Pada artikel yang lalu penulis telah menyebutkan tanda-tanda orang yang mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini penulis menyebutkan tanda-tanda orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki banyak tanda. Kebanyakan tanda-tanda tersebut adalah kebalikan dari apa yang telah telah penulis sebutkan pada artikel sebelumnya.
Pada pembahasan ini penulis menekankan beberapa hal sebagai berikut:
-
Jauh dari sunnah-nya, baik yang zahir maupun yang batin.
Orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat jauh dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sampai terhadap penolakan terhadap Sunnah tersebut. Inilah yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang menolak Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Mereka tidak mengamalkan hadits–hadits yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahkan menjauhinya.
Jauh dari Sunnah tidak hanya bisa dilakukan di zahir saja, tetapi bisa juga di batin. Meskipun seseorang mengamalkan sunnah tetapi jika di hatinya membenci Sunnah tersebut maka yang seperti ini tetap dianggap jauh dari sunnah-nya.
Pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada tiga orang sahabat yang merasa amalan mereka sangat kurang bila dibandingkan dengan amalan yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka berinisiatif untuk beramal pada suatu amalan yang melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata hal tersebut tidak di-ridha-i oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap hal tersebut suatu kebencian terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal tersebut sebagaimana tercantum pada hadits berikut:
عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ –صلى الله عليه وسلم– سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِىِّ –صلى الله عليه وسلم– عَنْ عَمَلِهِ فِى السِّرِّ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ آكُلُ اللَّحْمَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ. فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. فَقَالَ: (( مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا لَكِنِّى أُصَلِّى وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى )).
Artinya: Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwasanya ada sekelompok orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tentang amalan rahasia beliau. Sebagian dari mereka berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita. Sebagian lagi berkata, “Saya tidak akan makan daging.” Sebagian yang lain berkata, “Saya tidak akan tidur d atas kasur.” Kemudian (Rasulullah pun berkhutbah) dan memuji dan mengagungkan Allah. Beliau berkata, “Sungguh mengejutkanku (apa yang dikatakan oleh) sebagian kaum, mereka mengatakan ‘ini’ dan mengatakan ‘itu’. Akan tetapi sesungguhnya aku shalat dan juga tidur, aku puasa dan juga berbuka dan aku pun menikahi wanita-wanita. Barang siapa yang benci dengan sunnah-ku maka dia bukan termasuk golonganku.” 1
Marilah kita perhatikan hadits di atas. Ternyata niat yang baik ketika ingin mengamalkan sesuatu yang baru yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak cukup dianggap sebagai perbuatan terpuji. Bahkan hal itu tercela, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang tersebut dengan ancaman yang sangat besar, yaitu tidak termasuk golongan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, kita harus mempelajari dan mengetahui hal-hal mana yang sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mana yang tidak sesuai.
-
Menolak hadits–hadits yang shahih/hasan.
Orang yang menolak hadits–hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentunya dia bukanlah orang yang mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ }
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS Al-Hasyr : 7)
Pada ayat di atas kita diperintahkan untuk menerima semua yang diberikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barang siapa yang menolak hadits–hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya dia telah menolak perintah Allah ta’ala.
Ada kisah yang menarik yang bisa kita ambil dari Imam Syafii rahimahullah, sebagaimana diceritakan oleh murid beliau Ar-Rabi’ bin Sulaiman.
الربيع بن سليمان قال: سمعتُ الشافعيَّ وسأله رجلٌ عن مسْألةٍ فقال له: رُوِيَ عَنْ النَّبِي –صلى الله عليه وسلم– فِيْ هذه المسألة كذا وكذا, فَقَالَ لَه السَّائِلُ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ تَقُوْلُ بِه فَرَأَيْتُ الشَّافِعِي أَرْعَدَ واْنتَفَضَ وَقَالَ: يَا هَذا, أَيُّ أَرْضٍ تقلني وأي سماء تظلني إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ –صلى الله عليه وسلم –حَدِيْثًا فَلَمْ أَقُلْ بِه, نَعَمْ عَلَى السَّمْعِ وَالْبَصَر.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, “Saya mendengar seorang laki-laki bertanya kepada Asy-Syafii tentang suatu permasalahan.” Imam Asy-Syafii pun berkata, “Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada permasalahan ini hadits ini dan itu.” Lelaki itu pun berkata, “Wahai Abu Abdillah! Apakah engkau berpendapat seperti itu?” Kemudian saya pun melihat Imam Asy-Syafii terkejut dan marah, dia pun berkata, “Wahai lelaki! Bumi mana yang mana yang mau memberiku tempat? Langit mana yang mau menaungiku? Jika saya meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam suatu hadits kemudian saya tidak berpendapat seperti itu. Ya, (itulah pendapatku) yang sesuai dengan pendengaran dan penglihatanku.” 2
Imam Syafii rahimahullah mengecam apa yang dilakukan oleh orang tersebut, ketika orang itu masih meragukan apakah Imam Syafii berpendapat seperti apa yang ada di hadits tersebut. Begitulah seharusnya yang kita lakukan. Kita harus menerima setiap hadits yang shahih/hasan jika telah sampai kepada kita.
-
Tidak menghormati hadits–hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang dibacakan.
Di antara ciri orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menghormati hadits–hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang dibacakan. Karena hal tersebut bertentangan dengan ayat berikut:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2)}
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi! Dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS Al-Hujurat : 2)
Para ulama menyamakan antara meninggikan suara di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan meninggikan suara ketika mendengar hadts-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibacakan.
Ada beberapa atsar yang datangnya dari ‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah ketika beliau meriwayatkan hadits dan beliau sangat mencela orang yang berbicara atau tidak memperhatikan hadits–hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dibacakan, sebagaimana berikut:
عَنْ أَحْمَدَ بْنِ سِنَان قَالَ: كَانَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ مَهْدِي لَا يَتَحَدَّثُ فِيْ مَجْلِسِه وَلَا يُبْرِي قَلَمًا وَلَا يَتَبَسَّمُ وَلَا يَقُوْمُ أَحَدٌ قَائِمًا كَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسِهِمُ الطَّيْر أَوْ كَأَنَّهُمْ فِيْ صَلَاةٍ فَإِنْ رَأَى أحَدًا مِنْهُمْ تَبَسَّمَ أَوْ تَحَدَّثَ أَوْ يَضْحَكُ أَوْ يُبْرِي قَلَمًاً لَبِسَ نَعْلَه وَخَرَجَ.
Ahmad bin Sinan berkata, “Dulu ‘Abdurrahman bin Mahdi (ketika meriwayatkan hadits) tidak ada yang berbicara di majlisnya, tidak ada yang bermain pena, tidak ada yang tersenyum dan tidak ada yang berdiri. Seolah-olah di kepala mereka ada burung (maksudnya: menunjukkan ketenangan, karena burung hampir tidak akan bertengger pada sesuatu yang bergerak-pen) atau seakan-akan mereka sedang shalat. Jika dia melihat seseorang tersenyum, berbicara, tertawa atau bermain-main dengan penanya, maka dia pun memasang sandalnya dan keluar (dari majlis).”3
-
Mengejek orang-orang yang mengamalkan sunnah, bahkan terkadang sampai menggunjing dan memboikot mereka.
Orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri-ciri ini. Mereka suka mengejek dan meremehkan orang-orang yang mengamalkan Sunnah. Bentuk peremehan yang mereka lakukan sangat banyak sekali, mulai dari menggunjing, memboikot, menghalangi mereka dalam mengamalkan Sunnah, bahkan ada yang ingin membunuh mereka.
Suatu hari di salah satu pondok di Salatiga, seorang teman dari pulau Seribu Masjid bercerita:
“Dulu kami, Ahlussunnah, sangat sedikit sekali. Di daerah kami, sangat tidak memungkinkan untuk mengadakan kajian yang menerangkan tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini dikarenakan masyarakat di daerah kami sangat fanatik dengan budaya setempat dan sangat menolak keberadaan kami.
Secara diam-diam kami pun mengadakan majelis ta’lim di rumah salah satu ikhwan. Awalnya berjalan mulus. Akhirnya ketahuan juga bahwa kami sedang mengadakan kajian.
Untuk beberapa lama kami pun tidak mengadakan kajian. Akan tetapi, kami masih sering berkumpul dengan teman-teman Ahlussunnah yang lain. Akhirnya, hal tersebut tidak disenangi oleh pemuka agama di daerah kami.
Dunia serasa sangat sempit. Cacian-makian datang dari berbagai arah. Sampai datanglah suatu Jumat yang menurut kami sangat menyesakkan dada-dada kami.
Setelah shalat Jumat selesai berdirilah seorang bapak yang merupakan tokoh agama dan masyarakat di daerah kami. Dia mengatakan perkataan yang sangat mengejutkan kami. Dengan suara lantang bapak tersebut berpidato:
‘Bapak-bapak sekalian hati-hati dengan aliran sesat baru yang menyebar di daerah kita ini. Aliran ini dipelopori oleh ustadz Fulan – beliau adalah ustadz Ahlussunnah yang sangat masyhur di Indonesia-. Mereka menyebarkan ajaran yang tidak sesuai dengan apa yang telah kita amalkan turun-temurun dari nenek moyang kita. Apakah bapak-bapak sekalian ingin mengetahui seperti apa ciri-ciri mereka? Ciri-ciri mereka adalah senantiasa menyerukan agar kita selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.’.”
Subhanallah! Bagaimana mungkin kita bisa mengatakan bahwa orang seperti itu mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika dia sendiri tidak ingin berpegang teguh dengan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh berani orang tersebut, dia secara terang-terangan menolak untuk berpegang teguh dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
-
Tidak menghormati tempat-tempat yang memiliki fadhilah (keutamaan) yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat tidak menghargai tempat-tempat yang memiliki fadhilah yang keutamaannya telah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tempat-tempat tersebut di antaranya adalah: Masjid Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha, Masjid Quba’, raudhah (taman) dll.
Masjid Quba’ memiliki keutamaan, apabila seseorang berwudhu’ dari tempat tinggalnya kemudian dia mendatangi masjid Quba’ dan shalat dengan suatu shalat maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala umrah, sebagaimana diterangkn pada hadits berikut:
عن سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ : قَالَ رَسُولُ اللهِ –صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ– : (( مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ , ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ ، فَصَلَّى فِيهِ صَلاَةً ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ.))
Artinya: Diriwayatkan dari Sahl bin Hunaif bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersuci di rumahnya, kemudian dia mendatangi Masjid Quba’ kemudian dia shalat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala umrah.”4
Begitu pula dengan raudhah (taman), dia juga memiliki keutamaan. Raudhah adalah sepetak tanah di masjid Nabawi yang lebarnya adalah antara mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai rumah ‘‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan tempat ini, sebagaimana tercantum pada hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ الْمَازِنِيِّ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : (( مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ.))
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Zaid Al-Mazini radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa-apa (yang terletak) antara rumah dan mimbarku adalah taman di antara taman-taman surga.” 5
Perlu diketahui bahwa di Kerajaan Saudi Arabia terdapat situs-situs bersejarah yang berhubungan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti: tempat lahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat tinggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah dan di Madinah, tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta hujan dll. Tempat-tempat sejarah tersebut terkadang dijadikan oleh sebagian kaum muslimin yang belum paham untuk meminta keberkahan (tabarruk), maka perbuatan itu salah dan harus diluruskan. Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia untuk mengantisipasi perbuatan itu adalah dengan menghancurkan situs-situs tersebut dan membangun dengan bangunan baru, sehingga orang-orang tidak berkesempatan untuk mengambil berkah dengan situs-situs tersebut.
Oleh karena itu, situs-situs bersejarah jika tidak memiliki keafdalan untuk menziarahinya maka kita tidak perlu menghabiskan tenaga dan harta untuk mengunjunginya.
-
Tidak mengenal kekhususan-kekhususan dan mu’jizat–mu’jizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah ciri yang keenam untuk orang-orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak mengenal kekhususan-kekhususan dan mu’jizat–mu’jizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena, sangat penting mengetahui apa saja kekhususan-kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kita semua tidak meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
-
Mengadakan hal-hal yang baru di dalam agama
Ciri orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suka mengadakan dan mengamalkan hal yang baru di dalam agama Islam yang tidak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat melarang keras perbuatan tersebut, sebagaimana tercantum pada hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم-: (( مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ )).
Artinya: “Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu di dalam urusan (agama) kami yang tidak termasuk bagian darinya, maka dia tertolak.”6
Dan di dalam riwayat yang lain:
(( مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ )).
Artinya: “Barang siapa yang beramal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka dia tertolak.”
Dalil-dalil mengenai hal ini sangat banyak sekali. Insyaallah akan ada pembahasan khusus berkaitan dengan hal ini.
-
Berlebih-lebihan dalam mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam harus kita agungkan. Akan tetapi, pengagungan tersebut tidak boleh melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk memberikan pujian dan sanjungan yang melebihi atau setara dengan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Jika kita memperhatikan salawat-salawat yang berada di masyarakat, maka kita akan mendapatkan bahwa sebagian bunyi salawat mereka mengandung kesyirikan dan pengagungan yang berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah mengajarkan salawat tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang perbuatan berlebih-lebihan di dalam agama (ghuluw) sebagaimana diterangkan pada hadits berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ: (( الْقُطْ لِي حَصًى )) فَلَقَطْتُ لَهُ سَبْعَ حَصَيَاتٍ ، هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ ، فَجَعَلَ يَنْفُضُهُنَّ فِي كَفِّهِ وَيَقُولُ: (( أَمْثَالَ هَؤُلاَءِ، فَارْمُوا )) ثُمَّ قَالَ: (( يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ )).
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu pada waktu Subuh (hari melempar Jumrah Aqabah) Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda di atas ontanya, “Ambilkan untukku batu kecil!” Aku pun mengambilkan untuknya tujuh batu kecil seperti batu untuk khadzf (melempar/menyentil dengan jari-jari). Kemudian dia pun menaruhnya di telapak tangannya dan berkata, “Lemparlah seperti batu-batu ini!” Kemudian beliau berkata, “Wahai manusia! Jauhilah oleh kalian perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama. Sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah ghuluw di dalam agama.”7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudah menduga bahwa sepeninggal beliau, maka orang-orang akan mengagungkannya sebagaimana telah dilakukan oleh pengikut-pengikut para Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau mewanti-wanti beberapa hari sebelum beliau meninggal untuk tidak mengagungkan kuburannya, sebagaimana diterangkan pada hadits berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– : (( لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ )).
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu behwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang dikunjungi berulang kali. Bersalawatlah kepadaku! Sesungguhnya salawat kalian akan sampai kepadaku dimana pun kalian berada.”8
Pada hadits di atas diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk mengunjungi kuburannya secara berulang kali. Ini untuk menghindari pengagungan yang berlebihan.
Pada zaman sekarang ini perbuatan yang ditakutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun terjadi. Sebagian kaum muslimin berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta kepada beliau, ber-tabarruk kepada dinding kuburan beliau, dll. Yang jelas, mereka banyak melakukan kesyirikan.
Jika kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja beliau melarangnya, bagaimana jika yang dikunjungi hanya sekelas manusia biasa dan bukan Nabi?
-
Meninggalkan salawat kepadanya
Orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah atau sangat jarang bersalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan apabila nama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan di sisinya, maka dia tidak mau bersalawat, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa sebakhil-bakhilnya orang adalah yang jika namanya disebutkan tetapi dia tidak bersalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diterangkan pada hadits berikut:
عَنْ حسين قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ –صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– : (( إنَّ الْبَخِيلَ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ )).
Artinya: Diriwayatkan dari Husain radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Orang yang bakhil adalah orang yang saya disebutkan di sisinya tetapi tidak mengucapkan salawat kepadaku.”9
Salawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu ibadah yang sangat agung. Allah subhanahu wa ta’ala sendiri yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bersalawat kepada beliau bahkan Allah sendiri bersalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56) }
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab : 56)
Bagaimana mungkin orang yang mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan meninggalkan hal ini?
Demikianlah beberapa tanda orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan kita tidak termasuk di dalam golongan orang-orang tersebut. Amin.
Footnotes:
1 HR Muslim no. 3469
2 Lihat Tarikh Dimasyq jilid ke-51
3 Lihat Al-Jarh wat-Ta’dil. Ibnu Abi Hatim, Jilid I hal. 257
4 HR Ibnu Majah no. 1412. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Shahih Sunan Ibni Majah.
5 HR Al-Bukhari no. 1195 dan Muslim no. 3434
6 HR Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 3589
7 HR Ibnu Majah no. 3029. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Shahih Sunan Ibni Majah.
8 HR Abu Dawud no. 2042. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Shahih Sunan Abi Dawud.
9 HR An-Nasai di As-Sunan Al-Kubra no. 9800
Oleh: Said Yai Ardiansyah, M.A. (Mudir Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
Leave a Reply