٱلدُّنيَا لَعِبٌ وَلَهوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرُۢ بَينَكُم وَتَكَاثُرٌ فِي ٱلأَموَٰلِ وَٱلأَولَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيثٍ أَعجَبَ ٱلكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًاۖ وَفِي ٱلأٓخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضوَٰنٌۚ وَمَا ٱلحَيَوٰةُ ٱلدُّنيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلغُرُورِ
Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”[3]
Betapa banyak dunia masih di hadapan kita tapi nikmatnya sudah tidak terasa. Berkata Imam Ibnul Qayyim: “Syahwat dunia adalah permainan ilusi. Letak permasalahannya adalah cara pandang orang-orang awam seringkali terbatas pada hal yang zhahir sehingga sering tertipu. Adapun orang yang berilmu melihat di balik layar, sehingga selamat dari tipuan ini.” Seperti halnya cara pandang orang-orang ketika melihat Qarun membawa harta-hartanya, yang terbagi menjadi orang awam dan orang berilmu. Orang yang bodoh yang tidak belajar di majelis ilmu, mereka akan selalu melihat yang zhahir saja. Agar bisa mencapai derajat zuhud, kita harus bisa melihat hal ini dengan baik.
Allah kisahkan dalam firman-Nya,
إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَومِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيهِمۡۖ وَءَاتَينَٰهُ مِنَ ٱلكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلعُصبَةِ أُوْلِي ٱلقُوَّةِ إِذ قَالَ لَهُۥ قَومُهُۥ لَا تَفرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلفَرِحِينَ (76) وَٱبتَغِ فِيمَآ ءَاتَاكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنيَاۖ وَأَحسِن كَمَآ أَحسَنَ ٱللَّهُ إِلَيكَۖ وَلَا تَبغِ ٱلفَسَادَ فِي ٱلأَرضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلمُفسِدِينَ (77) قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلمٍ عِندِيٓۚ أَوَ لَم يَعلَم أَنَّ ٱللَّهَ قَد أَهلَكَ مِن مِن قَبلِهِۦ مِنَ ٱلقُرُونِ مَن هُوَ أَشَدُّ مِنهُ قُوَّةً وَأَكثَرُ جَمعًاۚ وَلَا يُسَٔلُ عَن ذُنُوبِهِمُ ٱلمُجرِمُونَ (78) فَخَرَجَ عَلَىٰ قَومِهِۦ فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلحَيَوٰةَ ٱلدُّنيَا يَٰلَيتَ لَنَا مِثلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (79) وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلعِلمَ وَيلَكُم ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيرٌ لِّمَن ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًاۚ وَلَا يُلَقَّاهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ (80) فَخَسَفنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلأَرضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلمُنتَصِرِينَ (81) وَأَصبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّواْ مَكَانَهُۥ بِٱلأَمسِ يَقُولُونَ وَيكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبسُطُ ٱلرِّزقَ لِمَن يَشَآءُ مِن عِبَادِهِۦ وَيَقدِرُۖ لَولَآ أَن مَّنَّ ٱللَّهُ عَلَينَا لَخَسَفَ بِنَاۖ وَيكَأَنَّهُۥ لَا يُفلِحُ ٱلكَٰفِرُونَ (82)
Artinya: “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku’. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: ‘Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.’ Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: ‘Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar’. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”.[4]
- Mengetahui bahwa setelah kehidupan dunia ada negeri yang lebih besar dan agung, lebih berbahaya dari bahaya-bahaya yang ada di dunia, dan itulah negeri yg kekal. Zuhud kepada dunia karena keinginannya yang sempurna untuk mendapatkan negeri akhirat yang lebih dahsyat dari apa yang ada di dunia. Justru sebaliknya, orang yang zuhud itu adalah orang yang ambisius karena yang ia incar adalah hal yang paling mewah dan besar, yaitu kehidupan akhirat yang kekal. Ingatlah, dunia adalah senda gurau dan permainan sedangkan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَمَا هَٰذِهِ ٱلحَيَوٰةُ ٱلدُّنيَآ إِلَّا لَهوٌ وَلَعِبٌۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلحَيَوَانُۚ لَو كَانُواْ يَعلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”[5]
- Mengetahui dan mengimani dengan zuhudnya kita terhadap dunia, tidak akan mencegah atau mengurangi apa yang sudah Allah tetapkan untuk kita di dunia, serta ambisi kita terhadap dunia tidak semerta-merta membuat kita mendapatkan lebih dari apa yang ditakdirkan untuk kita. Jika kita bisa yakin dengan konsep ini maka hati kita akan tenang.
Al-Imam Badruddin Ibnu Jamaah -semoga Allah merahmatinya- berkata dalam kitabnya, Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim, “Tingkatan ahli ilmu yang paling rendah adalah ketika dia merasa kotor jika hatinya bergantung kepada dunia. Karena dialah manusia yang paling mengetahui tentang hina dan rendahnya dunia.” Kunci keberhasilan pada setiap bidang adalah bagaimana kita melihat sesuatu bukan hanya dari sisi zhahirnya, tapi apa yang ada dibalik layarnya (hakikatnya). Para ulama mengenal dunia itu sebagai sesuatu yang rendah atau kerdil dan hina. Jangan sampai ribut gara-gara dunia. Karena dunia tidak lebih tinggi dari bangkai anak kambing yang cacat. Penuntut ilmu tidak terbelalak dan kagum dengan orang-orang kaya atau ahli dunia lainnya. Karena dunia diberikan oleh Allah adalah untuk menguji orang yang diberi.
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’I -semoga Allah merahmatinya-, “Orang yang paling cerdas adalah orang yang zuhud.” Sebab orang yang zuhud itu, mereka mengejar kehidupan abadi yakni akhirat bukan dunia yang akan segera berakhir yang banyak orang tertipu karena tidak mengetahui dan tidak meyakini bahwa dunia ini sebagaimana sabda Nabi yaitu lebih rendah dari bangkai anak kambing yang cacat.
Diriwayatkan dari Jabi bin Abdillah -semoga Allah meridhainya- beliau berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوْقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ. فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ، ثُمَّ قَالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ ((فَقَالُوْا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قال: (( أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟. قَالُوْا: وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ، لِأَنَّهُ أَسَكُّ. فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: ((فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ))
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar sementara banyak orang berada di dekat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Sambil memegang telinganya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?’ Orang-orang berkata, ‘Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?’ Orang-orang berkata, ‘Demi Allah, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Demi Allah, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.’”[6]
Dunia bukan tujuan. Dia hanyalah wasilah atau sarana untuk mendapatkan akhirat. Jangan sampai ia masuk ke hati kita. Perbedaan dunia dan akhirat adalah ketika ada hal-hal yang kita inginkan tidak susuai dengan ekspektasi kita di dunia ini maka kita akan kecewa, sedagkan akhirat pada setiap kondisinya ada peluang atau pahala menuju akhirat. Yahya bin Muadz Rahimahullah berkata:
لو كانت الدنيا تبرا يفنى والآخرة خزفا يبقى، لكان ينبغي للعاقل إيثار الخزف الباقي على التبر الفاني، فكيف والدنيا خزف فان والأخرة تبر باق؟
Artinya: “Kalau seandainya dunia adalah emas yang fana dan akhirat adalah bejana tanah liat abadi, niscaya orang berakal patut mementingkan bejana tanah liat abadi daripada emas yang fana, lalu bagaimana jika dunia adalah tanah liat yang fana dan akhirat adalah emas yang abadi?”[7]
Saudaraku sekalian, dari paparan di atas maka sangatlah jelas keutamaan zuhud dan keutamaan orang zuhud. Sepatutnya bagi kita sebagai seorang muslim agar terus mencoba memperbaiki diri dan akhlak, salah satunya mempunyai sifat zuhud. Tidak kalah penting adalah zuhud karena Allah.
Referensi:
Ditulis oleh: Adi Joyo Prasetyo, S.T. (Staff TU Ponpes DQH)
Ringkasan Kajian Online Al-Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc., Kajian Kitab Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim.
[1] HR. Ibnu Majah no. 4102 dan selainnya dengan beberapa sanad yang hasan.
[2] Az-Zuhud, Imam Ahmad.
[3] QS. Al-Hadid: 20.
[4] QS. Al-Qashash: 76-82.
[5] QS. Al-Ankabut: 64.
[6] HR. Muslim no. 2957.
[7] Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fii adabil aalim wal muta’allim, Ibnu Jama’ah, I/102.
BACA JUGA :
Leave a Reply