Hati manusia memang seringkali dihinggapi kelalaian. Sudah berapa banyak pertanda dari Alloh yang mengharuskannya untuk kembali ke jalan-Nya, namun seringkali itu semua lewat begitu saja tanpa ada perenungan, termasuk juga pertanda umur dari Alloh yang diberikan kepada hamba-Nya. Seolah yang dijalaninya hanyalah sekadar hitungan tahun, bulan dan hari; bahkan sampai harus dirayakan dengan berbagai hingar-bingarnya! Hanya orang-orang yang mawas diri saja yang bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari apa yang ada, termasuk dari umurnya.
Nabi Ya`qub as dan Malaikat Maut
Dikisahkan bahwa Nabi Ya`qub berkata kepada malaikat pencabut nyawa: “Aku ada perlu denganmu!” Malaikat menjawab: “Apa itu?” Nabi Ya`qub berkata: “Agar engkau memberitahukan kepadaku bila ajalku sudah mendekat dan engkau hendak mencabut ruhku.” Malaikat pun menjawab: “Ya. Aku akan mengirimkan dua atau tiga utusan kepadamu.”
Ketika sudah tiba saat ajal Nabi Ya`qub, malaikat maut pun mendatanginya. Nabi Ya`qub berkata: “Apakah engkau datang untuk mengunjungiku, ataukah untuk mencabut nyawaku?” Malaikat menjawab: “Untuk mencabut nyawamu.” Nabi Ya`qub berkata: “Bukankah engkau telah memberitahukan kepadaku bahwa engkau akan mengirim terlebih dahulu dua atau tiga utusan keadaku (sebelum engkau menjemput ajalku)?” Malaikat berkata: “Ya, aku telah melakukannya.
Utusan pertama: rambutmu yang menjadi putih beruban, yang sebelumnya berwarna hitam.
Utusan kedua: badanmu yang semakin lemah, yang sebelumnya begitu kuat.
Utusan ketiga: badanmu yang sudah mulai membungkuk, yang sebelumnya badanmu tegak. Inilah tiga utusanku wahai Ya`qub kepada anak cucu Adam sebelum datangnya kematian.”
Dialog di atas, yang terjadi antara Nabi Ya`qub dan malaikat pencabut maut, sungguh patut untuk direnungkan. Terutama lagi untuk mereka yang sudah menginjak usia senja. Mereka yang rambutnya telah dibakar uban di kepalanya, yang sudah mulai rapuh tulang dan kekuatannya, dan sudah mulai tak tegap lagi kala berdiri, apatah lagi kala berjalan. Itu semua adalah pertanda yang sangat jelas bagi yang mau berpikir dan mengambil pelajaran.
Menengok Umur Kita
Namun coba kita tengok di sekeliling kita. masih saja orang yang sudah senja, namun masih saja dinina bobokkan oleh dunia. Ia masih suka menghambur-hamburkan waktunya untuk bersia-sia, membunuh waktu untuk hal yang tiada guna. Atau bahkan untuk melakukan hal-hal maksiat kepada-Nya. Na`udzu billah! Padahal ia telah diberi rentang waktu umur yang cukup panjang, bukan dalam rangka untuk berfoya-foya dengan umurnya. Namun agar ia mau mengambil pelajaran dari perjalanan umurnya, dan termasuk juga perjalanan hidup orang lain. Mari kita renungkan sejenak firman Alloh berikut:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fâthir: 36)
Berapapun umur yang diberikan, kiranya itu sudah cukup untuk mengambil pelajaran dari hidupnya, asal ia sudah bisa berpikir. Sehingga dalam tafsir ayat di atas, ada yang mengatakan bahwa maksud umur di atas adalah kala seseorang sudah baligh. Ada lagi yang mengatakan ketika sudah menginjak 18 tahun. Al-Hasan mengatakan, maksudnya 40 tahun. Ibnu Abbas mengatakan 60 tahun, di mana ini adalah umur di mana Alloh tak akan membiarkan anak cucu Adam mengemukakan alasan dan udzurnya (mengapa ia membangkang terhadap Alloh), karena Alloh telah memanjangkan umurnya sedemikian lama. Rosul Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri bersabda:
أَعْذَرَ اللهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أجَلَهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّينَ سَنَةً
“Alloh meniadakan udzur seseorang di mana Alloh akhirkan ajalnya hingga mencapai 60 tahun.” (HR. Bukhori).
Dan orang yang suda menginjak usia tua ini yang ditandai dengan merebaknya uban kepala, tentunya mereka lebih patut lagi untuk bisa mengambil pelajaran dari hidupnya. Sudah dibentangkan umur baginya yang kiranya tak boleh ia kemudian menjadi lalai. Sehingga tepat apa yang dikatakan oleh Qotadah: “Ketahuilah, bahwa panjangnya umur adalah satu hujah (satu bukti yang mengharuskannya untuk kembali pada Alloh. Kalau tidak, ia akan menuai siksa). Maka kita berlindung kepada Alloh agar tidak dipedaya oleh panjangnya umur. Ayat ini turun, dan di antara mereka ada yang masih berumur 18 tahun.”
Tapi yang jelas adalah, bahwa umur yang tersurat dalam ayat di atas itu umum cakupannya. Umur yang diberikan Alloh adalah satu kesempatan bagi semua orang agar ia mau kembali kepada Alloh. Namun, semakin tua umur seseorang, maka sudah selayaknya ia semakin bisa mengingat Alloh. Karena itulah dinukilkan, bahwa bila seseorang dari penduduk Madinah telah mencapai usia 40 tahun, iapun berkonsentrasi penuh beribadah.
Jadi, bagi yang memang sudah beruban, hendaknya ia bersiap-siap. Karena kata orang, ia sudah bau tanah. Kalau yang masih muda dan segar bugar?! Bagi yang masih muda, sama saja baginya. Karena bisa saja ia dikejutkan kematian saat masa mudanya. Lihatlah pekuburan umum. Penghuninya di sana tak pandang usia, mulai dari yang tua, muda, sampai pun yang masih bayi.
Kiranya pesan berikut bisa menjadi bahan renungan kita. seseorang pernah meminta pesan wasiat dari Zuhair Bin Nu`aim. Zuhair berkata: “Hati-hatilah, jangan sampai Alloh mengambilmu, sedangkan engkau berada dalam kelalaian!”
Diambil dari: Irsyadul `Ibad oleh Abdul Aziz As-Salman; Riyâdhus Shôlihîn, dll.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 03 Tahun 02
Leave a Reply