Liberalis, Neo Mu’tazilah Abad Modern

liberalis neo mutazilah abad modern
  • Cara Beragama Liberalis, Neo Mu’tazilah

Jaringan Islam Liberal dan Kaum Rasionalis merupakan anak haram hasil perselingkuhan antara ajaran Mu’taziah dengan pemikiran Kaum Qadariyah, sehingga siapapun meneliti secara seksama cara beragama dan kesesatan berpikir yang mereka usung, maka kaum Liberalis sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap beredarnya oplosan kesesatan kaum Mu’tazilah dengan virus kaum Rasionalis pada sekarang ini. Mereka telah menorehkan tinta hitam sejarah yang sulit terhapus. Bahkan, gagasan pemikiran mereka semakin laris terjual di tengah kaum Intelektual Muslim dan insan akademis. Adapun kesesatan mereka dalam beragama dan kesalahan mereka dalam memahami nash-nash agama membuahkan penyimpangan sebagai berikut:

  1. Dalam Bidang Tafsir al-Qur’an

Kaum Liberalis dan Rasionalis dalam menafsirkan al-Qur’an, secara umum menganut paham relative, yaitu kebenaran tafsir al-Qur’an tidak pernah baku, bahkan lebih parah lagi mereka menganggap seluruh kitab samawi bisa saling menafsirkan dan mengandung kebenaran yang sama. Di antara mereka mencibir tafsir bil ma’tsur bahwa sudah menjadi kesialan kaum muslimin, mayoritas yang di tulis dalam kitab-kitab tafsir justru menjauhkan mereka dari tujuan tinggi dan hidayah mulia. Sebagian ahli tafsir terlalu menyibukkan diri dalam mengupas I’rab, kaidah nahwu, penuturan Mutiara hikmah danterminologi balaghah. Ada pula yang terkungkung dalam perdebatan ahli kalam, penetapan kaidah ushul fiqh, perincian hasil ijtihad ulama fikih ahli taklid, penakwilan kaum sufi dan fanatik mandzab dan firqah, sementara mereka berpaling dari tujuan utama al-Qur’an. Bahkan di antara mereka memalingkan keindahan al-Qur’an kepada berbagai Riwayat yang bercampur aduk dengan kisah-kisah israiliyat.

Tidak diragukan bahwa pernyataan di atas mengandung unsur kebenaran, tapi syubhat yang diselipkan di dalamnya lebih banyak dari pada kebenaran.

  1. Sikap mereka terhadap Nash-nash agama

Kalangan Liberalis dan Rasionalis anti sunnah hanya mau menerima al-Qur’an sebagai hujah bila cocok dengan selera hawa nafsu mereka. Mereka sering membenturkan antara al-Qur’an dengan sunnah, maka mereka bila mereka mendapatkan dalil al-Qur’an yang di anggap bertentangan dengan suatu hadits menurut batas pemahaman mereka, maka hadits tersebut di tolak oleh mereka. Bahkan mereka menolak semua dalil baik dari al-Qur’an dan Hadits bila dianggap kontradiksi dengan logika dan selera hawa nafsunya. Suatu contoh hadits tentang tersihirnya Nabi yang dilakukan oleh seorang Yahudi, mereka tetap menolak meskipun hadits tersebut dalam shahih al-Bukhari.

Misi kaum Liberalis dan Rasionalis dalam menggulirkan paham penolakan nash-nash agama banyak sekali, namun secara umum Gerakan tersebut memiliki target, tujuan dan sasaran sebagai berikut:

  • Ketika musuh-musuh Islam sadar betul bahwa Sunnah Nabi sebagai penafsir dan penjelas ayat-ayat al-Qur’an, bila sunnah dijauhkan dari al-Qur’an, maka kaum Muslimin pasti mengalami kerancuan dalam memahami nash-nash agama dan menghadapi kekacauan dalam menerapkan syariat. Sehingga secara otomatis mereka terjauhkan dari ajaran agama yang benar.
  • Mereka membuat alibi sesat, seakan Nabi diutus hanya untuk menyampaikan al-Qur’an saja, sehingga tidak perlu mengambil ajaran dari sunnah.
  • Mereka berusaha untuk meracuni orang-orang awamdengan menebar opini bahwa ajaran islam diambil dari agama yahudi seperti yang ditiduhkan oleh Goldziher.
  • Menanamkan kerancuan tentang kesempurnaan fikih islam dan peradaban islam.
  • Membuat kaum Muslimin kurang percaya diri tentang kehebatan akidah mereka dan keunggulan agama mereka dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan iptek.
  • Menanamkan keragu-raguan dalam hati umat islam tentang kesempurnaan syariat islam, keabsahan akidah islam dan kemuliaan akhlak islam.
  • Mereka berusaha untuk menyingkirkan nilai-nilai islam dari negeri islam dan mengganti dengan tradisi dan budaya lokal. Begitu juga mereka berusaha mengikis ukhuwah Islamiyah menggantinya dengan ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, yang dibungkus dengan kemasannasiaonalisme, kedaerahan dan fanatic kesukuan.
  1. Penuhanan Logika Dalam Tafsir

Kelompok Liberalis dan Rasionalis anti sunnah, sangat menuhankan peran akal jauh lebih parah ketimbang firqah Mu’tazilah. Bahkan mereka menjadikannya sebagai tempat untuk menimba kebenaran dalam menetapkan berbagai macam hukum dan ajaran agama, terutama dalam bidang ilmu tafsir. Mereka beranggapan bahwa penafsiran ulama as-salaf terhadap al-Qur’an sering kontra dengan penemuan akal, maka harus dikritisi bahkan ditolak. Karena penafsiran mereka hanya secara ekstual dan kurang menekankan metode kontekstual. Mereka dengan seenaknya mentakwilkan nash-nash agama yang dianggap sering menimbulkan berbagai macam penyimpangan dan sedikit menghadirkan kebenaran.

Benar yang telah disampaikan Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa mereka yang mengajak untuk mengagungkan, sejatinya sebuah ajakan untuk mengagungkan berhala yang mereka kemas dengan sebutan akal. Hanya mengandalkan akal semata, hidayah dan petunjuk tidak mungkin diraih, kalua hidayah bisa diraih melalui penemuan akal, maka untuk apa Allah mengutus para rasul. Suatu contoh Muhammad Rasyid Ridha Ketika menafsirkan kata imdad (pertolongan  Allah) dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala;

إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين

Artinya: “ingatlah, Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu lalu diperkenankanNya bagimu. Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang dating dengan berturut-turut.” (QS. Al-Anfal: 9)

Rasyid Ridha menegaskan, “Tidak habis pikir, kemana akal Sebagian ulama tersalurkan. Kenapa mereka terpedaya dengan makna dhahir dan beberapa riwayat yang Gharib yang telah ditolak oleh logika dan tidak memiliki bobot di hadapan akal. Jika bantuan Allah kepada orang-orang yang beriman berbentuk kekuatan ghaib, sehingga kekuatan mereka bertambah, kemudian dukungan materi berupa turunnya hujan dan beberapa faedahnya, maka belum dianggap cukup pertolongan Allah dalam menghadapi orang-orang musyrik. Dengan membunuh tujuh puluh orang dan menawan tujuh puluh orang, walaupun ribuan malaikat telah berperang Bersama nya untuk mengacaukan dan membunuh mereka. Kalua begitu, manakah keutamaan pasukan perang badar atas kaum Mukmininyang berperang setelahnya?”

  1. Meremehkan Metode Tafsir bil Ma’tsur

Kelompok Liberalis dan Rasionalis anti sunnah, kurang antusias dengan konsep penafsiran dengan atsar. Ketika mereka kesulitan dalam memahami suatu hadits, tidak segan segan mentakwilkannya agar selaras dengan penemuan akal mereka. Tetapi bila mereka tidak mampu menemukan takwilnya, maka mereka menolak dan mengecam hadits tersebut, meskipun terdapat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim. Metode penafsiran mereka hanya menerima sunnah dalam menafsirkan atau mengupas suatau ayat yang tidak bertentangan dengan logika. Sehingga mereka menolak Sunnah Nabi ﷺ yang menjelaskan kandungan al-Qur’an. Bahkan, mereka menolak hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan yang lainnya dari kalangan ulama ahli hadits kalau bertentangan dengan selera logika mereka.

  1. Penolakan Terhadap Tafsir Israiliyaat Secara Berlebihan

Israiliyaat adalah sebuah nisbat yang di ambil dari Bani Israil kemudian menjadi suatu istilah untuk semua Riwayat yang di ambil dari ahli kitab secara umum. Sementara bobot Riwayat Israiliyaat memiliki cakupan sebagai berikut:

  1. Riwayat yang sinkron dan seirama dengan syariat Islam sehingga bisa diterima sebagai penguat hukum dan ajaran, namun tidak bisa menjadi pokok keyakinan.
  2. Riwayat yang bertentangan dengan syari’at Islam sehingga wajib ditolak.
  3. Riwayat yang tidak terdapat dalam Syari’at Islam namun tidak seirama dan juga tidak bertentangan dengan syari’at, maka boleh saja diceritakan tanpa sikap pembenaran dan pendustaan.

Akan tetapi Lembaga Liberalis dan Rasionalis anti sunnah telah menyebarkan provokasi dan propaganda busuk untuk menolak setiap Riwayat Israiliyaat. Bahkan mereka menentang dan mengecam keras terhadap masuknya Riwayat Israiliyaat dalam kitab-kitab tarsir para ulama salaf. Seperti yang telah dikatakan ustadz Muhammad Rasyid Ridha, “kebanyakan kitab-kitab tafsir berbasis Riwayat bit atsar telah tercemar dengan berbagai macam Riwayat yang dinukil dari para perawi zindik dari kalangan Yahudi dan kaum Persia seta kaum Muslimin mantan ahli kitab.”

  1. Membuka Pintu Ijtihad Tanpa Kaidah

Taklid dalam terminologi ulama fikih artinya menerima suatu pendapat dari orang lain tanpa mengetahui hujahnya. Maka mengambil dalil dari kitabullah, sunnah Rasulullah dan ijma’ para ulama tidak bisa dikatakan taklid, karena merujukkan persoalan agama kepada sumbernya sudah menjadi hujah dengan sendirirnya. Mereka sering menolak sikap taklid dalam berbagai masalah fikih secara berlebihan, terutama Ketika mereka memandang dirinya telah layak berijtihad, maka dengan seenaknya mereka menentang nash-nash qath’i syariat. Padahal tidak ada perbedaan pendapat yang berarti dikalangan ulama tentang larangan terhadap taklid dalam persoalan aqidah, namum masih ada toleransi bertaklid dalam beberapa hukum fikih yang bersifat rumit.

Di antara hasil ijtihad Muhammad Abduh dan murid-muridnya yang aneh dan ganjil, bahkan menentang ijma ulama seperti yang telah ditegaskan Muhammad Rasyid Ridha, “dalam kesempatan ini saya ingin menegaskan bahwa syaikh Muhammad Abduh sering menjamak shalat antara dzuhur dan ashar, maghrib dan isya’, meski tidak dalam berpergian atau kondisi udzur, selama beliau merasa tidak bisa mengerjakan di awal waktu dengan khusyu’ dan kehadiran hati yang dianggap sebagai bagian dari kewajiban shalat.”

Mereka juga membolehkan transaksi riba, berkenaan penafsiran terhadap firman Allah Subhanahu Wata’ala,

يأيها الذين ءامنوا لاتأكلوا الربا أضعفا مضاعفة واتقوا الله لعلكم تفلحون

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali-Imran: 130)

Rasyid Ridha menyatakan: “sesungguhnya yang diharamkan adalah riba yang berlipat ganda. Dan yang dimaksudkan dengan riba dalam ayat itu adalah riba jahiliyah yang memang sudah diuangkapkan kepada Kaum Muslimin Ketika al-Qur’an diturunkan, bukan berarti riba menurut makna Bahasa secara umum, yaitu tambahan bunga, sehingga tidak semua tambahan Bungan berhukum haram.”

Dan dalam hal ini mereka sudah didahului oleh gruru besar mereka, al-Afghani yang pernah berkomentar “Riba di perbolehkan selama msih masuk akal dan tidak memberatkan tanggungan yang berhutang dan bunganya tidak melebihi jumlah piutang sehingga menjadi berlipat ganda.”

  1. Sikap Mereka Terhadap Mukjizat dan Perkara Ghaib

menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an yang dengan tegas membahas Hari Kiamat. Mereka menganggap bahwa ayat-ayat tersebut hanya sekedar metafora dan ilustrasi, bukan realitas yang akan terjadi. Sedang tentang Arsy Ar-Rahman ditakwilkan dengan penafsiran metafora, bukan suatu yang hakiki. Makna mengambil catatan amal dengan tangan kanan adalah mengambilnya dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan, dan makna mengambil catatan amal dengan tangan kiri adalah mengambilnya dengan wajah masam. Adapun maksud dari peniupan Sangkakala adalah sebuah gambaran untuk suatu event besar yang akan terjadi sesudahnya.

Tentang Mukjizat, mereka tidak menolak keberadaannya, akan tetapi mereka mengingkari kehujahannya da implikasinya terhadap kenabian dan risalah. Karena menurut mereka, mukjizat tidak layak untuk merealisasikan maksud dan tujuan risalah. Muhammad Abduh menganggap bahwa mukjizat hanya di perlukan bagi kalangan yang tingkat intelektualnya masih rendah untuk memahami bukti kebenaran, sehingga tidak ada salahnya bila islam menceritakan tentang mukjizat. Karena hanya sekedar bercerita, maka tidak bertentangan dengan eksistensi Islam sebagai agama logis, selama tidak ada satupun dari mukjizat tersebut bertolak belakang dengan akal sehat.

Kalangan Liberalis dan Rasionalis Modern, sering menolak hadits-hadits shahih agar berjalan seiring dengan hawa nafsu dan selera akal mereka, contohnya hadits tentang terbelahnya bulan, meskipun diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

 

Referensi:

Diambil dari buku: BUKU PUTIH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH cetakan pertama

Putaka: IMAM BONJOL

Ditulis oleh: ZAINAL ABIDIN BIN SYAMSUDDIN

Artikel bulah: JUNI 2023

Diringkas oleh: AMINATUS ZAHRO (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.